15

1.9K 161 10
                                    

Entah mengapa, di tengah perjalanan menuju sekolah, Andrian hanya memikirkan ucapan Dista. Rupanya wanita itu benar-benar masih menyalahkan dirinya sendiri. Padahal Andrian tidak masalah dengan semua masalah yang tanpa diduga menghampiri kehidupannya. Asalkan ia masih bisa bersekolah hingga lulus, lalu berkuliah, Andrian akan fine fine aja. Mungkin berat di bagian hubungannya dengan Alini. Tapi demi Tuhan, Andrian sudah menerima takdirnya. Apalagi ketika Alini tidak membencinya, walaupun hubungan mereka sudah kandas, tapi setidaknya Andrian dan Alini masih bisa berteman dengan baik. Mungkin kedua temannya, Ifan dan Kenzi saja yang masih belum bisa menerima Dista. Tapi mau bagaimana lagi, namanya juga takdir. Semua orang pasti akan menerima wanita yang berstatus sebagai istrinya itu suatu saat nanti, terutama sang mommy.

Tanpa sadar, motor Andrian sudah terparkir di parkiran sekolah. Dan Andrian dengan segera berlarian kecil untuk sampai ke kelasnya. Baru saja hendak memasuki ruang kelas, suara Ifan sudah menggema.

"Woy! Dari tadi kita teriakan nggak direspon anjir!" umpat Ifan dengan kesalnya. Hal itu diangguki oleh Kenzi.

"Udah kayak orang tolol kita berdua manggilin lo tapi lo nya nggak respon," timpal Kenzi.

"Emangnya kalian berdua manggilin gue dimana? Kok gue nggak tau?" Andrian mengernyitkan dahinya dengan heran.

"Di jalan ...."

Andrian mencibir jawaban Ifan, pantas saja!

"Gila kalian! Namanya di jalanan yah gue ga bakal denger kali! Gue fokus nyetir, masih ada cita-cita yang mau gue kejar. Ya kali nyetir sambil noleh-noleh!"

Kenzi dan Ifan hanya terkekeh. Benar saja yah?

"Gue ditinggal ih!" Sherly datang dengan wajah cemberut. "Eh Andrian hehe."

Andrian hanya menanggapinya dengan senyuman. "Masuk tuk!" ajaknya dan ketiga orang itu ikut masuk ke dalam kelas.

"Andri, si Dista nanti nggak kemana-mana, kan?" tanya Sherly dengan tiba-tiba membuat Andrian terkejut.

"Kenapa lo nanya gitu?"

"Em ... gue mau ngajak dia keluar, boleh nggak?"

"Nggak! Dia nggak boleh keluar-keluar," cetus Andrian.

"Idih, sebentar aja kok, Dri! Tenang aja, aman terkendali kok kalau sama gue." Sherly masih memohon, namun Andrian tak menghiraukannya. Dia malah membuka buku paket bahasa Indonesia.

Merasa dikacangi Andrian, Sherly akhirnya mengalah dan pergi ke bangkunya sendiri.

"Kenapa lo? Jutek amat pagi-pagi," cetus Kenzi melihat ekspresi wajah Sherly yang nampak kesal.

"Tuh si Andrian, padahal gue cuma mau ajakin Dista main. Eh ga dibolehin dong!"

Mendengar hal itu, Kenzi dan Ifan segera mendekat ke arah Sherly.
Ifan menempelkan telapak tangannya ke dahi Sherly.

"Nggak panas ...."

"Apaan, sih?!"

"Lo sakit?" Sherly menggeleng. "Jangan deket-deket sama dia, Sher, ntar lo makin dibully," bisik Ifan membuat Sherly melotot.

"Gue aduin ke Andrian nih ..." ancam Sherly dengan senyuman miringnya.

Sontak Kenzi dan Ifan menjauh dari Sherly membuat Sherly tersenyum penuh kemenangan. "Gitu aja udah takut."

Tak lama dari itu, Afiga datang dan langsung duduk di kursi sebelah Sherly yang kosong. Tentu saja Sherly kaget, dengan segera ia memelototi Afiga.

"Cakep lo kalau gitu," goda Afiga.

My Little PrincessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang