25

3.4K 463 128
                                    

You can find me on ;
@ainaaprl – instagram
@aaaaprl – twitter

∞∞∞

Auckland, New Zealand
Aldebaran's Villa—23:30

Setelah burung besi itu mendarat sempurna di Auckland Airport, mereka kembali melanjutkan perjalanan darat selama hampir dua jam untuk akhirnya tiba di salah satu villa milik Aldebaran

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Setelah burung besi itu mendarat sempurna di Auckland Airport, mereka kembali melanjutkan perjalanan darat selama hampir dua jam untuk akhirnya tiba di salah satu villa milik Aldebaran. Andin yang sudah siuman sejak mereka masih di atas awan, hingga detik ini belum mengeluarkan satu patah kata pun. Gadis itu seakan tidak peduli kemana dirinya akan dibawa pergi.

Aldebaran berbaring miring, punggung telunjuknya terangkat membelai lembut pipi mulus Andin—menelusuri jejak air mata yang tersisa. Tak disangka usapan itu membuat kelopak mata gadis itu terbuka. Iris cokelat terang itu kini dipenuhi kerapuhan yang begitu nyata.

"You will be okay," gumam Aldebaran berbisik.

Tanpa balasan Andin berbalik—memunggunginya. Sepersekian detik kemudian, Aldebaran bisa merasakan bahu gadis itu bergetar. Andin kembali menangis, tanpa suara. Refleks, Aldebaran melebarkan tangannya untuk merengkuh tubuh mungil milik Andin. Menenangkannya dengan sebuah kehangatan. Dan Aldebaran terjaga sampai gadis itu kembali terlelap.

Keesokan harinya, Aldebaran masuk ke dalam kamar dengan sebuah tray berisi cream soup dan garlic bread. Netranya memerhatikan Andin yang sedang duduk termenung. Gadis galak yang Aldebaran kenal mendadak lenyap, berganti dengan sosok asing yang tak ia kenali. Sungguh pemandangan yang memprihatinkan. 

Menarik napas panjang, Aldebaran mengambil langkah mendekat. "Sayang...." Panggil Aldebaran penuh perhatian seraya mendudukkan badannya di tepi ranjang. "Sarapan dulu, ya." 

Gadis di hadapannya tetap tidak memberikan respon walau sendok yang Aldebaran sodorkan sudah menggantung di depan mulut Andin. "Kau belum memakan apapun sejak kemarin sore," nada suaranya penuh kesabaran. "Sedikit saja, ya." Aldebaran memohon. Setelah kalimat itu bola mata Andin bergerak ke arahnya. Tanpa kalimat penolakan seperti yang sering Aldebaran dapatkan, gadis itu bersedia menurut dengan memakan sup krim dari suapannya.

Sepanjang hari tak ada hal lain yang Aldebaran lakukan selain duduk diam mendampingi gadis murung yang tak kunjung bersuara. Untuk hari pertama Aldebaran masih memaklumi, akan tetapi di hari kedua ia merasa tak suka terus diabaikan seperti ini. Bahkan sampai hari ketiga mereka di Auckland, keberadaan Aldebaran sama sekali tidak dianggap oleh Andin meskipun setiap saat ia selalu berada di samping gadis itu.

Dan kali ini Aldebaran memutuskan untuk berjongkok di depan gadis itu—mengulang adegan persis seperti tempo hari saat mereka berada di mansion keluarga Adytama. "Lihat aku, Andin." Tutur Aldebaran saat gadis itu masih enggan menatapnya.

"Kau tidak bisa terus mengabaikanku, Andin Abigail." Untuk kesekian kalinya, Aldebaran kembali dicampakkan. "Aku mengerti kau sedang marah dengan keadaan. Tapi kehadiranku di sini ada untuk menemanimu melewati semuanya."

The HealerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang