14

2.7K 428 46
                                    

You can find me on ;
@ainaaprl – instagram
@aaaaprl – twitter

∞∞∞

     Tokyo Haneda International Airport.
06:00

Aldebaran berjalan menuju satu-satunya bedroom yang ada di private jet ini. Mereka sudah tiba di Tokyo, dan sekarang ia harus membangunkan seorang putri tidur.

"Baru saja aku ingin membangunkanmu," seru Aldebaran kala menemukan gadis itu sudah terduduk di tepi ranjang dengan raut terkejut.

"Kita sudah sampai?" pertanyaan pertama yang keluar dari bibir Andin.

Lelaki itu mengangguk seraya melangkah masuk. "Sepuluh menit yang lalu kita baru saja mendarat,"

"Siapa yang membawaku ke dalam kamar?" pertanyaan selanjutnya yang juga penting untuk Andin ketahui. Ia menggigit bibir bawahnya—gugup.

"Kau pikir siapa lagi yang akan dengan senang hati mengulang kejadian romantis itu?" balas Aldebaran dengan mata berkilat jahil.

Bola mata Andin membulat sempurna. "Oh God!" rutuknya tertunduk malu. Andin menggertakkan gigi—mengapa harus ada kesempatan kedua untuk kejadian memalukan itu?!

Melihat tingkah gadis itu, membuat Aldebaran semakin ingin menggodanya. "Aku tahu kau sengaja tertidur disana agar aku bisa menggendongmu lagi, 'kan?"

Andin mendongak—mendelik tajam pada pria menyebalkan yang berdiri di depannya. "Sembarangan! Untuk apa aku mengharapkan hal memalukan itu lagi! Aku hanya berniat memejamkan mata sejenak!" pungkasnya menggebu-gebu.

"Dan berakhir dengan tertidur lelap lagi," tambah Aldebaran melengkapi. Gadis itu membuang pandangannya ke arah samping, Aldebaran menahan tawa.

Andin merutuki dirinya sendirinya. Mengapa setiap ia berniat memejamkan mata barang lima menit saja, pasti berakhir dengan tertidur lelap sampai pagi. Kebiasaan yang sungguh merugikan.

"Kau tidak perlu malu. Aku jamin tidak ada yang melihat adegan romantis itu," Aldebaran berusaha meyakinkan gadis itu.

"Sekarang ayo turun. Kita harus segera bersiap,"

Gadis itu kembali mengalihkan pandangannya. Matanya menyadari jika pria di hadapannya ini telah menggunakan pakaian formal, meskipun belum ada jas yang membungkus kemeja hitamnya. "Kau sudah rapi," Andin menunduk—melihat penampilannya yang berantakan. "Aku bahkan masih memakai pakaian yang kemarin," rengeknya.

"Kita masih memiliki waktu, Andin. Ayo!" Aldebaran menggamit tangan gadis itu lalu membawanya keluar.

Lalu lintas Tokyo di pagi hari terpantau cukup padat, belum lagi para pekerja yang mulai memenuhi area pejalan kaki menuju stasiun kota.

Ini kali pertama Andin menginjakkan kakinya di negeri matahari terbit. Selama perjalanan, gadis itu tidak tahu mobil ini akan membawanya kemana, Aldebaran tidak memberikan petunjuk dan ia pun tidak bertanya.

Namun 5 menit kemudian, dahinya mengerut dalam saat mobil itu berbelok ke sebuah bangunan pencakar langit. Melihat nama gedung itu membuat Andin melotot. "Mengapa kita langsung ke kantor cabang? Aku belum—"

"Kita akan ke penthouseku dulu. Kebetulan lokasinya berada di lantai teratas gedung ini," kalimat gadis itu segera di potong oleh Aldebaran. Andin kembali menatap lurus tanpa berkomentar.

Mobil itu berhenti di area basement, mereka bergerak masuk ke dalam lift. Aldebaran mengarahkan matanya pada alat pendeteksi, sepersekian detik kemudian kotak besi itu bergerak naik. Sesaat pintu lift terbuka, Jack dan seorang wanita muda tengah berdiri menunggu kedatangannya.

The HealerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang