"Kak Al, ini mau ditaruh di mana?" Leola membawa nampan berisi empat gelas minuman.
"Di atas meja itu aja, Dek." Alini menunjuk sebuah meja yang terletak di dekat kolam renang. Leola langsung mengangguk dan menaruh minuman itu ke atas sana.
Alini tersenyum melihatnya. Akhirnya ia bisa bertemu dan kembali bersama dengan adeknya lagi. Ya, Leola adalah adek kandung Alini Mackenzie. Semenjak Alini mendatangi apartemen Afiga waktu itu, Alini akhirnya meminta kedua orangtuanya untuk melakukan tes DNA. Dan ternyata benar, mereka ada saudara kandung. Alini tentunya sangat senang, dan keluarganya membawa Leola untuk kembali pulang ke rumah ini. Afiga? Afiga iya-iya saja, toh mereka berdua masih berhubungan kok.
"Al."
Alini tersentak ketika sebuah tangan menepuk bahunya. Saat menoleh, ternyata Alana berdiri di sana.
"Mama ih, Al kira siapa."
Alana tertawa pelan. "Maaf-maaf. Aini mana?"
"Itu, di sana." Alini menunjuk seorang gadis yang berdiri sambil memainkan ponselnya di tepi kolam.
Jadi, mereka akan mengadakan sebuah pesta untuk menyambut kembalinya Aini alias Leola kepada mereka. Memang masih akan dilaksanakan nanti malam. Tapi sekarang mereka sudah menata segala persiapan untuk malam nanti. Dan sudah dua Minggu Leola pulang ke rumah keluarga Mackenzie.
"Kalian belum nyebar undangan buat acara nanti?" tanya Papa Alini.
"Udah kok, Pa. Cuma untuk Dista sama Andrian nya belum, Alini mau kasi nanti siang aja."
"Ajak Aini juga yah?" ujar Papa Alini.
"Iya, Pa." angguk Alini. "Alini mau nyamperin Aini dulu." Kedua orangtuanya hanya mengangguk saja.
Alini menghampiri Leola yang masih fokus sama ponselnya. "Dek."
Leola menoleh dan segera menyimpan ponselnya kembali. "Iya, Kak?"
"Nanti ikut aku ke rumah Dista sama Andrian yah? Mau ngasih undangan buat ntar malam," tutur Alini.
"Ohhh, iya-iya."
"Kamu ... butuh sesuatu nggak?" tanya Alini.
Leola tampak berpikir sejenak, sebelum akhirnya ia menggeleng.
"Kalau butuh apa-apa, langsung bilang aja. Nggak usah sungkan-sungkan."
Leola tersenyum lalu mengangguk. "Siap, Kak!!"
Alini tersenyum mendengarnya.
***
Matahari pagi menembus jendela kamar Andrian dan Dista. Kedua manusia itu sudah membuka matanya, namun belum mau untuk bangun. Andrian tersenyum melihat Dista yang tidur menggunakan lengannya sebagai bantal."Morning girl," sapa Andrian dengan suara berbisik.
Dista tersenyum bahagia. "Morningggg."
Dista mengubah posisinya menjadi duduk, bersandar pada sandaran ranjang. Sedangkan Andrian masih memeluk perut Dista, matanya malah memejam.
"Ih, kok tidur lagi, si?"
"Hem, ngantuk," gumam Andrian semakin mengeratkan pelukannya.
Hal itu membuat Dista menepis tangan Andrian dan Andrian membuka matanya karena terkejut.
"Jangan erat-erat ih! Ada bayi di dalamnya," ujar Dista memperingati.
Andrian terkekeh mendengarnya. Dia ikut duduk, tapi kepalanya merunduk ke perut Dista. Lalu berbisik di sana.
"Morning juga anak Papa." Sedetik kemudian, Andrian mendongak menatap Dista. "Kalau lahir, manggil kamu Bunda, manggil aku Papa aja yah?"
Dista mengangguk mengiyakan. "Terserah kamu aja."
KAMU SEDANG MEMBACA
My Little Princess
Teen FictionDistya Widutami, siswi baru di SMA 7 Harapan yang harus kehilangan mahkotanya karena direbut paksa oleh Afiga. Dia marah, sedih, takut, semua perasaannya campur aduk. Dan satu lagi, orang yang bertanggungjawab atas kehamilannya bukan pelaku sesungg...