Di salah satu rumah di sebuah perumahan, tampak dua orang perempuan yang sedang bersenda gurau. Mereka berdua mengobrol bersama, sesekali akan melemparkan candaan-candaan keduanya.
"Eh, Tara, ini udah jam berapa yah?" tanya Dista kepada Tara yang duduk di sebelahnya.
Ya, dua perempuan itu adalah Tara dan Dista. Dan rumah itu adalah rumah Tara.
Tara melihat ponselnya. "Jam lima sore. Kenapa? Udah mau pulang? Udahlah, disini aja dulu. Lagian, Andrian nya belum jemput lo, kan?"
Dista mengangguk pelan. Benar juga yah? Tapi kenapa perasaannya tidak enak yah?
"Hem, apa aku pulang sekarang aja yah?" gumam Dista meminta pendapat.
"Ya udah deh kalau itu mau lo. Mau naik ojek? Grab?" Dista mengangguk. "Gue pesenin yah?"
"Nggak usah deh, Tar. Biar aku pesan sendiri."
Tara mengangguk saja. Sedangkan Dista langsung memesan taksi online.
"Ta, kalau anak lo itu udah lahir, gue mau ngasih kado yang istimewa banget pokoknya!" cetus Tara bersemangat.
"Haha, iya iya, Tara, terserah kamu aja," ujar Dista menanggapi.
"Emang udah umur berapa, sih, Ta? Masih lama yah?" Tara mengelus perut Dista, dan Dista membiarkannya.
"Enam bulan lebih, bentar lagi udah tujuh bulan," ucap Dista.
"Ohhhh. Udah siapin nama nggak?" tanya Tara.
Dista menggeleng. "Lagian, aku sendiri bahkan nggak tau jenis kelaminnya apa."
"Besok-besok cek yah? Biar lo bisa siapin nama buat anak lo."
Dista mengangguk. "Kalau sempet."
"Kayak orang sibuk aja," ucap Tara disertai tawanya. Mendengar hal itu, Dista juga ikut tertawa. "Gue aja nih, yang sekolah, nggak sibuk-sibuk amat tau nggak!"
"Emang nggak disibukkan sama tugas?" Dista mengernyit heran.
"Nggak dong! Gue mah happy happy aja. Kalau ada tugas, kerjain, tapi nyontek hahahah."
Dista menggeleng tak habis pikir. Dia sebenarnya sudah paham betul dengan sifat temannya yang satu ini. Sangat malas dalam mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru. Dia akan sering menyontek, dan Dista adalah tempat Tara menyontek sewaktu keduanya masih satu sekolah. Ah, kalau seperti ini, Dista jadi merindukan sekolahan deh.
"Kenapa muka lo murung gitu?" tanya Tara melihat wajah Dista berubah murung dan sedih.
Dista tersenyum pelan. "Nggak pa-pa kok, cuma kangen sekolahan aja."
Tara menghela napasnya. "Kesel banget gue sama tuh cowok! Sumpah, dia bukan manusia, tapi setan! Kalau bukan karena ke brengsekan tuh cowok, pasti lo bisa lanjutin cita-cita lo!"
Dista mencoba untuk terus tersenyum, hatinya juga berkata seperti itu. Afiga sudah merenggut semua cita-citanya, impiannya.
"Nggak pa-pa, Ta! Pokoknya kalau lo pengen tuh cowok habis sama gue, hubungin gue aja. Terus ... tadi lo ke sini sama dia, kan?"
"Iya."
"Kok bis---"
Tiinn
Suara klakson mobil menghentikan perbincangan keduanya. Dista menoleh dan mendapati sebuah taksi online yang sudah ia pesan tadi.
"Aku pulang dulu yah? Tuh taksinya udah datang."
Tara mengangguk, walaupun dia masih mau berlama-lama dengan Dista. "Padahal gue pengen kita main bareng kayak dulu."
KAMU SEDANG MEMBACA
My Little Princess
Teen FictionDistya Widutami, siswi baru di SMA 7 Harapan yang harus kehilangan mahkotanya karena direbut paksa oleh Afiga. Dia marah, sedih, takut, semua perasaannya campur aduk. Dan satu lagi, orang yang bertanggungjawab atas kehamilannya bukan pelaku sesungg...