28

1.4K 140 53
                                    

"Emang yah, orang jomblo suka di riya' in sama yang udah nikah." Tara cemberut melihat Dista dan Andrian yang ternyata sedang berada di taman rumah sakit.

"Hem, kapan dah gue kayak gitu?" gumam Sherly.

"Sher."

"Hem."

"Kita pulang yuk? Gue nggak enak sama supirnya Dista," ujar Tara yang dibenarkan oleh Sherly. "Yuk!" Keduanya pun segera pergi dari rumah sakit tanpa pamit terlebih dahulu kepada sepasang kekasih itu.

"Ta, masuk yuk, udah malem nih." Andrian melihat jam tangannya yang sudah menunjukkan pukul 16:47.

"Emang jam berapa?" tanya Dista mendongak agar bisa melihat wajah Andrian.

"Setengah lima lebih."

"Masih jam segitu," rengeknya. Dista masih ingin berlama-lama di taman yang sangat sejuk itu. "Di dalam bau obat, Andrian. Aku nggak suka!"

Andrian menghela napasnya, ia kemudian berjongkok kembali di depan Dista. "Gue paham, Ta. Tapi ntar lo nya masuk angin. Emang mau lo nggak pulang-pulang dari sini?" Dista menggeleng cepat, dia, kan ingin cepat-cepat pulang.

"Nah, makanya, ayo masuk. Gue juga mau pulang sebentar, ambil baju."

"Loh, emangnya Dista sampai kapan disini?"

"Harus rawat inap dulu. Tadi gue udah tanya." Memang, tadi sembari membeli bubur, Andrian sudah bertanya pada dokter yang menangani Dista.

"Besok bisa pulang, kan???"

"Kalau lo mau masuk sekarang, besok pagi kita pulang."

Akhirnya, Dista mengalah dan mau dibawa masuk oleh Andrian. Daripada ia tidak pulang cepat, kan? Lebih baik berada di dalam ruang inap saja, walaupun sangat membosankan.

Andrian mendorong kursi roda Dista. "Gue pulang bentar yah, nggak lama. Mau ambil baju."

Dista mendongak guna menatap Andrian. "Emang mau nginep juga?"

"Iyalah, siapa yang mau jagain lo kalau gue nggak ikutan nginep."

"Kan, Dista bisa sendirian aja di sini. Lagian, besok Andrian harus ujian."

"Ujian mah bisa nyusul," ujar Andrian bersikeras.

"Tapi semester ini menentukan lolos nggak lolosnya SNMPTN, Andrian." Dista baru ingat kalau Andrian sudah sampai di semester 5.

"Lolos SNMPTN tergantung rejeki, kalau nggak punya rejeki dan beruntung, mau nilainya bagus yah percuma. Nggak bakalan lolos," jelas Andrian.

"Emang iya yah?"

"Iyaa. Jadi, lo tenang aja, untuk besok gue bisa nyusul aja ujiannya."

Dista mengangguk mengerti. "Iya, deh kalau gitu. Andrian ...." Dista menggantungkan kalimatnya, membuat Andrian menghentikan dorongannya pada kursi roda Dista.

"Apa?" Andrian beralih untuk berjongkok di sebelah kursi roda Dista.

"Makasih yah," ucap Dista disertai dengan senyumannya.

"Untuk apa?"

"Andrian mau menerima cewek rusak ini." Tatapan Dista berubah menjadi sendu. Mengingat ucapan Afiga beberapa saat yang lalu. Ia masih menyimpan ucapan itu di dalam otaknya, dan tak akan pernah melupakannya.

"Gue nggak suka lo ngomong gitu. Lo istri gue, dan gue nggak mau istri gue merendahkan harga dirinya sendiri!" Ucapan Andrian terdengar sangat tegas, seolah-olah menjadi perintah untuk Dista.

Dista menunduk. "Ma-af."

"Ta, kalau sekarang bukan di tempat umum, udah gue cium lo!"

Dista mendongak kaget. "Ihhh, mesum terus ih!"

My Little PrincessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang