15

3K 441 63
                                    

You can find me on ;
@ainaaprl – instagram
@aaaaprl – twitter

∞∞∞

     Matahari mulai meringsek masuk ke dalam kamar melalui celah tirai. Seorang pria dua puluh sembilan tahun terjaga lebih awal dari wanitanya. Kini, Aldebaran sibuk menggesekkan punggung telunjuknya ke pipi mulus gadis yang dini hari tadi hampir membuatnya kehilangan akal.

"Apa balasan ini berarti kau mulai menerimaku?"

Setelah pertanyaan yang Aldebaran ajukan, gadis itu terdiam cukup lama. Ia menunggu dengan cemas. Hingga akhirnya Aldebaran sampai di titik merasa sudah tidak mampu lagi menaruh harapan—berlapang dada jika gadis itu kembali menolaknya.

"Aku akan belajar membuka hati untukmu."

Aldebaran termangu. Ia salah sangka, gadis itu menerimanya. "Kau serius?"

Tautan mata mereka yang belum terputus, membuat Andin bisa melihat jelas binar haru bercampur bahagia dari bola mata cokelat pria itu. Andin menarik napas dalam sebelum memberikan sebuah anggukan. Detik ini ia akan mencoba membuka lembaran baru, dan berharap tidak akan berakhir mengenaskan seperti dulu lagi.

Berkas cahaya di wajah tampannya tergambar sudah. Aldebaran Juan Adytama berhasil menaklukan hati seorang gadis keras kepala bernama Andin Abigail. Dan ia berjanji tidak akan melepasnya.

Aldebaran kembali mendaratkan ciumannya pada bibir ranum Andin. Namun kali ini lebih menuntut, gadis itu mulai mengimbangi.

Dua kuasa Aldebaran membawa gadis itu pergi dari dapur, meninggalkan sepotong kue yang belum di habiskan. Kedua tangan Andin memeluk lehernya, dengan kaki yang melingkar pada pinggulnya. Aldebaran tersenyum dalam ciumannya, gadis itu cepat memahami.

Pria dewasa itu merebahkan tubuh Andin begitu lembut ke atas ranjang. Gila. Sisi lain dalam diri Aldebaran kembali bangkit. Satu tangannya mulai bergulir, membuka pengait piyama satin yang menutupi tubuh Andin.

Namun belum selesai ia melepaskan seluruhnya, Aldebaran merasakan cengkraman pada tangannya—cukup kuat. Hingga memaksa pria itu melepaskan pangutannya lalu menatap gadis yang masih mengatur napasnya.

"Aku tidak ingin melakukannya," Andin tahu ke arah mana Aldebaran akan menuntunya. Dan ia harus segera menghentikannya. Andin tidak ingin melempar dirinya terlalu jauh disaat setengah hatinya masih ragu.

Aldebaran di sadarkan oleh akal sehatnya. Ia tidak ingin bertindak lebih jauh ketika gadis itu belum mengizinkannya. Dengan cepat Aldebaran menutup kembali pengait itu, meskipun bra hitam dan benda di dalamnya sudah nampak jelas di depan matanya.

Kendalikan dirimu, Aldebaran.

Setelah itu ia menggulingkan tubuhnya ke samping. Aldebaran beralih merengkuh tubuh Andin. "Maaf. Maaf," tuturnya lembut seraya mengecup puncak kepala Andin. "Tidurlah kembali," gadis dalam dekapannya itu menggangguk kecil.

Dan pagi ini, hal pertama yang manik cokelatnya temui adalah potret syahdu Andin yang terlelap di dalam pelukannya. Aldebaran berterima kasih—gadis itu tidak diam-diam kabur untuk kembali ke kamarnya.

"Pagi, sayang." Sapaan romantis berderet dengan senyuman manis Aldebaran berikan sesaat kelopak mata gadis itu terbuka.

Detik pertama Andin tersentak saat ada orang lain tidur di ranjangnya. Namun di detik kedua ia tersadar—ini kamar Aldebaran. Kejadian dini hari tadi kembali berputar di otak kecilnya. Andin merasa malu mendapati mereka sedekat ini. "Jangan menatapku seperti itu,"

"Kau malu?" tebak Aldebaran dengan mata yang berkilat jahil.

Andin berusaha tenang walau debaran jantungnya semakin keras. "Aku ingin kembali ke kamar," serunya mengalihkan pembicaraan. Andin memang harus segera pergi dari sini, sebelum orang lain di penthouse ini melihat dirinya berada di kamar pria itu.

The HealerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang