40

1.5K 106 22
                                    

"Jadi selama ini, ternyata Afiga bukan kembaran Andrian, Mom, Pi?" Andrian menatap kedua orangtuanya dengan tak percaya. Ia masih tak percaya dengan cerita dari Sara, juga Hendra.

Hendra menghembuskan napasnya dengan berat. Ia menghampiri Andrian yang masih duduk tak percaya.

"Maafkan Papi, Andrian. Ini semua salah Papi. Papi selingkuh dua bulan setelah Papi menikah sama Mommy kamu."

Mendengar penuturan dari Papinya, Andrian seperti disambar petir siang-siang bolong. Sejahat itukah Papinya dulu? Sejahat itukah Hendra kepada Sara dulu? Lalu, ini salah siapa sekarang?

"Mommy nggak salah, Andrian! Masih untung Mommy mau merawat anak dari jalang itu!" Sara melipat kedua tangannya. Ia tidak pernah salah! Ya, itu prinsipnya.

Lagi-lagi, Hendra menunduk bersalah.

"Terus ... kemana wanita itu, Pi, Mom?" tanya Andrian menatap kedua orangtuanya.

Hendra mendongak. Baru saja ia ingin menjawab, sudah didahului oleh Sara.

"Sudah mati! Setelah melahirkan anak itu! Dan Mommy bersyukur," ucap Sara dengan senang.

"Andrian, Papi yang salah. Papi bahkan waktu itu malah menemani selingkuhan Papi melahirkan. Bukan menemani Mommy kamu."

Tuh, kan! Siapa yang salah?

Andrian berdiri. "Andrian kecewa sama Papi. Tapi Andrian juga kecewa sama Mommy. Andrian kecewa sama kalian berdua." Andrian menggenggam tangan Dista, lalu pergi dari sana.

Andrian membawa Dista kembali ke kamarnya. Dista sendiru meringis merasakan tangannya yang sakit akibat genggaman tangan Andrian yang sangat kuat.

"An--- anu ..."

Andrian berbalik, ia menatap tangan Dista. "Astaga!" Andrian melepaskan tangannya dan mengelus tangan Dista.

"Ta, maaf, gue nggak sengaja. Gue lagi emosi tadi. Sakit yah?" Dista mengangguk. Andrian merasa bersalah sekarang.

Cup

Cup

Cup

Dista membulatkan matanya ketika Andrian mencium tangannya sebanyak tiga kali. Tangannya kaku, ingin ia gerakkan, tapi tak bisa karena kaget dengan perlakuan Andrian.

"Biar cepet sembuh!" cetus Andrian sembari tersenyum menggoda Dista.

"Ish!" Dista cemberut sekaligus salting.

"Manis banget, sih, istri akuuu!" Andrian mencubit pipi Dista dengan sangat gemas. Ia lalu menariknya agar tubuh itu berada dalam dekapannya.

"Gue lagi emosi, Ta. Boleh yah gue peluk lo, biar emosi gue reda." Andrian menumpukan dagunya di bahu Dista. Ia mendekap erat tubuh itu.

Dista sendiri mengangguk dalam pelukan Andrian. "Boleh banget kokk. Dista mau Andrian nggak emosi lagi."

Andrian tersenyum, ia mencium puncak kepada Dista. Berterimakasih kepada Tuhan karena sudah memberikan hadiah teristimewa dalam hidupnya. Distya Widutami. Wanita polos yang datang dalam kehidupannya karena sebuah insiden tak terduga. Ia awalnya membenci Dista, tapi hidup bersama Dista ternyata sangatlah nyaman. Sampai akhirnya Andrian jatuh cinta sejatuh-jatuhnya kepada Dista. Jatuh cinta berkali-kali.

"Kata orang cinta dan obsesi itu berbeda. Cinta, rasa ingin melindungi. Dan obsesi, rasa ingin memiliki. Maka aku akan berteriak dengan lantang bahwa aku terobsesi olehmu. Karena aku, ingin memiliki mu. Seutuhnya."

***

"Oke. Jadi ceritanya gini."

Ifan mengambil posisi ternyaman untuk memulai bercerita. Begitupun dengan Kenzi, Alini, dan juga Sherly. Mereka siap mendengar cerita Ifan.

My Little PrincessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang