Dista sudah siap dengan dress kebesaran lengan panjang berwarna hitam dan putih kotak-kotak kecil, juga tas selempang yang hanya bisa memuat hp dan dompetnya saja. Rambut yang ia biarkan tergerai begitu saja menambah kesan kecantikannya. Sungguh, Sherly sampai ingin menjerit melihat kecantikan Dista.
"Njir, ini mah lebih cakep dari Alini. Pantes aja Andrian bisa suka.""Haloo! Kok ngelamun?" Dista melambaikan tangannya di depan wajah Sherly.
"Eh eh? Iya hehe. LO CAKEP BANHET GILA!" Sherly berucap heboh. Dia berdiri dan memutar-mutar tubuh Dista. "Cantik, Ta gila! Pantes aja Andrian suka sama lo!"
Mendengar pujian dari Sherly, Dista malah salting dan malu sendiri. Ia menundukkan kepalanya dalam-dalam.
"Ma-maaf, Sherly," ujarnya.
"Idih, malu-malu kambeng Lo! Udah yok berangkat!"
"Emang kita jalan-jalannya ke mana, Sher?" tanya Dista. Pasalnya, Sherly bahkan tak mengatakan akan pergi ke mana mereka.
"Em, gue juga bingung, sih, Ta. Tapi gue maunya lo yang nentuin tempatnya sendiri," ujar Sherly.
"Loh kok bisa, sih, Sher? Tapi aku bahkan nggak pernah keluar rumah." Dista berkata sejujur-jujurnya.
"Masa, sih? Sekali gitu? Sama Andrian deh."
Dista tampak mengingat. "kalau sama Andrian, sih pernah. Tapi ..."
Sherly mengernyitkan dahinya menunggu kelanjutan ucapan Dista. Dista juga terlihat sedang berpikir, sampai-sampai wanita itu menjentikkan jarinya.
"Mau nggak ke panti asuhan aku? Tapi aku belum tau alamatnya, sih, soalnya udah pindah semenjak kejadian itu." Dista malah murung seketika.
"Eh nggak pa-pa, jangan sedih gituuu. Kita bisa naik taksi dan nyari alamatnya, oke??? Gue cuma mau ngajak lo seneng aja, Ta. Masa iya diem mulu di rumah."
Dista tersenyum, sejenak ia bersyukur dapat dipertemukan dengan teman seperti Sherly. Sherly yang tiba-tiba datang dan mau menjadi temannya, bisa dikatakan teman kedua setelah Tara. Ah mengingat namanya, Dista jadi teringat kepada sahabatnya itu. Sahabatnya selama ia sekolah SMA. Sebelum ke SMA 7 Harapan.
"Aku tau sekarang, Sher! Bentar yah, aku mau ngambil buku dulu. Kamu tunggu di sini." Sherly hanya mengangguk dan membiarkan Dista kembali menaiki tangga.
Di kamarnya, Dista mencari buku diary nya. Semenjak kejadian lalu, ia dan Tara bahkan belum pernah berhubungan. Dista yang mengganti nomernya menjadi kehilangan nomer Tara. Tapi sebelum itu, kebiasaan Dista adalah mencatat nomer teman-temannya di buku. Dan ia ingat bahwa ia juga mencatat nomer Tara di bukunya. Siapa tau, nomer itu belum hilang dan masih ada sampai sekarang.
"Mana, sih?" Dista membuka lembar demi lembar dari buku tebal itu. "Nah, ini dia!" Dista terpekik senang ketika melihat sebuah nama dan sebuah nomer tertera di sana.
Dista segera menyalinnya ke ponsel lalu menyimpan kembali buku tersebut. Setelah itu, ia kembali turun untuk menemui Sherly.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Little Princess
Teen FictionDistya Widutami, siswi baru di SMA 7 Harapan yang harus kehilangan mahkotanya karena direbut paksa oleh Afiga. Dia marah, sedih, takut, semua perasaannya campur aduk. Dan satu lagi, orang yang bertanggungjawab atas kehamilannya bukan pelaku sesungg...