27. Cantik, tapi Tidak Peduli

11 8 88
                                    

Kayla bukan gadis yang suka berlama-lama di luar ruangan. Dia tidak suka berada di bawah sinar matahari atau keramaian terlalu lama. Kayla akan lebih memilih berdiam di kamarnya yang nyaman, lalu membaca buku atau mengulang hapalan rumus kimia untuk ulangan minggu depan.

Kini dia berdiri mengantre giliran sambil menjilat es krim dan itu terasa sangat menyenangkan. Entah itu karena dia diam-diam tidak sebenci itu pada luar ruangan, atau karena keberadaan Dylan.

Kayla curiga, penyebab sebetulnya adalah alasan yang kedua.

"Udah uploud di IG?" Dylan bertanya ketika mereka mengantre hamburger. Cowok itu sengaja membiarkan Kayla berada di depan karena katanya Kayla pakai rok. Kayla tidak mengertu apa hubungannya, tetapi dia menyukai tindakan Dylan. Dylan terkesan seperti melindunginya.

"Apa?" tanya Kayla baru ngeh.

"Udah uploud ke IG? Lo punya IG, kan?"

"Harus diuploud?"

"Iya, biar seluruh dunia tau kalau lo lagi bareng gue," Dylan menyunggingkan senyum sok polosnya yang mempesona.

Pipi Kayla seketika merona, lantas dia merogoh ponsel. "Aku harus uploud apa? Taman? Bunga? Oh, kayaknya tadi aku liat bunga matahari deh..."

Duh. Dylan hampir saha membenturkan kepalanya ke tembok. Nasibnya memang begini. Kalau dia bercerita pada teman-teman sepersatuan dunia malamnya dan adik perempuannya yang laknat, mereka pastu akan lansung mengamini ditambah ucapan menusuk serupa;

"Siapa suruh ngegebet anak polos, nyet. Kayak dunia udah kekurangan cewek bohay aja."

Dylan juga merasa seperti itu, sebetulnya. Tetapi dia tidak punya pilihan lain. Dia menyukai Kayla. Fakta bahwa gadis itu bisa main gitar, pintar, dan punya suara semanis malaikat yang tidak akan memperburuk keadaan. Dylan tidak bisa beralih dari Kayla begitu saja.

Obrolan mereka terinterupsi ketika beberapa remaja yang Dylan tebak paling banter juga sepantaran dengan Kayla mendekat. Mereka tampak malu-malu, tapi akhirnya berani bicara setelah melihat sikap welcome yang Dylan tunjukkan. Well, ya, apa yang bisa Dylan jual kepala khalayak selain tampang dan keramahan? Dia tidak punya penampilan bak model kelas atas Tobias, atau otak sepandai Rafael. Reputasinya sebagai anak gaul hits dan keramahan yang manis adalah apa yang membuatnya bisa memenuhi hidup tanpa harus menadah uang orang tua.

Karena itu, buat Dylan penggemarnya adalah segalanya—salah satunya bahkan adalah calon pacarnya.

"Permisi, Kak. Kak Dylan Larnando kan, ya? Boleh minta foto bareng nggak?"

"Nggak minta hati aja sekalian?"

Anak-anak remaja itu tersipu. "Pengennya sih gitu."

"Duh, tapi hati gue cuma satu. Udah ada yang punya." Dylan melirik genit pada Kayla.

Apa aku harus tersipu? pikir Kayla.

"Kay, bisa minta tolong fotoin nggak?"

Manusia kampret.

Kayla setengah tergagap. "Uhmm... oke."

Satu kali jepret. Lalu mereka berganti pose. Kayla mendengus dalam hati, berusaha menghalau rasa tidak nyaman menyeruak kala melihat bagaimana Dylan melingkarkan lengannya dengan akrab di bahu cewek-cewek itu. Pergantiaj pose lagi hingga dua kali. Biar fotonya ada empat, rasanya agar mudah di-collage. Dylan hanya mengiyakan.

"Makasih ya, Kak."

"Sans. Tapi boleh nggak sekarang gue minta tolong?"

"Minta tolong apa, Kak?"

THE GOLDEN TEENAGERS [PART 3&4]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang