19

1.6K 172 19
                                    

Dista memejamkan matanya karena lelah. Dari pukul 7 pagi sampai pukul 10 siang, wanita itu menyirami tanaman, mencabuti rumput, serta membantu Bi Santi membersihkan rumah. Bukan tanpa alasan Dista melakukan itu semua, dia sadar kalau wanita hamil tidak hanya diam saja. Karena semasa ia berada di panti, Dista sempat mendapat pesan dari ibu pantinya.

"Nanti kalau suatu saat kamu hamil, kamu jangan diem aja. Harus banyak gerak, kerjain aja semua pekerjaan asalkan kamu nggak benar-benar kelelahan. Supaya persalinan kamu tidak sakit dan terlalu mengeluarkan banyak tenaga."

"Emang iya harus gitu yah, Bu?" tanya Dista waktu itu.

Ibu pantinya mengangguk. "Kalau kita semasa hamil sering melakukan sesuatu, maka insyaallah proses persalinan kita akan dimudahkan."

Karena pesan itulah, Dista selalu ingat sampai sekarang. Dan di masa kehamilannya yang sudah menginjak 3 bulan ini Dista setiap harinya sering mengerjakan pekerjaan Bi Santi. Walaupun Bi Santi selalu melarang Dista karena takut kena marah oleh Hendra, namun Dista tetap memaksa dan meyakinkan Bi Santi.

Dista mengelap keringatnya yang mengalir di pipinya. "Huh, capek banget. Kamu haus nggak, Nak?" Dista mengelus perutnya.

Ia berjalan ke dapur untuk mengambil air. Di dapur, Dista melihat Ita yang sedang keasyikan telponan entah dengan siapa. Berbeda dengan Bi Santi yang sibuk mengelap kaca lemari di dapur.

"Ita, bantuin Ibu ayo," ujar Bi Santi.

Ita hanya meliriknya. "Ck, Ibu kerjain sendiri aja lah. Ita sibuk, astaga!"

Bi Santi menghela napasnya. Dista menjadi tak tega melihat wanita paruh baya itu. Oleh karena itu, Dista mendekati Bi Santi.

"Bibi butuh bantuan?" tanya Dista.

"Eh, nggak, Non. Nggak usah, Non Dista keliatannya kecapean, takutnya nanti Bibi kena marah sama den Andrian."

Dista tersenyum lalu mengangguk. "Maaf yah, Bi, kali ini Dista lagi capek banget."

"Iya, Non tidak apa-apa. Non Dista mau apa kesini? Butuh bantuan Bibi?"

"Oh iya, Bi, Dista cuma mau ambil air aja." Kemudian Dista berjalan mengambil gelas lalu menuangkan air ke dalam gelas tersebut. Tanpa melirik Ita yang sedang menatapnya dengan tatapan sinis, Dista meneguk air tersebut sampai habis.

"Idih, kayak tuan nyonya aja lo!" sindir Ita.

"Kenapa, sih kamu kayak nggak suka banget sama aku?" Dista menatap heran Ita, pasalnya ia tidak pernah merasa bersalah kepada Ita.

"Bodo amat, gue tetep nggak suka sama gue tanpa alasan apapun!"

"Ya udah." Dista mengendikkan bahunya tak acuh. "Bi, Dista keluar lagi yah."

"Oke, Non."

"Aduh, iya belum belanja mingguan."

Dista menghentikan langkahnya mendengar ucapan Bi Santi. Ia tersenyum senang dan kembali menghampiri Bi Santi.

"Eh ada apa lagi, Non?"

"Nggak kok, Bi. Itu tadi Bibi bilang kalau Bibi belum belanja mingguan. Boleh nggak kalau Dista aja yang belanja?"

Bi Santi tampak menimang. "Jangan deh, Non. Non Dista capek banget itu keliatannya."

"Ihhh, kan nanti jam satu siangan belanjanya, Bi. Tapi boleh yah, Dista aja???"

"Tapi, Non ...."

"Ayo dong, Bi. Dista mohonnn." Dista menatap Bi Santi penuh harap. Karena tak tega melihat tatapan Dista, akhirnya Bi Santi mengangguk tak enak.

My Little PrincessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang