33

1.3K 120 38
                                    

Setelah makan, Alini memutuskan untuk mencari informasi tentang keberadaan sang adek bersama dengan sang supir. Ia tak mungkin pergi sendiri, karena memang Alana tidak pernah mengijinkannya.

Saat ini, Alini membawa foto adeknya agar lebih dimudahkan dalam mencari informasi.

"Pak, stop di sini, Pak." Alini menyuruh supir menghentikan mobilnya ketika sampai di tempat kecelakaan keluarganya dulu. Sebuah jurang yang di bawahnya terdapat sungainya. Dan menurut informasi yang Alini dapat beberapa waktu lalu, sungai itu mengarah pada sebuah desa. Entah desa apakah itu, Alini sendiri tak tahu.

Alini keluar dari mobilnya dan berdiri di tepi jurang. Lebih tepatnya, berdiri di tepi jalan yang disebelah kanannya terdapat sebuah jurang.

"Kalau misalkan ada orang yang bawa adek gue, harusnya pergi ke mana yah?" Alini bergumam sendiri. Menggaruk kepalanya kebingungan. Ia juga celingak-celinguk, barangkali ada seseorang yang lewat. Tapi ternyata, rata-rata orang itu menaiki kendaraan. Tidak mungkin, kan Alini menghentikan kendaraan mereka. Lagipula, mereka tidak mengetahui tragedi beberapa tahun yang lalu.

Alini melihat jam di ponselnya.
18:23. Tidak terlalu malam, ia kembali masuk ke dalam mobilnya. Berniat akan mencarinya di tempat lain.

Drrrttt drrrttt

Alini menghapus air matanya ketika ponselnya berdering menandakan ada panggilan masuk. Alini segera mengangkatnya.

"Halo?"

"Al, gue kecewa sama lo!"

"Eh ada ap---"

Tut

Sambungan dimatikan secara sepihak. Itu tadi adalah suara Andrian, dan dia tak mengerti mengapa Andrian mengatakan hal itu kepadanya. Ah, Alini sangat pusing sekarang. Ia tak mendapat informasi apapun tentang sang adek, eh sekarang malah dibuatin konflik sama author.

Di tempat lain, tepatnya di rumah Andrian. Sara sudah seperti orang kesetanan. Ia terus memaksakan diri agar terlepas dari tangan Hendra yang terus menahan tubuhnya.

"LEPASIN! SAYA BENCI SAMA KAMU, DISTA!"

"KEHADIRAN KAMU UDAH BIKIN MASA DEPAN ANAK SAYA GELAP!"

Bruk

Akhirnya Sara berhasil mendorong Hendra hingga jatuh ke lantai. Ia berlari ke arah Dista dan langsung menjambak rambutnya.

Aarrggg

Dista berteriak histeris merasakan sakit di kepalanya. Rasanya kulit kepalanya terkelupas karena Sara menarik rambutnya dengan sangat kuat.

"Mom, lepasin, Mom." Andrian memohon kepada Sara. Tapi tangan Sara sangat kuat.

"Andrian, sakit ...." Dista sudah menangis, ia sendiri juga berusaha untuk melepaskan tangan Sara dari rambutnya.

"Saraaa!!!" Hendra menarik paksa Sara. Masa bodo dengan rambut Dista, jika Sara sudah melepaskannya, itu berarti penderitaan wanita itu sudah selesai.

"ARGGHH SAYA BENCI SAMA KAMU, DISTA!!!" teriak Sara, tapi kini ia berhasil dihentikan. Sara dibawa menjauh dari tubuh Dista. Sedangkan Andrian langsung memeluk Dista dengan sangat erat.

"Sakit yah, Ta?" Andrian mengelus kepala Dista. Ia sesekali meniupnya.
Dista menangis dalam pelukan nya, menangis sangat histeris merasakan perih di kulit kepalanya.

"AAARRGGG LEPASIN, MAS! SAYA BENCI SAMA DISTA!" Sara masih berusaha untuk terlepas.

"BIBI! BANTU SAYA!" teriak Hendra memanggil Bi Santi. Bi Santi segera menghampirinya dan membantu Hendra untuk menahan Sara.

My Little PrincessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang