47

1.5K 317 78
                                    

You can find me on ;
@ainaaprl - instagram
@aaaaprl - twitter

∞∞∞

     Tautan manik kedua insan tersebut masih berada pada satu garis lurus setelah Andin mengakui perasaannya. Tak ada lagi celah untuk menyembunyikan kekaguman yang Andin pendam sampai sejauh ini. "Kini aku telah mengungkapkan yang sejujurnya. Lalu, apa yang akan kau lakukan?"

"Aku tak mampu mendeskripsikannya selain dengan bersyukur dan berterima kasih, karena akhirnya penantianku terkabulkan." Kesabaran Aldebaran selama ini tak berujung sia-sia.

"Kuakui kau berhasil meluluhkanku dengan segala usaha dan kesetiaanmu."

Senyuman hangat Aldebaran sematkan seraya menggenggam tangan Andin. "Kau sudah menjadi pilihanku sejak awal. Maka kupastikan kau akan selalu kupertahankan."

"Kau meyakinkanku jika masa depan akan baik-baik saja. Berkatmu juga aku percaya dengan adanya pelangi setelah hujan. Aku berharap keindahan itu selalu hadir di setiap hari-hari kita."

Aldebaran bergeming sejenak dengan sedikit keterkejutannya dari apa yang baru saja ia dengar. "Aku terharu mendengar kata-kata manismu." Benar saja, pernyataannya berhasil menciptakan rona kemerahan di kedua pipi kekasihnya.

Aldebaran pun terkekeh kecil seraya mengusap lembut puncak kepala Andin. Selang beberapa saat, terdengar satu notifikasi pesan masuk dari ponsel Aldebaran yang berada di atas nakas.

Ada sesuatu yang menarik atensi Andin kala mendapati perubahan ekspresi yang lelaki itu tunjukkan. "Apa yang sedang kau lihat?"

Aldebaran menyodorkan layar ponselnya yang terdapat potret Kevin yang tengah tersenyum sumringah ke arah kamera dengan sebuah kotak besar di sisinya. "Kevin sudah menerima hadiah dariku. Lihatlah, tingkahnya. Dia benar-benar menggemaskan."

Melirik sekilas foto sang adik, perhatian Andin kembali tertuju pada wajah Aldebaran yang tampak sangat antusias. "Sepertinya kau senang sekali memberikannya hadiah."

Aldebaran mengedikkan bahunya. "Entahlah. Karena aku tidak mempunyai adik laki-laki jadi aku sudah menganggapnya seperti adikku sendiri."

"Kau benar."

Setelah membalas pesannya, Aldebaran mengembalikan benda pipih itu ke tempat semula. Lalu sorot mata Aldebaran balik terarah pada wanita di hadapannya. "Apakah hari ini kau memiliki janji dengan seseorang?"

Andin berpikir sejenak lalu menjawab, "Tidak ada. Mengapa?"

"Aku ingin mengajakmu ke suatu tempat."

Jika Andin bertanya lebih jauh, lelaki itu pasti takkan memberi tahunya. "Rahasia?"

"Tentu saja. Tempat ini berada cukup jauh dari kota, aku yakin kau akan menyukainya." Aldebaran memberi jaminan jika tempat yang akan mereka kunjungi takkan mengecewakan.

Andin pun menyetujuinya. "Baiklah, aku akan bersiap."

"Jangan terlalu lama, aku menunggumu di meja makan."

"Hanya sebentar, mungkin kurang dari tiga puluh menit."

"Intinya aku tidak akan memulai sarapan jika kau belum tiba."

"Ya, sayang. Jika kau tak kunjung pergi, aku tidak akan selesai dengan cepat."

Aldebaran nyaris tersedak salivanya sendiri ketika Andin memanggilnya dengan sebutan sayang. Sial, mengapa sekarang berbalik dirinya yang menjadi salah tingkah. Aldebaran berdehem pelan lalu berucap, "Kalau begitu cepatlah masuk kamar mandi."

Namun ketika pria itu hendak bangkit, Andin justru menahan pergelangan tangan Aldebaran hingga kembali terduduk. "Hei, kau melupakan sesuatu."

"Apa?"

The HealerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang