26

3.1K 449 84
                                    

You can find me on ;
@ainaaprl – instagram
@aaaaprl – twitter

∞∞∞

     Aldebaran terbangun di bawah gulungan selimut tebal berwarna abu-abu. Mengerjap beberapa kali untuk mengumpulkan seluruh kesadarannya sembari melirik jam digital yang berada di atas nakas. 

08:30

Pria tampan itu sedikit menunduk melihat Andin yang terlelap di pelukannya. Satu senyuman kembali terlepas saat sekilas memori tentang percintaan mereka tadi malam terbayang di kepala Aldebaran. Mengingat betapa sempurna dan indahnya penyatuan mereka beberapa saat yang lalu, membuat pagi ini Aldebaran terbangun dengan buncahan bahagia yang melutup-letup.

Selang beberapa detik Aldebaran mendengar gadis dalam dekapannya ini mengerang khas seseorang bangun tidur.

"Selamat pagi, sayang." Sapa Aldebaran begitu romantis.

Sayup-sayup Andin membuka matanya yang terasa berat. Aroma tubuh yang sepanjang malam ia nikmati pun menusuk indra penciumannya. Tubuhnya meremang bercampur merinding ketika merasakan sapuan hangat di punggung telanjangnya.

Gadis itu memberanikan diri untuk mendongak. Seketika manik cokelat gelap pria itu menyorotnya begitu lembut. Tenggorokan Andin terasa tercekat hingga tak mampu mengucapkan satu patah kata pun. Damn! Andin yakin sekarang pipinya sudah seperti kepiting rebus.

"Apa kau baik-baik saja? Apa aku menyakitimu?" tanya Aldebaran cemas saat gadis itu tak kunjung bersuara.

Andin menyadari diamnya adalah suatu bencana bagi pria di hadapannya. Dengan segera ia menggeleng cepat. "Tidak. Kau tidak menyakitiku sama sekali," Andin mengusap lembut rahang pria itu, sudut bibirnya tertarik kecil memberi keyakinan serta meredam ketakutan Aldebaran.

Meskipun raut kelegaan sudah di dapatkan, namun Aldebaran masih belum tenang. Mengingat semalam ia begitu sulit untuk mengontrol dirinya yang dipenuhi gairah. Semua yang menyangkut gadis itu selalu berhasil membuat Aldebaran hilang kendali.

"Tidak ada yang perlu kau cemaskan," gumam Andin sekali lagi.

Mereka saling mengunci pergerakan iris masing-masing. Kuasa Aldebaran menjauhi punggung gadis itu, mengambil alih tangan Andin lalu meletakkannya ke dada bagian kiri. Seakan memberi isyarat pada gadis cantik itu untuk merasakan debaran jantungnya yang sangat keras.

Hingga akhirnya lelaki dengan marga Adytama itu mengucapkan dua kata yang berasal dari lubuk hatinya yang terdalam. "Aku mencintaimu."

Gadis itu bergeming. Andin tak menyangka jika kalimat idaman itu akan keluar secepat ini. Bahkan ia yang sudah meyakinkan dirinya pun belum cukup berani untuk mengutarakannya. Andin membenamkan wajahnya kembali—bersembunyi di dada bidang lelaki yang sedang mengharapkan perasaannya.

Matanya terpejam dalam, benaknya terus menggumamkan kata maaf akan sikapnya yang kekanak-kanakan. Bukan bermaksud meremehkan, hanya Andin yang terlalu takut untuk mengungkapkannya. Ia butuh waktu, meskipun apa yang mereka lakukan semalam telah membuktikan semuanya.

"Aku akan menyiapkan air hangat," Aldebaran beranjak dari tempat tidur, memungut celana pendeknya yang tergeletak di lantai lalu memakainya.

Hati Andin mencelos ketika pria itu meninggalkannya begitu saja. Andin menegakkan badannya di kasur tanpa melepas pegangannya pada selimut yang menutupi tubuh polosnya. Menatap nanar punggung kokoh Aldebaran yang menghilang di balik pintu kamar mandi.

Sesaat pria itu kembali, Aldebaran menggendongnya dalam kebisuan. Ketika sebagian tubuh Andin telah masuk ke dalam air hangat yang dipenuhi kelopak mawar, pandangannya tak berpaling dari wajah dingin Aldebaran yang sudah lama tak pernah ia lihat.

The HealerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang