Dista berhenti berlari ketika ia sudah sampai di parkiran rumah sakit yang sangat sepi. Bagaimana tidak? Ini tengah malam, mana mungkin ada orang yang berkeliaran di sekitar rumah sakit. Tolong digaris-bawahi, Rumah Sakit. Tempat yang lumayan angker apabila malam telah tiba.
"Duh ...." Dista menjadi gelisah sendiri, matanya tak sengaja menangkap sebuah bayangan di seberang sana. Ia tak berani terus keluar, ia memilih untuk berbalik dan kembali masuk. Baru saja sampai di loby rumah sakit, matanya sudah menangkap seorang Andrian yang berlari ke arahnya.
Sontak, Dista dengan cepat membalikkan badannya dan hendak berlari. Namun rupanya ia kalah cepat dengan Andrian yang langsung mendekap tubuhnya dari belakang.
"Please, jangan pergi," lirih Andrian menyandarkan dagunya ke pundak kiri Dista. "Ta ...."
Andrian membalikkan tubuh Dista agar menghadap ke arahnya. "Gue ... jangan tinggalin gue, Ta." Tatapan Andrian tak lepas dari wajah wanita itu. Tapi Dista malah menunduk tak berani menatap Andrian.
"Taa...." Andrian mulai sebal, kenapa pula Dista tak menatap wajahnya?
Andrian mengangkat dagu Dista menggunakan tangannya, agar Dista tak terus menunduk. "Liat gue! Lo nggak serius benci sama gue, kan?"
Dista tak dapat menjawabnya. Ia memalingkan wajahnya ke samping kanan, tangannya segera menghapus air matanya yang masih membasahi pipinya.
"Ta, please, lo nggak akan ninggalin gue dan milih Afiga, kan?" tanya Andrian, berharap wanita di depannya bisa menjawab sesuai dengan keinginannya.
"Andrian kenapa tadi bentak-bentak aku?" Dan nyatanya tidak sesuai harapan. Dista bukannya menjawab pertanyaan Andrian, malah memberikan sebuah pertanyaan.
Andrian diam. Ia menggigit bibirnya sendiri, dia salah. Harusnya ia tak emosi tadi, Afiga pasti senang melihat dirinya emosi dan Dista mengatakan bahwa wanita itu membencinya. Tanpa basa, Andrian kembali memeluk Dista. Kini pelukannya lebih erat dari sebelumnya.
"Ta, jangan tinggalin gue," gumam Andrian. Cup
Kemudian ia mencium puncak kepala Dista."Tapi Andrian nggak boleh kasar sama Afiga yah? Kasian dia, dia lagi sekarat." ucap Dista setelah pelukan mereka terlepas.
Andrian sadar, saat ini bukan waktunya emosi-emosian. Oleh karena itu, ia menghela napasnya.
Kepalanya mengangguk secara pelan."Gue minta maaf. Tapi ... lo beneran benci sama gue, Ta?" Suara Andrian memelan. Ia juga sedikit merunduk karena tubuh Dista yang jauh lebih pendek darinya.
"Hem ..."
"Iya, Ta???"
"Aku tad---"
"Padahal gue udah bener-bener sayang sama lo, Ta. Sayaaangg banget." Andrian menangkup kedua pipi Dista. "Gue sayang sama lo, Ta. Dan asal lo tau, sayang itu udah lebih besar dibandingkan dengan cinta."
"Ta-tapi ----"
"Apa lo nggak ada rasa sama gue, Ta? Sejauh ini? Selama kita nikah?" Lagi-lagi Andrian memotong ucapan Dista. "Ayolah, Ta, kasi gue kesempatan. Gue minta maaf."
"And---"
"Gue bisa gila kalau lo sampe direbut sama cowok itu!"
"Bukan gi---"
"Pokoknya lo nggak boleh deket-deket sama dia. Iya. Gue tau, lo pasti habis ini mau bantu buat rawat dia, kan? Karena lo lagi mengandung anak dia?"
"Engg---"
"Tapi gue pokoknya nggak mau kalau sampe lo diambil sama dia!"
Plak
"Aduh! Kok digeplak, sih, Ta?" Andrian mengelus lengannya yang dipukul tiba-tiba oleh Dista.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Little Princess
JugendliteraturDistya Widutami, siswi baru di SMA 7 Harapan yang harus kehilangan mahkotanya karena direbut paksa oleh Afiga. Dia marah, sedih, takut, semua perasaannya campur aduk. Dan satu lagi, orang yang bertanggungjawab atas kehamilannya bukan pelaku sesungg...