"Nona, ayo main!"
Seorang anak laki-laki berusia 5 tahunan tersenyum manis ke arah seorang anak perempuan yang usianya sama.
"Nggak mau!" jawab anak perempuan itu dengan nada dingin.
Dista yang melihat jawaban dari anaknya, langsung mendekat. Wanita berusia 24 tahun itu memegang pundak Nona.
"Nggak boleh gitu, kamu harus bersikap ramah sama semua orang," peringat Dista.
Nona cemberut, dia sangat kesal. Sudah dia bilang, dia paling malas diganggu.
"Ck, nggak mau!" Nona berdecak lalu masuk ke dalam rumahnya.
"Kak Nana kenapa, Bun?" Seorang anak perempuan yang usianya setahun lebih muda dari Nona keluar dari dalam rumahnya. Ia menghampiri Dista.
Dista hanya menggeleng pelan. "Kebiasaan kakak kamu emang gitu. Kamu jangan ngikutin kebiasaan dia yah?"
Zeal mengangguk sambil tersenyum. "Bundaaaa, Zeal boleh main sama anak-anak di taman kompleks nggak?"
Dista mengangguk. "Tapi jangan lama-lama yah. Kalau udah denger adzan jam dua belas, langsung pulang."
Zeal bersorak senang. "Makasihhh, Bundaaa." Anak kecil itu memeluk leher sang bunda dengan erat, lalu memberikan kecupannya di pipi Dista.
Setelahnya, Zeal berlari ke arah pagar rumah dan keluar dari sana. Dista hanya memandangi kepergian sang anak hingga tidak terlihat lagi. Setelah itu, Dista memilih untuk masuk ke dalam rumahnya menyusul Nona. Gadis kecil itu rupanya sedang ngambek.
"Nona." panggil Dista mencari-cari keberadaan Nona.
"Nyo--- astaga! Kamu ngapain sembunyi disitu?" Dista menghampiri Nona yang duduk meringkuk di belakang sofa ruang tamu. Dista berjongkok di depannya.
Nona cemberut, dia melipat kedua tangannya. "Lagi cuci baju."
Dista menoel pipi Nona. "Kalau ditanya, harus dijawab dengan benar."
"Emang Bunda liatnya Nona lagi apa?" Nona berdiri, tapi tingginya tetap sejajar dengan Dista yang berjongkok.
"Duduk, sembunyi?" tebak Dista.
Nona mengangguk. "Kalau udah tahu, ngapain tanya!"
Nona kemudian berlari ke atas tangga dan memasuki kamarnya. Dista yang melihat hal itu, hanya bisa menggeleng tak habis pikir. Demi Tuhan, anak pertamanya itu sangatlah cuek dan tidak bisa diganggu sedikitpun. Dia akan lebih bahagia dibiarkan bermain sendirian, bahkan tidak pernah mau jika diajak bermain bersama dengan adeknya sendiri. Zeal.
***
10 tahun kemudian ~~~
"Pa, Zeal mau beli boneka kucing yang besar yah, Pa? Kan, Zeal berhasil dapet peringkat satu di kelas."
Andrian menatap anak keduanya itu, dia menaruh sendok nya ke atas piring. "Berarti kamu belajar, hanya supaya dapat hadiah dari Papa?"
Zeal terdiam, dengan perlahan dia mengangguk.
Andrian menggeleng tak habis pikir. "Ada-ada saja kamu. Ya udah, asalkan kamu tetap mau belajar dan nilai kamu bagus terus." Zeal bersorak senang. Gadis berusia 14 tahun itu sangatlah bahagia, dia akan memamerkan boneka kucing jumbo nya kepada teman-temannya nanti. Walaupun sudah SMP, dia masih sangat menyukai boneka.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Little Princess
Teen FictionDistya Widutami, siswi baru di SMA 7 Harapan yang harus kehilangan mahkotanya karena direbut paksa oleh Afiga. Dia marah, sedih, takut, semua perasaannya campur aduk. Dan satu lagi, orang yang bertanggungjawab atas kehamilannya bukan pelaku sesungg...