Entah karena ngidam atau karena ia sedang gabut saja, sekarang ini Dista sedang sangat ingin mendandani seseorang. Di elusnya perutnya itu, sambil tersenyum Dista berkata. "Kayaknya ngidam kamu aneh-aneh mulu yah, Nak?"
"Ngomong sama dedeknya, Ta?"
Dista mendongak dengan tatapan terkejut melihat kedatangan Andrian yang tiba-tiba. Dista hanya tersenyum sembari mengangguk saja. Apalagi ketika Andrian berjalan ke arahnya dan duduk di sebelahnya, di tepi ranjang.
"Em ... Andrian ...." Dista menggantungkan kalimatnya sejenak. Membuat Andrian menatapnya. Dista yang ditatap oleh Andrian menjadi salah tingkah, panas dingin, dan seketika keinginannya langsung hilang dalam sekejap.
"Nggak jadi!" Dista menggeleng dan memilih untuk menatap lantai saja dibanding melihat tatapan tajam dari Andrian.
"Lo mau apa?" tanya Andrian, lumayan peka sih. Tapi Dista hanya menggeleng tanpa menatap dirinya. "Ck, gue nggak suka yah lo sok cuek gini."
Dista terpaku, apanya yang cuek?
"Aku nggak cuek kok, Andrian. Tapi beneran, aku udah nggak pengen apa-apa." Kali ini Dista melirik Andrian sekilas, lalu kembali menatap lantai.
Andrian menghela napasnya. "Ya udah, gue mau tidur." Andrian naik ke atas ranjang dan merebahkan tubuhnya di sana. Membiarkan Dista bergelut dengan pikirannya sendiri.
Duh, gimana yah?
Dista tidak mengada-ngada, tapi ia memang benar-benar ingin mendandani seseorang hanya dengan menggunakan bedak bayi yang sempat ia beli beberapa waktu lalu.
"Eh, kok udah pindah haluan, sih?!" Dista memukul-mukul kepalanya tanpa sadar saat keinginannya sudah berganti. Sekarang ia malah ingin membeli buku untuk catatan. Gila saja malam-malam begini dia malah menginginkan sesuatu yang aneh-aneh. Tidak aneh, sih, tapi cara pergantian keinginannya itu loh yang aneh.
Andrian belum tidur, dia hanya memejamkan matanya saja. Jadi, dia tahu apa yang dilakukan dan dikatakan wanita itu. Oleh karena itu, Andrian memilih untuk duduk.
"Lo kalau mau apa-apa, ngomong, Ta. Gue nggak tau apa kemauan lo, tapi gue tau sekarang lo lagi pengen sesuatu."
Dista tak bergeming, apalagi saat Andrian dengan sengaja malah meletakkan dagunya ke bahu kanan Dista. Jantungnya berdetak lebih kencang dari biasanya.
"A-aku nggak pe-ngen apa-apa kok."
"Masa?" Andrian memiringkan wajahnya ke sebelah kanan, sehingga posisi wajah Dista sangat dekat dengan wajahnya. Bisa dikatakan, jika Dista menoleh maka wajah mereka akan menempel saking dekatnya.
Andrian tersenyum senang melihat kedua pipi Dista memerah. Tandanya wanita itu sedang salah tingkah.
"Lo kok gemesin gitu, sih kalau lagi salting," cetus Andrian lalu menjauhkan wajahnya. Barulah Dista bisa bernapas dengan lega.
"Aku nggak salting, tau! Aku pengen dandanin kamu pakek bedak bayi, terus aku juga pengen beli buku untuk catatan. Tapi udah malem ...." Dista mengecilkan volume suaranya di tiga kata terakhir.
Andrian yang mendengarnya pun melotot, ia mendekat ke arah Dista dan membalik tubuh Dista agar bisa menghadap ke arahnya.
"Lo gila, Ta? Kalau masalah beli buku mah oke-oke aja. Lah ini, lo mau dandanin gue? Emang gue badut?!"
"Hiks ...."
"Loh, Ta kok nangess?!"
Oke, jangan salahkan Dista. Salahkan saja Andrian yang suaranya meninggi dan sedikit ngegas. Dista yang sensitif dan mudah menangis, tentu saja takut. Sedangkan Andrian langsung panik saat Dista menangis. Apalagi dia baru sadar kalau kaki wanita itu sedang terluka, pasti sakit juga.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Little Princess
Teen FictionDistya Widutami, siswi baru di SMA 7 Harapan yang harus kehilangan mahkotanya karena direbut paksa oleh Afiga. Dia marah, sedih, takut, semua perasaannya campur aduk. Dan satu lagi, orang yang bertanggungjawab atas kehamilannya bukan pelaku sesungg...