29. Menjelang Ulang Tahun Tamara

13 7 30
                                    

"Kalau boleh jujur." Ibu Dylan mengakui. "Kebanyakan cerita Dylan tentang kamu selalu baik. Kamu selalu diomongin sama dia, setiap kali Bunda iseng nanyain ada cewek nggak yang naksir kamu, dan jawabannya selalu sama. Kayla. Well, kamu perempuan yang rapi. Saya suka pribadi yang rapi. Bukan untuk bunda lho, tapi buat anak Bunda. Dylan itu... jujur saja, dia tipe cowok yang berantakan."

Ibu Dylan pasti seseorang yang luar biasa jujur, itu penilaian Kayla. Tawanya renyah dan tulus.

"Bunda harap, kamu bisa jadi teman yang baik buat Dylan. Anak itu suka banget bawa cewek baru ke rumah."

Kayla hanya mendengarkan.

"Tapi akhir-akhir ini udah enggak. Mungkin karena kamu kali ya. Kamu membawa pengaruh baik buat Dylan, dan Bunda seneng dengernya."

Kayla tidak tahu harus menjawab apa. Dia hanya bisa memamerkan senyum canggung hingga deretan tinggi gigi-giginya yang putih terlihat. Untunglah, Bunda selalu mencairkan suasana.

"Kamu udah makan, Nak?"

"Udah kok, Tante." Makan angin sih sebenarnya. "Aku udah makan. Makasih, Tante."

"Oh iya, kalau kamu laper, Tante udah siapin nugget di meja. Nggak pa-pa diabisin aja. Dara udah makan tadi di tempat les-nya. Dylan? Yeah, dia bisa cari makan sendiri."

Kayla hanya terkekeh.

"Kalau kamu butuh apa-apa, panggil Tante aja ya. Tante mau mandi dulu. Udah baru keringet nih..." Bunda tersenyum sembari beranjak ke lantai atas, meninggalkan Kayla duduk di sofa ruang tamu sendirian.

༻❁༺

Ketika Kayla siap untuk pulang, suara Dylan menghentikan langkahnya.

"Gue anterin," ucap Dylan sambil turun dari tangga.

Itu bukan pertanyaan. Itu paksaan.

Tapi serius deh, kata-kata itu membuat Kayla lansung kaget.

"Kenapa kaget gitu?" Dylan memakai jaket kulit berwarna hitam yang digantung di belakang pintu. Memandang Kayla dengan ekspresi geli. Lalu menjentikkan jari di depan wajah gadis itu. "Hey."

"Eh?" Kayla geleng-geleng kepala. "Bukannya kamu sakit?"

"Udah sembuh."

"Cepet banget."

"Iya, soalnya dokternya manis. Jadi cepet sembuh." Dylan mengedipkan mata. Lagi-lagi dia menggoda Kayla.

Mukanya pasti merah. Dia berdiri dan berusaha untuk tidak tersenyum. Cowok itu memandangnya.

"Beneran mau anterin? Nanti kamu malah pingsan di jalan," kata Kayla, khawatir. Sedikit.

"Kan nanti ada yang nolongin."

"Siapa?"

"Lo."

Kayla mendengus. "Iya, aku seret."

"Jahat banget. Makin suka deh." Dengan gerakan cepat, Dylan mencubit pipi Kayla, lalu pergi ke luar rumah, tidak mau melihat reaksi gadis itu. Yang pasti, Kayla betul-betul menjadi salah tingkah. Tidak tau harus gimana.

Dengan perasaan bimbang, Kayla naik ke jok belakang motor. Lalu memandangi punggung cowok itu dengan senyum malu-malu.

"Pegangan."

THE GOLDEN TEENAGERS [PART 3&4]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang