19. Bazar Sekolah

8 7 77
                                    

19. BAZAR SEKOLAH

Gema tidak pernah merasa setegang ini dalam hidupnya. Bahkan ketika dia dipanggil ke ruang kepala sekolah sekalipun, dia tidak pernah menunjukkan sikap duduk sekaku patung batu.

Berbeda sekarang. Di hadapan cowok tinggi berwajah menyeramkan itu, Gema duduk dengan punggung setegang papan kayu. Kedua tangannya saling terkait, tersimpan di depan perut. Kepalanya tertunduk sementara matanya menusuk ubin putih yang dingin. Rasanya dia adalah terdakwa yang tengah menghadapi tatapan penghakiman dari hakim senior.

"Jadi, siapa tadi nama lo? Ge—moi?"

"Gema." Gema menjawab takut-takut. Awalnya dia sempat santai karena Dylan sibuk mengobati luka Kayla. Namun ketika dia turut datang, entah kenapa, ada sensasi mistis yang mendirikan bulu kuduk. Seolah cowok bernama Dylan itu adalah keturunan lansung dari Nyi Roro Kidul.

"Gemoi Sendawa?"

"Gema Sandawa." Gema mengoreksi, namun Dylan mengabaikannya dan kembali menatap Gema yang kian pucat pasi.

Dylan malah terkekeh. "Yealah, tong. Gue nggak bakal makan lo. Kenapa mesti lo takut sih?"

"..."

"Jadi gini Gemoi," Dylan mengawali, membuat nyali Gema kian menipis. "Menurut lo, gue itu gimana?"

Gemo—eh maksudnya Gema—mengangkat wajahnya sedikit. "Maksudnya?"

Dylan membukan snapback hitam yang sejak tadi bertengger di atas kepalanya, kemudian memasang pose cool serupa bintang iklan sabun pencuci wajah pria yang sering wara-wiri di televisi. "Lo kenal gue gak?"

"Enggak."

"Siapa gue?"

"Saya enggak tahu," ucap Gema dengan ragu. "Saya juga nggak mau tau..."

"Brengsek, tapi yaudah lah. Menurut lo, penampilan gue gimana?"

"Apaan sih abang!" Dara memotong dengan kesal, membuat Gema menelan ludah sementara Dylan membuang napas kecewa.

"Jangan serius-serius amat napa, Cil. Lo nggak lihat ini anak udah hampir ngompol di celana gara-gara kesangaran gue?"

"Jangan panggil aku Cil!"

"Lah, lo kan masih bocil." Dylan terkekeh.

Dara melotot sebentar pada kakak laki-lakinya.

Dylan lalu memutuskan untuk mengabaikan adiknya. Matanya kembali jatuh pada Gema. "Apa hubungan lo sama Kayla?"

"Hng... saya... enggak bisa kasih tahu."

Detik berikutnya, Gema hampir terlompat dari tempat duduk karena Dylan menggebrak meja.

"LO BILANG LO NGGAK MAU KASIH TAHU?!!"

Muka Gema praktis dibuat pucat pasi. "S-sori, ini privasi."

"Kalau lo nggak kasih tahu, gue nggak akan biarin lo pergi dari ini!" Dylan melotot, membuat Gema merasa nyawanya hampir ditarik ke ubun-ubun.

"S—saya ada urusan pribadi sama Kayla."

"Urusan apa?"

"Santai, Bang. Kalau sofa ruang tamu basah karna ompol, kita berdua bisa nggak diaku anak sama Bunda," Dara menimpali santai, sementara Dylan menyipitkan mata penuh prasangka pada Gema.

"Diem!"

Dylan mungkin saja sudah melanjutkan wawancara bernada kerasnya dengan Gema kalau sebuah suara tidak tiba-tiba terdengar, membuat ketiga orang itu kompak tertoleh pada satu arah. Kayla berdiri di sana, berkacak pinggang dan menatap galak pada Dylan. Lalu pandangan matanya menemukan Gema yang pucat, dan wajahnya lansung menunjukkan belas kasih yang sangat kentara.

THE GOLDEN TEENAGERS [PART 3&4]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang