28

2.5K 447 98
                                    

You can find me on ;
@ainaaprl – instagram
@aaaaprl – twitter

∞∞∞

Andin's Apartemen, Meriton Suites.
08:30

Suara pintu apartemen dibuka terdengar, Aldebaran disuguhi dengan suasana yang begitu sunyi. Langkah kakinya bergerak memasuki salah satu kamar yang dihuni oleh seorang wanita yang ternyata masih bergulung di dalam selimut tebal layaknya bayi. "Astaga! Kau belum bangun?!"

Andin yang tidak sedang terlelap pun hanya mampu meringis. Kelopak matanya terbuka, akan tetapi bibirnya terlalu sulit untuk mengucapkan barang satu kata pun.

"Astaga! Apa yang terjadi denganmu?" Aldebaran yang terduduk di tepi ranjang mendadak panik setengah mati ketika menyadari wajah Andin yang begitu pucat.

"Aku mual," lirih Andin amat tersiksa.

"Bagaimana bisa? Apa yang kau makan pagi ini?" tanya Aldebaran bingung, pasalnya kemarin malam gadis itu masih terlihat baik-baik saja. Ia pun kembali bersuara saat Andin tidak juga memberi jawaban. "Aku akan memanggil dokter," ujar Aldebaran tanpa berpikir panjang.

"Tidak perlu," tangan lunglai Andin berusaha menggapai pergelangan pria yang hendak beranjak dari tempat tidurnya.

"Aku tak bisa melihat kondisimu yang lemah seperti ini," Aldebaran merasa sedih melihat kekasihnya terkulai tak berdaya seperti ini.

"Rasa sakit ini tak akan berlangsung lama. Percayalah."

"Bagaimana bisa kau berbicara seperti itu?"

"Ini hal yang biasa aku alami ketika datang bulan," saat waktu menstruasi tiba, biasanya Andin akan mengalami gejala kram pada perutnya. Biasanya tingkatan rasa sakitnya akan berbeda-beda dan kali kadarnya terasa cukup tinggi.

Seketika pikiran Aldebaran tertuju kepada sang adik. Nathania pernah bercerita padanya, jika dia pernah tidak masuk sekolah karena perutnya yang kram di hari pertama tamu bulanannya datang. Dan ternyata Andin juga mengalami situasi yang sama.

Lelaki itu menghembuskan napas lelah. "Baiklah. Tapi jika sampai nanti siang keadaanmu tak berubah, aku akan tetap memanggil dokter." Ucap Aldebaran tak bisa di bantah. "Aku akan meminta pelayan untuk membawakan sarapan,"

"Aku tidak nafsu makan. Aku tidak bisa makan jika perutku masih sakit,"

"Apa kau ingin meminum obat pereda nyeri?" tanya Aldebaran halus.

Andin menggeleng pelan. "Tolong ambilkan handuk kecil dan air hangat saja,"

"Tunggu sebentar."

Beberapa saat kemudian Aldebaran kembali ke dalam kamar, lelaki itu meletakkan nampan yang ia bawa ke atas nakas. "Sayang. Aku membuatkan teh chamomile untukmu. Minumlah dulu."

Atas bantuan Aldebaran, perlahan gadis itu mampu menegakkan badannya di atas kasur untuk meneguk teh buatannya. Dengan telaten, Aldebaran mengompres dan menempelkan handuk hangat di perut bagian bawah Andin yang terasa nyeri. Semoga sensasi hangat ini mampu meredakan rasa sakitnya dan juga membuat Andin lebih rileks.

"Tidurlah kembali." Aldebaran mengusap ujung kepala kekasihnya dengan penuh kasih sayang lalu menyelimutinya dengan benar. Tak butuh waktu lama, Andin kembali tertidur meskipun terkadang keningnya mengerut seperti masih merasakan sakitnya.

Siang hari, Andin baru meninggalkan kamar ketika kram di perutnya sudah mereda. Tetapi, baru beberapa langkah melewati pintu kamar Andin mendengar suara dua orang pria dari arah ruang tamu. Gadis itu mengambil langkah ke kanan dan menemukan Aldebaran dan Chris sedang duduk di sofa dengan laptop, iPad serta beberapa map berkas yang berserakan di atas meja.

The HealerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang