47. Salah Paham

12 9 68
                                    

47

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

47. SALAM PAHAM

Usai penjelasan Monica pasal Nathan yang udah sembarangan masuk ke rumah, Tobias tidak lansung menceramahi Monica.

Dia mendorong kasar Nathan ke ruang tamu dengan pistol yang masih mengarah ke kepala Nathan, agar cowok itu tidak bisa melawannya. Tapi agaknya Monica tidak tega melihat temannya diperlakukan seperti itu, jadinya gadis itu terus melakukan hal-hal yang membuat Tobias mengulur waktu. Seperti menyuruh cowok itu mandi, makan malam, menonton hingga jam menunjuk pukul delapan.

Tobias kehabisan kesabaran, seketika dia memandangi Nathan yang duduk di kursi meja makan. Nathan bungkam seribu bahasa ketika Tobias menilik mengintimidasi.

"Nathan temen gue. Dia bukan orang jahat," ucap Monica sambil memasukkan kedua tangan di saku celana. Tobias berkacak pinggang lalu menghela.

Monica terdiam lagi. Ia berpikir dulu sebelum bicara kembali. "Gue salah ya?"

Tatapan Tobias kali ini membuat jantung Monica berpacu cepat. Ibarat ikan mental ke daratan, bergerak cepat tidak bisa diam.

Lalu Tobias terkekeh kecil. "Nggak. Lo nggak salah."

"Terus?"

"Lo bego."

Oke, gue tau gue salah. Tapi ayolah, kenapa masalah sepele seperti ini harus diribetin sih? batin Monica. Alih-alih takut menunduk seperti istri lagi dimarahin sang suami, Monica kembali berusara dengan dagu dinaikkan.

"Itu pistol bisa ditaro dulu, kan?"

"Lo sebagai penumpang harusnya tau diri biar gak sembarangan orang masuk ke rumah gue. Gimana kalo ada orang jahat? Ngerti nggak lo?"

Monica kehilangan kata-kata mendengar suara Tobias yang meninggi.

"Pistol," tegur Monica begitu Tobias masih mengarahkan pistol ke kepala Nathan. Menempelkan ujungnya ke rambut cowok itu. Monica kembali diam kendati tidak setuju dengan perlakuan Tobias yang menurutnya begitu kasar.

"Lo temennya?"

Nathan mengangkuk. "Iya. Gue nggak ada niatan jahat ke dia."

Monica menarik senyum singkat. "Dengerin tuh."

"Oke." Tobias mendengus, namun tidak menurunkan pistolnya. Ia melototinya lagi. "Lo bukan pacarnya, kan?"

"Pacar?" Nathan mengerjap polos, dia benar-benar tidak mengerti apa pun yang Tobias ucapkan tadi, dia juga bingung kenapa Tobias nanya itu.

Tobias meneguk ludah, hilang kata-kata mendengar pertanyaan Nathan yang tak berdosa. Tidak tahu harus menjawab apa, Tobias melempar tanya itu pada Monica. "Jawab, Mon."

"Lah kok gue?"

"Lo kan temennya," celetuk Tobias tidak mau kalah.

"Lo di depan orangnya ya lo tanya lansung dong!"

"Lo berdua pacaran?

Tobias dan Monica saling pandang, sedangkan Nathan jadi kepo.

"Kalian pacaran?"

"NGGAK!" Tobias dan Monica menjawab bersamaan. Mereka lansung melempar tatapan sinis.

"Santai aja dong jawabnya..."

Tawa Monica nyaris pecah mendengar itu, sedangkan Tobias buru-buru melepas pandangannya dari Monica.

"Kita nggak pacaran. Meskipun kita tinggal satu rumah, gue sama Tobias nggak pernah ngelakuin..."Sekarang Monica menutup mulut karena kalimatnya yang terdengar aneh. Tobias mengulum senyum, Nathan mengerjap pelan. "Ma-maksud gue bukan gitu—ah udah lah jelasin Tob gue mau keluar bentar."

Sebenarnya itu hanya alasan Monica saja agar tidak mau menjelaskan mereka pacaran atau tidak pada Nathan. Cewek itu mengambil kripik yang tergeletak di sofa lalu keluar begitu saja meninggalkan Tobias bersama Nathan yang mengerutkan kening.

"Lo mo mana?" tanya Tobias.

"Nggak tau. Lo berdua suka nggak jelas!" Monica membentak. Dia tidak suka perasaan ini. Situasi ini.

"Lo sama Monica pacaran?"

Sekarang giliran Tobias yang termangu sembari mengulum bibir beberapa lama. Akhirnya dia memutuskan untuk mengabaikan tanya Nathan dan memilih duduk di depan televisi juga mengganti saluran hingga menemukan sinetron yang Tobias sukai. Nathan masih ingin bertanya, tetapi dia urungkan karena sepertinya jawaban tak akan didapatkan dari sang pemilik rumah.

Waktu terus berlalu, Nathan kembali pulang, terhitung sudah satu jam Monica pergi. Di luar mendung yang tak lama berubah menjadi hujan lebat. Tobias mulai menguap, kentara jika cowok itu mengantuk. Benar saja, tak lebih dari lima menit dia terlelap di atas bantal kamar.

Belum juga ia lama tidur, lampu mendadak padam. Ruangan seketika kelam. Tobias terbangun lagi dengan kondisi setengah sadar. Hanya ada kilat yang sesekali berkelabat di langit. Tobias berjalan keluar kamar, mau minum, lalu tidur lagi.

Cowok itu melangkah pelan dan menemukan Monica tertidur di atas sofa di depan televisi yang masih menampilkan acara komedi.

Beberapa lama memandangi gadis itu, Tobias meneguk saliva, lantas memberanikan diri untuk menepuk bahu Monica.

"Mon, jangan tidur di sini. Gue kan udah bilang lo tidur di kamar tamu."

Agaknya Monica terlalu pulas sampai tidak mengubris sama sekali.

"Mon? Mon-mon?" Tetap sama, gadis itu mendengkur keras ketika Tobias memanggilnya. Napasnya berembus teratur dan menjadikan tangannya sebagai bantal.

Tobias menyerah, dia menghela pasrah. Setelah beranjak ke kamar dan kembali dengan selimut dan bantal.

Ia memandang Monica lagi sembari mengumpulkan nyali untuk melangkah lebih dekat. Tobias menarik napas sekali, lantas berjongkok di belakang punggung gadis yang tertidur pulas itu.

"Ngorok lo brisik banget sih," gumam Tobias seraya mengangkat kepala Monica untuk menyangganya dengan bantal.

Tangannya mengusap lembut kepala gadis itu. Di saat yang sama ia bergumam,

"Mimpi indah, Mon."

💀TO BE CONTINUED💀

THE GOLDEN TEENAGERS [PART 3&4]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang