You can find me on ;
@ainaaprl – instagram
@aaaaprl – twitter∞∞∞
"Hai, selamat pagi."
Tangan kiri Andin menaruh mangkuk berisi sereal yang baru saja ia habiskan ke atas nakas, kemudian membalas sapaan dari lelaki di seberang telepon. "Selamat pagi."
"Are you feeling better?" hal pertama yang Aldebaran tanyakan sesaat memulai percakapan.
Andin mendudukkan dirinya di tepi ranjang yang mengarah langsung ke balkon kamar. "Ya, i'm better now. Terima kasih banyak sudah menemaniku," semalam Andin yang sulit tidur sengaja menghubungi Aldebaran hanya untuk menemaninya. Tanpa penolakan, pria itu dengan tenang menceritakan banyak hal sampai dirinya benar-benar terlelap.
"Anything for you."
"Kau sendiri, bagaimana tidurmu?" Andin balik bertanya.
"Aku?" terdengar helaan napas berat sebelum Aldebaran melanjutkan ucapannya, "Jelas tidak nyenyak, karena aku tidur tanpa memelukmu."
"Benarkah?"
"Aku tidak mungkin berbohong. Andai kau tahu betapa aku sangat menunggu hari kepulanganmu. Aku rindu memelukmu sepanjang malam," pengakuan Aldebaran adalah curahan hatinya yang ia rasakan selama nyaris sepekan.
Andin bergeming sejenak, garis ingatannya tertuju pada nasihat Joe semalam. "Aldebaran."
"Ya, sayang?"
Alunan suara halus itu semakin menambah keras debaran jantungnya. Andin menggigit bibir bawahnya gugup, sebelum bergumam pelan, "Saat tiba di Sydney, ada sesuatu hal yang ingin aku bicarakan denganmu."
"Tentang apa?"
"Kau akan mengetahuinya nanti."
"Apa itu berita baik?" Aldebaran melempar pertanyaan untuk kedua kalinya.
Andin mengedikkan bahunya. "Mungkin, iya. Aku mengharapkan reaksi terbaikmu nanti."
"Kau membuatku penasaran. Lagi-lagi kau membuat tidurku semakin tidak nyenyak," keluh Aldebaran yang kembali malam nanti akan kembali tersiksa karena harus memikirkan hal ini.
"I'm sorry, aku tidak bermaksud seperti itu."
"Kau harus membayarnya saat kembali."
"Bagaimana cara aku membayarnya?"
"Berikan aku sebuah ciuman. Dan, mungkin dilanjutkan dengan suatu kegiatan yang lebih menyenangkan," seringaian kecil muncul dari satu sudut bibir pria dua puluh sembilan tahun itu.
Andin menahan senyum dengan dua pipi yang mulai memanas. "Astaga, ini masih jam 8 pagi tetapi pikiranmu sudah berkelana."
"Oh ayolah, Andin. Kita sudah hampir sepekan tidak bertemu. Aku tak bisa menahannya lebih lama lagi."
"Bersabarlah, Sir."
"Aku benar-benar akan menyusulmu, andai saja kau tidak mengancamku."
Sebuah peringatan untuk Aldebaran jikalau dia berani menyusulnya secara diam-diam, Andin akan kembali tinggal di apartemennya. "Jangan melanggarnya jika kau tak ingin aku melakukannya!"
Aldebaran terkekeh rendah, kala mode galak kekasihnya muncul meski dalam waktu singkat. "Yes, Ma'am. Baiklah, kalau begitu aku akan berangkat. Selamat bersenang-senang, sayang. Aku sangat merindukanmu."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Healer
RomanceAldebaran Juan Adytama baru menunjukkan batang hidungnya setelah beberapa tahun tinggal di Amsterdam. Kepulangannya itu membawanya pada sebuah pertemuan tak sengaja dengan Andin Abigail, wanita yang saat itu tidak sadar menjatuhkan id cardnya tepat...