49. Operasi

51 10 2
                                    

Happy Reading!




"Aku tidak mau kalian menangis karena ku."

~Acha

Hari yang ditunggu-tunggu pun tiba. Hari dimana Acha akan melakukan operasi pengangkatan kankernya.

Pandangan Acha kosong menatap ruangan yang ia tempati. Ruangan serba putih dengan aroma khas obat, membuatnya gelisah. Bagaimana jika nyawanya tak terselamatkan? Bagaimana jika dia koma bertahun-tahun? Bagaimana jika cita-citanya tak tercapai?

Akh! Sialan!

Suara decitan pintu membuat lamunan Acha buyar. Seorang dokter datang dan langsung memeriksa kondisi Acha.

"Dokter Raisa mana?" tanya Acha.

"Dokter Raisa sudah ada diruangan operasi." jawab Dokter tersebut.

Setelah selesai memeriksa tekanan darah Acha, dokter tersebut keluar dari ruangan.

Acha kembali menghela napas secara kasar. Ia gugup. Ia takut. Semuanya sudah campur aduk. Acha gelisah. Kepalanya mulai mengeluarkan peluh, seperti orang yang habis lari marathon. Tangannya menggenggam kuat selimutnya.

"Sakit..."

Lagi. Suara decitan pintu terbuka, membuat Acha kembali merilekskan dirinya. Sakit. Tubuhnya masih sakit.

"Gimana keadaan lo?" tanya Prilly. Ditangannya sudah ada dua kantung nasi bungkus. Untuk persiapan saat dia kelaparan nanti.

"Baik." balas Acha.

"Lo udah siap? Sejam lagi lo dipindahin keruangan operasi." ucap Prilly.

Acha menghembuskan napasnya kasar. "Siap gak siap, gue harus jalanin ini semua demi kesembuhan gue."

"Bagus." ujar Prilly seraya mengambil bubur Acha yang ditaruh diatas nakas.

"Makan dulu gih. Ntar lapar lagi." Prilly menyodorkan sesendok bubur.

Raut wajah Acha seketika berubah drastis. Ia memalingkan wajahnya. Membuat Prilly sendiri kebingungan.

"Makan anjir! Jangan kayak anak kecil bangcat!" sungut Prilly.

"Bubur dari rumah sakit tuh hambar tau! Gue gak suka..." tolak Acha.

"Mak-"

Ucapan Prilly terhenti saat suara decitan pintu berbunyi, menandakan seseorang memasuki ruang rawat itu. Keduanya menoleh kearah pintu. Dan benar saja diambang pintu sudah ada dokter Raisa dengan senyumannya.

"Acha, kamu sudah siap?" tanya Dokter Raisa seraya mendekati brankar Acha.

"S-siap dok." jawab Acha masih ragu.

Tangan dokter Raisa naik mengusap lembut rambut Acha. "Jangan takut, semua akan baik-baik saja."

Pandangan dokter Raisa tertuju pada semangkuk bubur ditangan Prilly. "Bubur itu untuk Acha?"

Prilly mengangguk.

Dokter Raisa mengambil ahli semangkuk bubur itu. Awalnya Prilly menolak untuk memberikannya, namun akhirnya ia berikan juga.

ACHA [END✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang