47. Mental yang tidak baik-baik saja

48 11 0
                                    

Happy Reading



"Maaf jika perpisahan ini, membuat mu hancur."

~David

Acha terdiam didepan cermin besar dikamar. Memperhatikan dirinya tanpa tersenyum sedikit pun. Ia menoleh kearah jendela yang menampilkan indahnya kota Jakarta.

Semalam, saat ia pulang dari cafe itu, ia sama sekali tak ingin berbicara apapun dengan Prilly. Sudah berkali-kali Prilly bertanya keadaannya ia hanya menjawab bahwa ia baik-baik saja.

Acha berbohong. Yang sebenarnya, hati dan dirinya sakit. Ia sudah capek dengan kehidupannya ini. Takdir begitu kejam kepadanya. Membiarkan Acha kesakitan, menderita, dan sengsara. Acha hanya bisa mengeluh dalam hati, tidak ada niatan untuk memberi tahu siapa pun tentang semua ini.

Beberapa hari yang lalu. Acha sempat mengiris lengannya hingga mengeluarkan banyak darah. Saat itu, Prilly sedang tak berada dirumah. Tidak ada yang memgetahui betapa depresinya Acha. Setelah Papa nya meninggal dan setelah Dinda mengusirnya. Hidupnya terasa sudah tidak berarti.

"Pah, Acha kangen..."

"Acha mau ikut sama Papa..."

Ia meringkuk dipojok kamar. Memeluk lututnya dan kepala ia sembunyikan diantara lutut. Acha meringis. Saat kuku nya mencakar lututnya. Bukannya memindahkan jarinya, Acha malah memperdalam genggaman dilututnya. Membiarkan lututnya terluka. Darah segar mengalir turun hingga kelantai.

Tangannya naik mengacak-acak rambutnya. Lalu setelah itu ia menariknya dengan frustasi. Acha menendang-nendang dinding sambil terus menangis.

"AKHHH!!!"

Acha berjalan dengan berpegangan didinding menuju kamar mandi. Perlahan ia masuk. Penglihatannya buram.

Ia menyalakan shower. Mendudukkan dirinya dibawah guyuran air shower dan kembali menangis. Wajahnya naik menatap air yang jatuh itu. Acha tertawa miris.

"Gue udah gila. Bisa-bisanya gue nyakitin diri sendiri hanya karena keluarga gue yang memang gak pernah ngertiin hati gue sendiri." ucapnya diselingi tawa.

"Inikan yang mereka mau? Ngebuat gue gila. Kan?".

"Mama dulu katanya jagain gue. Dia gak mau gue terluka sedikitpun. Tapi apa? Sekarang dia bikin gue terluka. Ditubuh ini banyak bekas luka akibat pukulannya. Ini yang dinamakan sayang sama anak?"

"Papa ninggalin gue karena gue gak berguna juga kan? Papa pilih kasih sama gue. Dia lebih mentingin keluarganya dari pada gue. Sama aja dengan Mama."

"Kalian berdua kenapa sih?! Acha anak kalian kan? Tapi kenapa kalian nelantarin Acha kayak gini?"

"ARGHHHH!!"

"ACHA BENCI SAMA MAMA PAPA!!"

"ACHA BENCI SAMA PENYAKIT INI!"

"ACHA BENCI!!"

"ARGHH!!"

Acha sudah capek. Ini semua tidak adil baginya. Beberapa saat kemudian, ia kehilangan kesadaran. Dengan posisi bersandar didinding kamar mandi dibawah guyuran air.

ACHA [END✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang