37

2.1K 352 73
                                    

You can find me on ;
@ainaaprl - instagram
@aaaaprl - twitter

∞∞∞

Nyaris dua puluh empat jam berada di ruang ICU, Andin dipindahkan ke ruang rawat VVIP setelah dokter menyatakan bahwa kondisi wanita itu sudah mulai stabil. Hasil pemeriksaan dari dokter spesialis menunjukkan jika Andin tidak mendapatkan luka dalam yang serius. Hal itu membuat Aldebaran sedikit lega, karena setidaknya ketika Andin bangun nanti dia tak akan merasa kesakitan.

Kini, hanya tersisa Aldebaran di ruangan yang bisa dikatakan lebih terlihat seperti kamar hotel karena fasilitasnya yang sangat lengkap dan mewah. Hanya denting jarum jam yang menemani kesunyian di antara dua insan tersebut. Entah sudah berapa lama Aldebaran menggenggam tangan Andin tanpa berencana untuk melepasnya barang sedetik pun. Begitu juga dengan manik sendunya yang sedari awal hanya tertuju pada kelopak mata wanita cantik yang masih betah terkatup.

"Apakah kau masih nyaman tertidur seperti ini, sayang?" lirih Aldebaran dengan kilat kepedihan yang sulit ditutupi. Dari deretan manusia yang mengkhawatirkan Andin, mungkin Aldebaran—lah yang menempati posisi pertama. "Aku sungguh menanti kehadiranmu kembali, tetapi bukan pertemuan seperti ini yang aku inginkan."

"Aku belum memenuhi janjiku untuk mempertemukanmu dengan dia. Jadi, kumohon lekaslah bangun." Sesaat mendengar suara pintu terbuka, Aldebaran buru-buru membasuh ujung matanya yang sempat mengeluarkan air mata.

Nayara menyentuh singkat bahu putranya yang terduduk di samping tempat tidur. "Bagaimana kondisinya?"

"Tidak ada yang berubah."

Nayara menoleh ke arah meja yang berada di belakangnya. "Kau belum juga memakannya?" pagi tadi Nayara membawakan beberapa makanan, namun lagi-lagi Aldebaran tidak menyentuhnya.

"Aku hanya butuh kopi, Mom." Aldebaran belum menyantap makanan berat apapun selain croissant—nya kemarin pagi.

"Terlalu banyak kafein juga tidak baik untuk kesehatanmu."

"Hanya kopi yang bisa membuatku tenang."

Memutuskan untuk mengalah, Nayara mengembalikan pusat perhatiannya terhadap Andin. "Haruskah kita mengontak orang tuanya? Mommy takut bila sewaktu-waktu mereka menghubungi Andin dan menanyakan kabarnya. Harus bagaimana kita mengatakannya?"

Aldebaran bergeming di tempatnya. Ia harus memberikan jawaban yang masuk akal, karena sang ibu tidak tahu-menahu soal masalah yang terjadi pada keluarga kekasihnya. "Tidak sekarang. Jika kita memberitahunya saat ini mereka pasti akan gelisah. Lebih baik kita mengabarinya ketika Andin sudah siuman."

"Kau benar." Nayara menuruti saran yang Aldebaran usulkan. "Baiklah, Mommy pamit pergi sebentar dengan ayahmu. Jangan lupa beristirahat."

Aldebaran mengangguk. "Hati-hati di jalan."

Kepergian ibunya digantikan dengan hadirnya Chris beserta dua sahabat Andin yang baru kembali dari villa. Sedangkan untuk Dion, pria itu sudah pulang ke Sydney lebih awal karena urusan pekerjaan.

"Selamat pagi, Sir." Chris menunduk sopan, diikuti oleh Joe dan Monic. "Mohon maaf sebelumnya, Tuan. Saya hanya ingin mengingatkan jika siang ini Anda memiliki agenda rapat bersama calon investor dari Chicago."

Aldebaran tersadar, pertemuan bisnis kali ini cukup penting bagi keberlangsungan perusahaan. Ia tidak mungkin kembali mengulur jadwal rapat ini untuk yang ketiga kalinya. Hal itu akan memberikan citra buruk di mata kliennya. Meskipun pikirannya sedang kalut, Aldebaran harus tetap bersikap profesional dalam bekerja. "Bisakah kalian menemani Andin sebentar?" kalimat tanya tersebut ditujukan untuk Joe dan Monic.

The HealerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang