Extra Part I

1.8K 267 81
                                    

E X T R A P A R T
T H E H E A L E A R

∞∞∞

Dua tahun kemudian
Adytama's Mansion, NSW
19:00

     Andin memperbaiki posisi bingkai foto baru yang terpajang di atas nakas ruang keluarga. Sudut bibirnya tertarik ke atas, kini letak potret dirinya memakai baju toga di dampingi oleh Aldebaran berada sejajar dengan foto pernikahannya. Ketika Andin memutuskan untuk mengambil program magisternya, Aldebaran pun mendukungnya secara penuh. Dan Andin mampu membuktikan tekadnya dengan menyelesaikan program tersebut di waktu yang tepat.

"Apa yang sedang kau lakukan, istriku?"

Andin tersenyum hangat ketika lengan Aldebaran memeluknya erat. Ia pun menyandarkan punggungnya nyaman untuk menikmati kedekatan mereka. "Aku mencetak foto kelulusanku. Bagaimana menurutmu?"

"Itu bagus, aku menyukainya. Kau boleh mencetaknya lebih banyak foto lagi agar kau bisa meletakkannya di setiap sudut rumah kita." Tepat satu tahun yang lalu, keduanya tidak lagi tinggal di penthouse ketika mansion yang Aldebaran buat untuk Andin telah selesai dibangun. Mereka menetap di rumah mewah ini bersama beberapa pelayan yang membantunya.

"Itu berlebihan, sayang."

Aldebaran terkekeh kecil. "Aku hanya bercanda, tapi aku tidak akan melarang jika kau ingin melakukannya."

Setelah percakapan ringan itu keduanya terdiam sejenak, sebelum Andin membalikkan badan hingga dirinya berhadapan dengan wajah lelaki yang selalu menjadi pemandangannya ketika terbangun di pagi hari. "Aldebaran."

"Ada apa, istriku?"

Andin menelan salivanya kemudian mengatakan sesuatu yang belum sempat ia sampaikan. "Aku sudah berhenti meminum pil sejak pekan lalu."

Aldebaran tertegun kala pengakuan itu terucapkan. "Kau melakukannya?" tanyanya, yang dibalas dengan anggukan pelan oleh Andin.

Satu keputusan yang telah disepakati oleh Andin dan Aldebaran di bulan pertama pernikahan adalah memutuskan untuk menunda kehamilan. Sebenarnya alasan dibalik itu adalah mereka ingin menikmati momen-momen berdua lebih lama. Selama itu pula baik Andin maupun Aldebaran mempersiapkan diri dan mentalnya untuk menjadi orang tua yang baik bagi anaknya kelak.

"Apakah pertimbanganku sudah tepat? Maaf aku tidak mengatakannya lebih dulu padamu."

"Aku sangat menghargainya jika kau sudah siap. Tapi jika memang belum, aku tidak mempermasalahkannya sedikit pun." Aldebaran menggenggam lembut kedua tangan wanita yang telah menemaninya selama dua tahun ini. "Tubuhmu adalah milikmu, kau berhak sepenuhnya. Ingatlah, aku menikahimu agar kita bisa menghabiskan hidup bersama."

Aldebaran memang tidak pernah memaksanya untuk segera memberikan keturunan. Namun, Andin yakin di hati kecil lelaki itu pasti mendambakan seorang anak yang kelak akan menjadi pewarisnya. Seperti yang pernah Aldebaran ucapkan padanya dulu, saat mereka membahas kontrak perjanjian Andin sebagai sekretaris. Adytama Corp akan jatuh ke tangan anak pertamanya.

"Terima kasih atas pengertianmu. Tapi, kurasa ini sudah waktunya kita untuk memikirkan hal itu. Kau pasti akan membutuhkannya untuk menggantikan posisimu di masa depan, bukan?"

"Aku tahu. Tapi jangan menjadikan hal itu sebagai tanggung jawabmu, sayang."

"Aku bersedia, Aldebaran."

Bergeming untuk beberapa saat, Aldebaran hanya ingin memastikannya sekali lagi. "Kau sungguh yakin?"

Andin melepas senyum seraya menyentuh tangan Aldebaran yang sedang menyapu halus pipinya. "Sangat yakin."

The HealerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang