You can find me on ;
@ainaaprl - instagram
@aaaaprl - twitter∞∞∞
Saat waktu menunjukkan pukul 07:30 pagi, Andin baru saja selesai membuat pancake untuk sarapan. Suara bel yang berbunyi menghentikan kegiatannya mencuci peralatan bekas pakai. Andin memberengut—siapa yang bertamu sepagi ini—di hari libur pula. Ia cepat-cepat membilas busa yang ada di tangannya.
"Joe?" Andin cukup terkejut menemukan pria gemulai itu muncul di depan pintu. "Tumben sekali kau kemari sepagi ini," tambahnya heran. Joe hanya menatap Andin datar, dengan raut wajah tidak bersahabat. Ucapannya pun di acuhkan.
"Ada apa dengan wajahmu?" tanya Andin bingung.
"Aku sedang kesal," jawab Joe singkat, lalu bergerak masuk ke dalam apartemen.
Andin bergegas menutup pintu untuk menyusul Joe. "Siapa yang membuatmu kesal?"
"Seorang wanita bernama Andin Abigail."
"Aku?" Andin mengernyit sembari menunjuk dirinya sendiri. "Memangnya aku melakukan kesalahan apa padamu?" tanyanya tidak mengerti.
"Kau menyembunyikan sesuatu dariku!" sentak Joe sinis.
Garis kerutan dalam muncul di kening Andin. "Menyembunyikan apa?"
Langkah Joe yang berhenti secara tiba-tiba cukup mengejutkan Andin. Pria gemulai itu berbalik arah, lalu mengarahkan ponselnya tepat di hadapan wajah Andin. Empat kata pertama dari apa yang terpampang di layar, sudah memberikan sebuah kesimpulan—pengakuan Aldebaran tadi malam menjelma menjadi perbincangan publik.
Joe menarik mudur ponselnya. "Jangan pura-pura bodoh, Andin. Sejak kapan kau menjadi kekasihnya?"
"Ah. I—itu..."
"Mengapa kau tidak bercerita padaku? Kau sudah tidak menganggap aku sahabatmu lagi?!" Joe mulai menumpahkan kekesalannya.
Gadis itu menggeleng cepat. "Bukan begitu, Joe." Andin menelan salivanya gugup. "Sebenarnya aku ingin menceritakannya padamu. Tapi aku menunggu waktu—"
Andin berhenti berbicara kala suara rendah seorang lelaki menggema di tengah ruangan.
"Andin?"
Gadis yang disebut namanya itu tersentak. Sesaat Joe yang menggeser badannya, kedua mata Andin membulat sempurna—begitu juga dengan Joe. Aldebaran berdiri tanpa dosa di depan kamarnya dengan piyama tidur dan rambut berantakannya.
Ya, Tuhan! Andin lupa jika Aldebaran masih berada satu atap dengannya. Semalam, selepas mereka menghadiri acara opera Aldebaran memaksa untuk menginap di apartemennya. Pria itu beralasan, tidurnya akan lebih nyenyak jika ditemani dirinya. Dan tentu saja itu hanya alibi.
"Tn. Adytama." Di balik keterkejutannya Joe tetap menyapa atasannya dengan sopan.
Kepala Aldebaran bergerak ke kanan. "Oh, sorry. Aku tidak tahu jika Andin sedang menerima tamu,"
"Maafkan aku menganggu pagi hari Anda, Sir. Aku hanya singgah sebentar," kata Joe mencoba tetap sadar—ia tak kuasa melihat rupa bangun tidur seorang dewa.
"Tak apa, lanjutkan saja. Aku akan menunggu di dalam," kata Aldebaran kemudian menghilang di balik pintu.
Delikan tajam yang mengarah padanya membuat Andin meringis. "Joe—"
"Kau tidur dengannya? Hubunganmu sudah sejauh ini dan aku tidak tahu apa-apa?!" lagi dan lagi rentetan pertanyaan Joe sodorkan, mencari tahu rahasia apalagi yang sudah Andin sembunyikan.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Healer
RomanceAldebaran Juan Adytama baru menunjukkan batang hidungnya setelah beberapa tahun tinggal di Amsterdam. Kepulangannya itu membawanya pada sebuah pertemuan tak sengaja dengan Andin Abigail, wanita yang saat itu tidak sadar menjatuhkan id cardnya tepat...