33. Pergi Tanpa Pamit

36 13 0
                                    

Happy Reading!

Acha berjalan cepat melewati koridor rumah sakit. Setelah menemukan ruangan Papa nya, ia segera masuk. Langkahnya terhenti saat melihat seorang dokter yang menutup wajah Papa nya menggunakan kain putih.

Acha menggeleng, ia masih tidak percaya. Ia berlari mendekati brankar Papa nya, Acha menangis sejadi-jadinya. Tidak dapat menerima semua alur takdir. Semua ini begitu cepat.

Satu impiannya untuk membahagiakan Papa nya harus terhenti. Ini benar-benar seperti mimpi buruk. Acha memeluk erat jasad Papa nya. Merasakan dinginnya suhu tubuh orangtuanya itu.

"Pah, bangun, Acha disini masih butuh Papa." ucapnya sambil terus menggoyangkan lengan Rey.

Prilly terkejut dengan apa yang ia lihat. Dengan cepat ia menghampiri Acha, mencoba untuk menegarkan hati sahabatnya yang sudah sangat hancur itu.

"Cha, ikhlas Cha, ikhlas. Ikhlasin bokap lo pergi. Jangan gini, kasian bokap lo."

Acha menggeleng, "Nggak, Papa nggak boleh pergi. Acha belum bikin Papa bahagia."

"Cha, jangan gini. Nanti arwah bokap lo nggak tenang kalau lo belum ikhlasin kepergiannya." Prilly terus membujuk Acha agar dia mau mengikhlaskan Rey. Bagaimanapun semua sudah terlambat.

Acha menatap sendu wajah Papa nya yang terlihat damai dalam tidurnya. "Chaca masih nggak percaya Papa bakal pergi secepat ini. Papa bohong! Papa bilang mau nemenin Chaca nanti kalau Chaca lulus. Tapi apa? Papa malah pergi, Papa pergi tanpa pamit sama Chaca."

"Papa yang tenang disana, harus rajin mampir dimimpi Chaca. Chaca bakal kangen sama suara Papa. Maafin Chaca yang belum bisa bahagiain Papa. Chaca janji bakal jadi anak yang baik seperti kata Papa dulu. Hati-hati disana Pah." lanjutnya seraya tersenyum simpul.

Perawat mulai mendorong ranjang Rey, membawa jasadnya menuju kamar mayat.

Acha terduduk dikursi tunggu, ditemani Prilly yang masih setia mengusap punggung Acha. Tatapan Acha turun menatap fotonya bersama Rey. Sangat sakit jika mengingat banyak kenangan yang ia simpan bersama Papanya.

Stella menghampiri Acha. "Gue minta maaf nggak ngasih tau lo soal penyakit Papa. Sebenarnya gue mau kasih tau, tapi Papa bilang jangan."

"Lo kenapa sih, nggak bilang kalau Papa punya penyakit jantung?"

"Papa ngelarang buat ngasih tau."

"Semuanya udah terlambat, nggak usah dipermasalahin lagi, bokap kaliam udah tenang disana." sahut Prilly.

"Kita berdoa aja, semoga Papa dilapangkan kuburnya dan terima disisi Allah. Aminnn..." lanjut Acha.

Stella memeluk erat Acha, ia menangis dalam pelukan itu. Acha hanya tersenyum seraya membalas pelukan Stella. Mencoba tegar dihadapan semua orang is another level of pain.

"Gue masih nggak percaya," lirih Stella.

"Sama." balas Acha seraya melepas pelukannya.

Acha bangkit dari duduknya, berjalan masuk kedalam ruang mayat. Ia memperhatikan sekeliling, dengan susah payah ia menelan air ludahnya, saat melihat beberapa jasad didalam.

ACHA [END✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang