42. Tidak Sendirian Lagi

15 9 104
                                    

"Takutlah sama Tuhan dan orangtuamu. Selain itu, ratakan."—Monica Rain

"—Monica Rain

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

42. TIDAK SENDIRIAN LAGI

Tobias sialan.

Berani-beraninya dia menjebak Monica menonton film tentang anak perempuan malang yang difitnah dan dikejar-kejar seluruh pasukan, kekasih dan teman-temannya dibakar, sementara dia bertarung melawan musuh.

Saking merasa senasib sepenanggungan, air mata Monica bercucuran tanpa bisa ditahan lagi. Dia menatap sepanjang malam bersama tokoh utama dari film itu, dan tahu-tahu saja, pagi ini dia terbangun dengan mata bengkak. Shit. Kalau begini sih dia tidak perlu lagi menyamar seperti premana lagi. Kelopak matanya yang membengkak sebesar bola tenis membuatnya tidak mirip Monica Rain, melainkan Garfield si kucing oranye yang jail banget, hanya saja tidak lucu dan tidak terkenal.

Eh, salah deh. Sekarang Monica terkenal. Meski sebagai buronan.

Pokoknya, tampang dia sekarang amburadul banget. Di tambah lagi dia tetap sajq dihantui mimpi buruk, padahal waktu tidurnya sangat singkat. Bisa dibilang saat ini tampangnya sangat tidak enak dilihat.

"Good morning."

Monica menoleh. Tobias berdiri di belakang, bersandar pada tembok.

"Kayaknya muka lo hari ini beda dari biasanya, Mon." Tobias berkomentar saat melihat wajah gadis itu.

"Cakep."

Monica membuka mulutnya, siap mendebatnya, tapi lagi-lagi tak ada kata yang bisa keluar. Buset, hanya gara-gara secuil pujian kosong, hatinya jadi lemah. Ternyata, jauh di dalam hatinya, Monica masih seorang cewek juga.

"Nggak usah banyak bacot," gerutu Monica sambil mengoleskan odol pada sikat gigi yang baru saja dia buka tadi malam. "Mood gue lagi jelek hari ini, tau?"

"Memangnya mood gue bagus?" tanya Tobias balik, sambil memukul-mukul punggungnya sendiri. "Sofa ini keras banget. Gue bakal komplen ke bokap secepatnya."

Haha, batin Monica. Tadi malam Tobias tidur di sofa. Katanya, dia tidak mau meninggalkan Monica seorang diri. Cukup manis sebetulnya, kalau saja dia tidak ngorok dengan ribut sepanjang malam. Monica jadi tidak bisa tidur dengan nyenyak. Yah, mungkin itu hal yang bagus, mengingat kerjaannya mimpi buruk melulu.

Mungkin seharusnya Monica berterima kasih pada Tobias, bukannya mengeluh soal dia seperti sekarang ini.

Pagi itu Monica menghabiskan waktu dengan mengelilingi rumah Tobias yang tampak besar dan bersih. Setiap pintu kamar sama sekali tidak terkunci dan terbuka tanpa suara sama sekali, tanpa suara sama sekali, tanda rumah ini benar-benar dirawat dengan baik.

THE GOLDEN TEENAGERS [PART 3&4]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang