2

2.5K 225 16
                                    

05 Juni 2021. Hari ini, Dista dan Andri resmi dan sah menjadi suami istri. Tentunya Dista sudah di D.O dan hanya Andri yang masih boleh bersekolah. Meskipun begitu, Alini tetap tidak mau bertemu dengannya. Ia malah menjauhi nya. Sedangkan Andri masih tak menyangka bahwa ia sudah menjadi suami dan sebentar lagi akan menjadi seorang ayah.

"Andri, biar Mommy kamu saja yang membawa Dista ke kamar, kamu sama Kakek di sini dulu," ujar Kakek Andri–Harianto.

Sara memutar bola matanya dengan malas, jujur saja ia masih belum bisa menerima Dista dengan sepenuhnya. Dan Dista mengetahui hal itu. Dista akan berusaha untuk membuat Sara menerima dirinya. Dia harus bisa dan akan bisa melakukannya. Meskipun dia tahu, ini semua memang kesalahannya sudah menunjuk orang yang salah. Tapi kalau misalkan ia menunjuk Afiga, apakah Sara akan tetap tak menerimanya?

"Ayo! Saya ingin cepat-cepat beristirahat. Asal kamu tau, gara-gara kamu nama keluarga saya tercemar."

"Sara! Jangan bicara seperti itu, ingat dia mengandung cucu mu!" peringat Harianto membuat Sara berdecak. Ia langsung berjalan menaiki tangga.

Dista hanya terdiam melihatnya, ia menunduk menatap lantai. Sedangkan kedua tangannya saling bertaut.

"Nak, kamu naik ke atas yah? Jangan hiraukan perkataan mama Sara," ujar Harianto. Dista tersenyum, bahkan disaat-saat seperti ini gadis itu malah tersenyum.

"Permisi, Kakek," ucap Dista. Kemudian ia dengan perlahan menaiki anak tangga.

Setelah Dista menghilang dari pandangan, Harianto segera mengajak Andri untuk duduk di sofa ruang keluarga. Dan mereka hanya berdua.

"Kakek tidak pernah kecewa kepada kamu, Andri. Tapi Kakek juga tidak akan membenarkan perbuatan kamu."

Andri mengangguk paham. "Andri tau, Kek. Maaf."

Harianto mengangguk. "Asal kamu bisa menjaga gadis dan calon anak kamu, Kakek akan sangat bangga kepada kamu."

"Kalau Andri ingkar?"

"Kamu akan mendapatkan konsekuensinya," ucap Harianto.

"Bagaimana dengan mommy, Kek?" tanya Andri, hanya Sara yang menjadi pertanyaan di benaknya.

"Kamu harus bisa membuktikan kepada mommy kamu agar dia bisa menerima gadis itu, Andri. Kamu yakin, kan kalau dia bukan gadis jahat?"

Andri terdiam, ia sendiri tidak mengenal Dista.

"Oke, kamu diam berarti kamu sendiri tak tahu sifat dia."

"Ayah."

Hendra datang dan ikut bergabung bersama mereka. "Ada apa ini? Sepertinya seru."

"Ayah mau dia bisa menjaga istri dan calon anaknya, Hendra."

"Benar, Andri! Kamu harus menjaga mereka berdua melebihi kamu menjaga diri kamu sendiri. Itu adalah laki-laki yang gentle dan hebat!" ujar Hendra. Pria yang selalu heboh itu malah bertepuk tangan.

Andri hanya menggeleng heran melihat kelakuan papinya.

"Kamu menerima gadis itu, kan?" Hendra mengangguk antusias.

"Keliatannya, dia gadis baik."

"Pasti, tapi nyatanya Andri baru mengenalnya."

Hendra melirik Andri. "Gadis itu memang siswi baru di sekolahnya Andri. Entah kenapa malam itu Andri mabuk dan melakukan hal yang tidak positif."

"Tapi dia positif hamil, Pi."

Hendra dan Harianto tergelak mendengar ucapan Andri. Walaupun Andri sendiri malah berdecak sebal.

"Kamu ini, lucu juga yah. Sepertinya kamu akan menurun pada Papinya dibandingkan dengan Mommy mu," sindir Harianto ketika melihat Sara.

"Yah! Sara loh yang anak kandung Ayah, bukan Mas Hendra," ujar Sara tak terima. Ia baru saja datang dari lantai atas.

Harianto terkekeh. "Memang kenyataan, Sara. Sifat kamu terlalu keras dan mau kamu sendiri."

Sara menggeleng. "Benar Sara, Yah. Andri lebih cocok dengan Alini dibanding dengan Dista, gadis yatim-piatu yang kita tak tahu keluarganya berasal dari mana!"

"Sudahlah, Sara, lebih baik kamu pergi ke dapur dan buatkan kami minuman."

"Ck! SANTI!" panggil Sara memanggil pembantunya.

Tidak berapa lama, wanita berusia 30 tahunan itu mendekat ke hadapan mereka.

"Iya, Nyonya?"

"Tolong buatkan minuman!" titah Sara.

Santi mengangguk patuh. "Baik, Nyonya."

"Sara, astaga! Rupanya aturan dari Ayah tidak kamu indahkan! Kami mau kamu yang membuatkan kami minuman!"

Sara ingin berteriak kesal ketika Harianto menatapnya tajam. Fyi, Sara memang tidak suka ayahnya datang ke rumahnya. Bukannya dia ingin jadi anak durhaka, tapi ini semua karena ayahnya sendiri yang bawel. Selalu menyalahkan sifat Sara dan membangga-banggakan sifat Hendra.

***

Malam harinya, Dista sudah memakai baju tidur. Ia hanya berdiri menatap ranjang besar yang awalnya hanya ditempati oleh Andri. Dan karena kesalahannya– dan juga kesalahan saudara kembar Andri tentunya, Andri harus membagi tempat tidurnya untuk Dista.

Tapi Dista sudah bertekad, lebih baik ia tidur di sofa saja daripada membuat Andri tak nyaman dengan kehadirannya. Apalagi dia sedang hamil, pasti perutnya akan mengganggunya. Buktinya, semalaman ia bolak-balik ke kamar mandi karena ia merasa mual dan juga pusing. Dan badannya seketika panas, untung saja tadi pagi rasa panasnya sudah hilang.

Dista membawa bantal dan menaruhnya di sofa. Dista merebahkan tubuhnya ke atas sofa yang ternyata panjangnya sama seperti tinggi badannya. Ia bersyukur, jadi ia tak terlalu menekuk tubuhnya.

"Ngapain lo disitu?"

Baru saja ia memejamkan matanya, Dista dikejutkan dengan suara yang tidak terlalu ia kenal itu. Tapi ia sudah bisa menebaknya, pasti itu suara Andri.

Dista mengubah posisinya untuk duduk dan menunduk takut ketika Andri berjalan mendekatinya.

"Ngapain lo di sofa?" tanya Andri.

Dengan menunduk, Dista menjawab, "a-aku mau tidur, Andri. Aku capek," tutur Dista dengan suara sangat pelan.

Andri menghela nafasnya. "tidur di ranjang, biar gue yang tidur di sofa."

Dista mendongak kaget, tapi beberapa saat kemudian ia kembali menunduk. Ia menggeleng. "Biar aku aja yang di sofa, Andri."

"Gue nggak mau anak gue kesakitan kalau tubuh lo terlalu lama ditekuk."

Dista menganga tak percaya mendengar perkataan Andri. Apa katanya? Anak gue? Sumpah, ia tidak salah dengar, kan?

"Ma-maksud kamu?"

"Cepet berdiri, gue udah ngantuk, atau mau gue gendong?"

Dista menggeleng dengan cepat. Ia cepat-cepat berdiri dan berjalan ke arah kasur. Tapi berkali-kali ia melihat ke belakang, Andri terlihat sudah merebahkan tubuhnya. Matanya juga sudah terpejam, sedangkan tangan laki-laki itu dilipat di atas dadanya.

Dista menghela nafasnya. Ia melirik ranjang, ternyata ada dua selimut yang terlipat di atas sana. Apa memang sudah disiapkan?

Dista tersenyum lalu mengambil satu selimut berwarna biru dan membawanya kepada Andri. Dengan perlahan, Dista menyelimuti tubuh Andri yang hanya terbalut kaos ketat yang mencetak otot-otot tubuhnya. Untung saja otak Dista tak sekotor otak para wattpaders hehe 🙏

Setelah menyelimuti tubuh Andri, Dista memegang perutnya yang masih rata. Ia kemudian kembali ke ranjangnya dan mulai merebahkan tubuhnya. Menarik selimut hingga di atas dada, ia mulai memejamkan matanya. Semoga malam ini ia bisa tidur nyenyak dan tak ada gangguan seperti semalam. Ia tak mau karena langkah kakinya, Andri terbangun.

Dan tanpa Dista sadari, setelah Dista menyelimuti tubuh Andri, laki-laki itu membuka matanya dan memperhatikan gerak-gerik Dista.

***
🦋🦋🦋

My Little PrincessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang