You can find me on ;
@ainaaprl - instagram
@aaaaprl - twitter∞∞∞
Langkah kaki Andin melebar dengan tangan kanan yang berusaha cepat bergerak agar sampai di atas nakas. Ponselnya yang berada disana sedari tadi berdering terus menerus, membuat Andin harus menyelesaikan mandinya dengan terburu-buru.
Berbagai umpatan yang awalnya gadis itu berikan untuk Aldebaran lenyap sudah ketika matanya membaca nama lain yang tidak ia duga. Andin terdiam untuk beberapa detik.
"Andin! Kenapa kau lama sekali menjawab panggilanku?!"
Andin yang mendapat kalimat pembuka dalam bentuk protes itu tersenyum kecil. Ternyata sudah lama ia tidak mendengar celotehan cerewet sahabatnya. "Aku baru selesai mandi, Bianca."
"Pantas saja!" Bianca mendengus sebal. "Kau juga! Mengapa tidak menghubungiku selama hampir tiga bulan, hah?! Kau sudah lupa denganku?!"
"Aku tidak mungkin melupakanmu, Bi. Akhir-akhir ini aku sangat sibuk. Aku benar-benar minta maaf," sesal Andin.
"Setidaknya berikan aku sebuah pesan. Jangan membuatku khawatir seperti ini. Aku takut terjadi sesuatu padamu dan aku tidak ada disana untuk membantumu," Bianca berkata terus-menerus hingga Andin tidak memiliki celah untuk menyela.
"Maafkan aku, Bi. Lain kali aku akan menyempatkan waktu untuk menghubungimu. Bagaimana kabarmu?"
"I'm good. Kau bagaimana? Kau baik-baik saja, 'kan?"
"Aku disini baik-baik saja,"
"Kau yakin?" tanya Bianca-belum percaya.
"Aku sungguh baik-baik saja, Bianca. Kau tidak perlu mengkhawatirkanku," tutur Andin meyakinkan sahabatnya.
"Syukurlah." Bianca menjeda. "Kau benar-benar tidak ingin kembali kesini? Aku harap kau tidak bosan mendapatkan pertanyaan yang satu ini setiap aku menghubungimu,"
Hening. Sampai detik ini, Andin tidak pernah berubah pikiran tentang hal itu. "Jawabanku masih sama seperti tahun-tahun yang lalu," balasnya pelan.
Bianca tahu ia akan kembali mendapat jawaban tidak. "Aku merindukanmu, Andin."
"Aku juga, Bi. Apa kau tidak memiliki rencana untuk datang kemari?" Andin pun sama rindunya, sebab sudah dua tahun mereka tidak bertemu.
"Sepertinya tidak dalam waktu dekat. Aku sedang mempersiapkan thesisku. Doakan aku, ya!"
"Kau pasti berhasil, Bi. Semangat!"
"Baiklah, aku akan menghubungimu lagi nanti. Bye, bestie!"
Helaan napas berat keluar dari bibir Anadin setelah memutus sambungan teleponnya. Sejujurnya Andin merindukan suasana rumah, tetapi terakhir kali ia pulang ke rumah yang ia dapatkan adalah luka. Dan semenjak itu Andin tidak ingin kembali.
Lamunan Andin buyar ketika mendengar teriakan seseorang dari dalam apartemennya. Dengan sigap ia berjalan menuju pintu lalu menguncinya sebelum terlambat. Benar saja, hanya selang dua detik terdengar suara ketukan dari luar.
"Andin? Apa kau di dalam?" Aldebaran sedikit berteriak. Satu bulan terlewati, berkunjung ke apartemen Andin adalah kegiatan rutin yang selalu ia lakukan-karena gadis itu menolak untuk tinggal di penthousenya.
Setiap pagi, Aldebaran akan datang ke apartemen Andin untuk menjemputnya. Lalu malam hari, mereka selalu makan malam bersama di penthouse Aldebaran. Dan kabar baiknya, sifat dan sikap Andin perlahan mulai mencair.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Healer
RomanceAldebaran Juan Adytama baru menunjukkan batang hidungnya setelah beberapa tahun tinggal di Amsterdam. Kepulangannya itu membawanya pada sebuah pertemuan tak sengaja dengan Andin Abigail, wanita yang saat itu tidak sadar menjatuhkan id cardnya tepat...