45

1.4K 293 44
                                    

You can find me on ;
@ainaaprl - instagram
@aaaaprl - twitter

∞∞∞

     Telunjuk Andin menekan satu tombol yang berada tepat di sisi ranjang. Sepersekian detik kemudian, kilauan cahaya matahari merambat masuk ke dalam kamar. Andin menggeser perlahan lengan Aldebaran yang melingkar di perutnya, lalu beranjak untuk membersihkan diri.

Dua puluh menit berkutat di kamar mandi, ternyata Aldebaran belum juga bangun dari tidurnya. Andin memutuskan beranjak ke balkon untuk menikmati segarnya udara pagi Jakarta di akhir pekan. Dirasa cukup, Andin kembali masuk dan mendapati Aldebaran yang sedang duduk bersandar seraya memperhatikannya.

"Sejak kapan kau bangun?"

"Belum lama. Kemarilah." Aldebaran menepuk bagian sisi ranjang yang kosong.

"Ada apa?"

"Morning kiss—ku."

Andin memutar bola mata malas. "Ya Tuhan!"

"Ayolah...."

Di bandingkan harus mendengar rengekan bayi besar itu lagi, lebih baik Andin menurutinya saja. Hanya satu kecupan singkat mendarat di atas bibir Aldebaran, tidak lebih. "Sudah."

Senyum Aldebaran mengembang sempurna. "Terima kasih, sayang. Tambah lagi boleh tidak?"

Seketika raut wajah Andin berubah datar. "Tidak! Lebih baik sekarang kau mandi selagi aku membuat sarapan."

"Satu kali lagi saja, please...."

"Pergi mandi atau kau tidak mendapatkan sarapanmu."

Ancaman tersebut berhasil membuat Aldebaran tak bisa berkutik. "Baiklah, Mom. Aku akan mandi sekarang."

Andin pun memasuki area dapur untuk mengecek bahan makanan apa saja yang tersedia di kulkas. Karena di apartemen ini tidak ada maid yang biasa melayani mereka, jadi Andin harus menyiapkan sarapannya sendiri. Beruntungnya ada beberapa buah-buahan, sayuran dan telur yang bisa Andin olah. Sepertinya Aldebaran telah meminta Chris untuk membeli semua perlengkapan ini.

Sebelum mulai memasak, Andin mengumpulkan semua surai panjangnya lalu mengikatnya menjadi satu agar tak ada helaian rambut yang jatuh ke dalam makanan. Tepat saat seluruh menu sarapan mereka sudah tersaji, Aldebaran muncul dari arah kamar dengan kaus putih yang melekat di tubuhnya.

Ketika ingin melewati Andin untuk mengambil sebotol minuman dari dalam kulkas, Aldebaran memanfaatkan momen tersebut untuk mencuri satu kecupan di pipi gemas Andin yang tengah fokus memotong buah apel.

"Kebiasaan ihh! Kau ini selalu mencuri kesempatan dalam kesempitan!"

Gelak tawa renyah keluar lewat bibir Aldebaran karena berhasil membuat Andin menggerutu kesal. Setelah menenggak habis protein shake—nya, Aldebaran kembali mendekati wanita itu dengan mengurungnya dari belakang kemudian membisikkan sesuatu. "Itu adalah hobi baruku semenjak mengenalmu."

"Kau memang menyebalkan! Sudah jangan menggerecokiku!" Andin galak mode-on.

Lelaki dengan marga Adytama itu tersenyum miring. Kekesalan Andin takkan menghentikannya. "Wangimu harum sekali...."

"Aldebaran!" Andin yang terlanjur geregetan membalikkan badannya hingga membuat ujung hidung mereka bersentuhan. Debaran jantung Andin seketika menggila kala manik cokelat gelap milik Aldebaran menyorotnya begitu tajam. Terlebih kini deru napas mereka saling beradu dalam minimnya jarak yang tersisa.

Tak pernah ada kata bosan bagi Aldebaran setiap kali memandangi goresan sempurna yang terlukis di paras Andin. "Astaga, kau cantik."

Andin menelan salivanya dengan susah payah. Sial. Aura dominan yang terpancar dari Aldebaran benar-benar membuat nyalinya menciut.

The HealerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang