Demi Tuhan, sepanjang perjalanan pulang menuju rumahnya kembali, Dista tak berani melirik Andrian sedikitpun. Hingga sampai ke dalam rumah pun, mereka tak saling bertegur sapa. Bahkan belanjaan tadi lupa tak dikeluarkan dari dalam mobil. Andrian berlari menaiki tangga dan meninggalkan Dista yang berjalan dengan pelan di belakangnya. Dista sadar, dia memang sudah menghancurkan kebahagiaan orang lain.
"Mau kemana?" Dista mencegah Andrian yang ternyata turun kembali. Ternyata ia hanya mengambil kunci motornya.
"Keluar sebentar. Lo di rumah aja."
Setelah mengucapkan hal itu, Andrian langsung berlari keluar meninggalkan Dista. Dan gadis itu, entah mengapa malah menangis. Dista dengan cepat berlari menaiki tangga, namun karena ia terlalu terburu-buru ia tersandung dengan kakinya sendiri. Alhasil, Dista terjatuh dengan perut membentur anak tangga.
"Ssshhh ... aww...." Dista memegang perutnya yang terasa amat sakit. Bahkan bibirnya terkelupas karena ia gigit demi menyalurkan rasa sakitnya.
"Astaga Dista!"
Sara menghampiri Dista yang masih duduk di anak tangga nomer tiga dari atas. Dan bukannya membantu, wanita itu malah melipat kedua tangannya di depan dada.
"Kamu kenapa nggak hati-hati gitu, sih?! Bangun dong!"
Dista memejamkan matanya menahan rasa sakit di perutnya. Tangannya ingin menggapai tangan Sara agar membantu dirinya. Namun Sara malah menghindar.
"Mau apa kamu?!" tanya Sara dengan nada ketus.
"Ma ... u minta ... bant-u."
Dista berbicara dengan suara yang sangat pelan tapi masih bisa didengar oleh Sara.
"Enak aja! Bangun sendiri, nyusahin aja kerjaannya!" Sara berjongkok di depan Dista. "Denger yah, kamu masuk ke kehidupan keluarga saya saja, itu sudah sangat merepotkan dan menambah beban. Jadi, jangan karena suami saya suka sama kamu, kamu bisa seenaknya!"
Setelah mengatakan itu, Sara langsung berlalu begitu saja. Lain halnya dengan Dista yang sudah menangis menjadi-jadi. Ia ingin bangun dan menuju kamarnya, tapi tak bisa. Dia butuh seseorang yang bisa membantunya untuk memapah dirinya ke kamar.
Tuhan, berikan aku kekuatan. Aku nggak mau bayi ku kenapa-kenapa.
"Lo ngapain duduk disitu?"
Dista mendongak saat mendengar suara yang tak asing baginya. Namun ia segera menunduk saat mengetahui pemilik suara itu.
"Ya ampun hahaha lo jatoh?" Afiga berjongkok dan memperhatikan tangan Dista yang sedang menahan perutnya. "Perutnya nggak pa-pa? Atau bayi itu udah mati yah?"
Dista semakin menangis, ia marah, takut, perasaannya bercampur aduk. Tapi lagi-lagi ia tak bisa melawan.
"Nggak mau minta bantuan gue? Gue siap nih, mumpung mommy lagi sibuk di ruang kerja. Apa mau kayak waktu itu lagi?"
Melihat Afiga menaikkan sebelah alisnya, Dista menjadi semakin ketakutan. Dengan sekuat tenaga ia berusaha untuk berdiri dan berjalan. Tentu saja Afi memperhatikannya. Dan laki-laki itu tersenyum mengejek melihat Dista yang mencoba untuk masuk ke kamar Andrian.
"Mari kita lihat seberapa kuat tuh cewek," gumam Afiga masih terus memperhatikan Dista yang berjalan dengan tembok sebagai pegangan.
Brukk
Benar dugaan Afiga, Dista jatuh pingsan. Afiga? Laki-laki itu puas melihat penderitaan Dista, dan langsung pergi meninggalkan tubuh Dista yang tergeletak di atas lantai.
***
Berbeda di tempat lain, Andrian menemui Alini. Alini, gadis itu berada di cafe yang letaknya berdekatan dari Indomaret yang tadi mereka datangi.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Little Princess
Teen FictionDistya Widutami, siswi baru di SMA 7 Harapan yang harus kehilangan mahkotanya karena direbut paksa oleh Afiga. Dia marah, sedih, takut, semua perasaannya campur aduk. Dan satu lagi, orang yang bertanggungjawab atas kehamilannya bukan pelaku sesungg...