20

2.8K 440 51
                                    

You can find me on ;
@ainaaprl – instagram
@aaaaprl – twitter

∞∞∞

     Jack menyerahkan sebuah tab ke hadapan bosnya. "Seorang pria menemui Nona Abigail sore tadi, Sir."

Kini Jack berada di ruang kerja Aldebaran yang berada di penthouse. Ia dengan sengaja menemui tuannya untuk menyampaikan kejadian yang baru saja ia lihat. Jack juga memperkuat laporannya dengan bukti CCTV bagian sisi gedung Adytama Tower saat pertemuan itu terjadi.

"Bukankah tadi kau mengatakan Andin akan pergi ke kedai kopi?" sejak meninggalkan kantor siang tadi Aldebaran tidak memiliki waktu untuk sekedar mengirim pesan pada kekasihnya, rapat yang ia lakukan begitu menyita waktunya.

"Ya, itu benar, Sir. Tapi saat Nona Abigail keluar dari gedung, pria asing itu memanggilnya. Sehingga rencana itu belum terlaksana," Jack menjelaskan apa yang saksikan.

Tangan kiri Aldebaran meraih tab untuk meniliti wajah pria asing itu lebih dekat. "Kau sudah mencari tahu siapa dia?"

"Saya baru mendapatkan identitas pria itu, Sir. Dia bernama Reynold Pradipta. Dia tiba di Sydney siang ini pukul 13:10 dengan kedatangan pesawat dari Indonesia. Untuk informasi spesifik lainnya saya menunggu perintah dari Anda, Sir." Dengan akses khusus yang Jack miliki, ia bisa dengan mudahnya mendapatkan informasi tertutup itu.

Aldebaran menggeser layar tab itu ke kiri—memutar cuplikan CCTV yang Jack berikan. Saat video berdurasi kurang dari dua menit itu berakhir, Aldebaran masih blank. Ia belum memahami apa yang sedang mereka bicarakan. Untuk itu, Aldebaran kembali mengulangnya.

Hingga ada dua nama yang tercatat dalam otaknya. Bianca dan Viola. Namun kata terakhir yang pria asing itu ucapkan sungguh mengganggu pikiran Aldebaran. Queen. Terdengar seperti sebuah panggilan sayang.

Lalu setelahnya, hanya ada satu keyakinan yang muncul dalam benaknya. "Pria ini adalah masa lalu Andin." Aldebaran bersikukuh dugannya tidak akan meleset. Bahkan ia yakin pria inilah yang sudah membuat Andin kecewa.

Jika Aldebaran segera mengetahui masa lalu kekasihnya, mungkin akan lebih mudah untuknya memahami perasaan Andin. "Bekerja samalah dengan Chris untuk menyelidiki pria ini. Cari informasi juga tentang Bianca dan Viola. Laporkan hasilnya padaku. Segera."

Pria bertubuh tegap itu mengganguk patuh. "Copy that, Sir."

"Terus awasi pria itu. Pastikan dia tidak mencari informasi tentang Andin kepada pegawai kantor." Perintah Aldebaran yang tidak bisa di bantah.

∞∞∞

Andin menyerahkan dua lembar uang kertas kepada supir taksi dengan tangan gemetar. Saat hendak turun, ia menyadari bahwa kakinya pun bernasib sama dengan tangannya. Dua penopang tubuhnya itu terasa tak mampu memijak lantai. Butuh tenaga ekstra agar Andin bisa tetap berdiri—setidaknya sampai ia tiba di depan pintu apartemennya.

Sepanjang perjalanan tak sekalipun Andin menaikkan pandangannya, ia dengan sengaja menundukkan kepala—menghindari kontak mata dengan siapapun yang ada disana. Lift yang membawa Andin tiba di lantai 11, kakinya berbelok ke arah kiri. Saat menyusuri lorong, beberapa kali Andin menoleh kebelakang—memastikan tidak ada yang mengikutinya.

Tapak kakinya terhenti tepat di depan unit 04, ibu jarinya menyentuh alat pendeteksi yang berada tepat di atas gagang pintu. Sepersekian detik kemudian aksesnya diterima, Andin segera masuk dan tak lupa mengunci pintunya kembali.

Gadis dua puluh lima tahun itu memejamkan matanya seraya menyandarkan punggungnya pada pintu. Sesak dan gemuruh di dadanya belum berakhir. Tidak hentinya Andin menarik napas dalam lalu mengeluarkannya perlahan. Ia melepas high heels serta menaruh asal tasnya di sofa ruang tamu sebelum memasuki kamar tidur.

The HealerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang