Dua anak laki-laki berumur 5 tahun itu bermain rumah bongkar pasang di depan televisi. Keduanya terlihat sangat menikmati permainan mereka. Mereka ada Afiga dan Andrian. Sesekali Afiga akan iseng kepada Andrian, begitupun sebaliknya.
"Gaga, ayo kita lomba. Siapa yang selesai duluan, dia yang boleh tidur sama mommy nanti malem!" Andrian kecil tersenyum menantang kepada Afiga yang duduk di depannya.
Afiga yang merasa tertantang, langsung mengangguk mengiyakan. "Siapa takut? Ayooo!"
Keduanya langsung memasang rumah-rumahan mereka dengan cepat. Mereka fokus pada milik mereka masing-masing. Tapi, sesekali Andrian akan mendorong rumah-rumahan Afiga yang telah jadi, sehingga rumah milik Afiga rusak kembali.
Brakk
"Ga, maaf, aku nggak sengaja," lirih Andrian menyesali kesalahannya. Melihat Afiga yang ingin menangis, Andrian menjadi tak tega. Karena rumah-rumahan Afiga yang hampir jadi, malah dibuat ambruk oleh Andrian.
"Hiks ... Andrian jahat!" cetus Afiga. Ia mengucek-ngucek matanya yang berair. Ia berdiri dan diikuti oleh Andrian.
"Ga, kan, aku udah minta maaf tadiiii." Andrian membujuk Afiga. Tetapi yang namanya anak kecil, pasti akan ngambek dan marah-marah.
Begitupula dengan Afiga. Ia lalu mendorong Andrian hingga jatuh tersungkur ke lantai. Andrian tentunya langsung menangis.
"Huaaaa Mommy!!! Afiga dorong Andrian sampe jatohhh!!" teriak Andrian membuat Sara berlari menghampiri keduanya.
"Astaga, Andrian, kamu kenapa, Sayang?" Sara berjongkok dan memeluk Andrian yang menangis.
"Dia, Mommy ... dia jahat ...." lirih Andrian menunjuk Afiga yang menunduk ketakutan. Apalagi tatapan Sara yang sangat tajam dan sinis.
"Heh kamu! Sini kamu!" Sara melepaskan pelukannya pada Andrian. "Siniii!!" Ia menarik tangan Afiga dengan paksa karena anak itu tidak mau dan malah menjauh.
"Hiks ampun, Mommy ...." Afiga menangis ketakutan karena Sara terus menariknya pergi dari sana.
"Kamu ini yah ... kenapa, sih, kamu gangguin kakak kamu terus?! Nggak capek yah??" Sara terus mengomel sambil menarik-narik tangan Afiga yang terus memberontak.
"Nggak mau, Mommy. Ampun ... bukan Afiga duluan, tapi Andrian!" adu Afiga membuat Sara menghentikan langkahnya.
Ia merunduk. "Apa kamu bilang? Andrian? Bahkan kamu hadir adalah kesalahan terbesar bagi keluarga saya, Afiga!"
"Sakit, Mommy!!!" Afiga berteriak kesakitan karena Sara mencubitnya. Ia kembali menariknya hingga sampai ke kamar mandi pembantu.
Bruk
Brak
Afiga didorong masuk ke dalam kamar mandi oleh Sara. Lalu Sara mengunci pintunya dari luar.
"Mommy!!! Jangan kunci Afiga lagiiii. Mommy bukaaa!!!"
Afiga berteriak sambil menggedor-gedor pintu. Sara tak menghiraukannya, ia menghampiri Bi Santi yang duduk di dapur sambil memperhatikan mereka.
"Bi, jangan dibuka sebelum makan siang nanti. Anak itu terlalu keterlaluan," ujar Sara.
"Tapi, Nyonya, apa tidak kasihan?" tanya Bi Santi dengan hati-hati. Sebenarnya ia tak tega kepada Afiga yang selalu mendapat hukuman yang parah, dibandingkan dengan Andrian yang selalu dimaklumi apabila telah melakukan kesalahan.
"Tidak usah kasihan pada dia! Dia bukan anak saya!" Setelahnya Sara pergi tanpa mau dibujuk oleh Bi Santi.
Pernah suatu hari, Afiga dibuat menangis oleh Andrian karena ayam gorengnya direbut.
"Mommy ... hiks andrian jahat!" Afiga menangis sambil terus memarahi Andrian.
Mereka sedang berada di meja makan. Mengikuti sarapan bersama.
"Andrian, kamu nggak boleh nakal sama Adek kamu," peringat Hendra. Ia memeluk Afiga yang masih menangis.
Andrian melengos tak mau mengalah. Ia malah mengejek Afiga yang katanya 'cengeng'.
"Udahlah, Mas. Namanya juga anak kecil. Wajar saja," ujar Sara tak acuh. "Sini, Sayang. Ini ada ayam goreng lagi." Sara malah menarik kursi Andrian agar mendekat ke kursinya. Ia lalu mengambilkan beberapa ayam goreng dan menaruhnya di atas piring Andrian.
"Makasih, Mommy," ujar Andrian tersenyum.
"Mommy, Afiga mauuu." Afiga ikut mendekat, tapi Sara malah berdecak sebal.
"Nggak usah! Kamu tadi ud---"
"Sara! Ambilkan, satu saja kalau kamu memang keberatan," potong Hendra membuat Sara mau tak mau harus mengalah.
Wanita itu mengambil sepotong ayam goreng dan menaruhnya di atas piring Afiga.
"Puas kamu?!"
"Terimakasih, Mommy." Afiga bahkan masih tersenyum manis kepada Sara yang terus menjahatinya. Memang, ibu mana yang mau menjahati anaknya sendiri? Tapi ... mari kita perjelas.
"Dia bukan anak saya, Mas!" bantah Sara. Sara dan Hendra sedang bertengkar di dalam kamar mereka.
"Tapi aku mohon, Sara. Kali ini saja, aku sudah minta maaf kepada kamu. Dan aku mohon ... tolong bantu aku untuk merawat dia." Hendra memohon. Dia menyadari kesalahannya yang sangat fatal.
Sara menggeleng keras. "Saya nggak mau, Mas! Dia anak selingkuhan kamu! Wanita siapa yang mau merawat anak dari selingkuhan suaminya sendiri? NGGAK ADA, MAS!"
"Sara! Sara dengarkan dulu!" Hendra berlari ingin mencegat Sara. Tapi Sara tetap tak peduli dan berlari ke arah Bi Santi yang sedang menggendong Afiga yang masih bayi.
"Bi! Pokonya saya nggak mau anak ini ada di sini! Buang dia jauh-jauh!" titah Sara.
"Sara! Jangan!" Hendra menarik lengan Sara. "Bi, jangan dengarkan dua, Bi. Saya mohon!" ujar Hendra kepada Bi Santi. Dan akhirnya Bi Santi membawa Afiga pergi ke dapur dan membiarkan keduanya kembali bertengkar.
"Nggak mau, Mas! Sampai kapanpun, saya nggak sudi!" teriak Sara.
Lalu, kenapa Sara mau merawatnya sampai sekarang? Mari kita lihat!
"Sara, saya minta ampunan mu, Sar. Tapi saya mohon, tolong rawat anak itu seperti anak kamu sendiri."
Dari pagi sampai sore, Hendra tak lelah-lelahnya untuk membujuk Sara. Tapi Sara tetap bebal, ia bahkan terus saja cuek dan tak mau mendengarkan Hendra.
"Sara, begini saja ... kamu boleh kasi syarat apapun, asalkan kamu mau merawat Afiga."
Sara akhirnya menoleh, kali ini ia tersenyum sinis. "Boleh?" Hendra mengangguk ragu-ragu. Ini cara terakhirnya. Ia tak mau Afiga terlantar nantinya.
"Oke, saya mau merawat dia. Tapi saya tidak mau berlaku adil. Terserah, Mas Hendra mau atau tidak. Saya tak peduli, toh, itu kesalahan kamu, kan?"
Dari situ, akhirnya Afiga dirawat oleh Sara. Meskipun seperti yang kita tahu, Afiga selalu diperlakukan tidak adil oleh Sara. Bahkan Sara sering menyiksa Afiga jika Hendra sedang berada di kantornya.
"Dengar yah, Afiga, sampai kapanpun, saya tidak akan sudi menganggap kamu sebagai anak saya!"
Afiga hanya bisa menangis mendengarnya. Anak seusia dia tidak paham dengan apa yang dimaksud oleh Sara. Yang Afiga tahu, ia dan Andrian adalah anak kembar yang tidak identik. Mereka hanya berbeda 10 menit.
***
Ini flashback bestiee
Jangan julid-julid sama Afiga, kasihan hahaha
Aku aja ga tega sama dia. Ta-tapi ... ini, kan yang kalian mauuu??
Ini saja masih penyiksaan waktu kecil, penyiksaan waktu dewasanya belommmAyo dong! Vote dan komennya.
Follow akun author juga yahhh, makasihhhh ♥️♥️🍁🍁Oh iya, kalau mau liat video Andrian yang peluk cium itu yah, cari di tiktoknya jerapah_unyu. Ada di situ vid nya hihi. Jan lupa follow juga yee
KAMU SEDANG MEMBACA
My Little Princess
Fiksi RemajaDistya Widutami, siswi baru di SMA 7 Harapan yang harus kehilangan mahkotanya karena direbut paksa oleh Afiga. Dia marah, sedih, takut, semua perasaannya campur aduk. Dan satu lagi, orang yang bertanggungjawab atas kehamilannya bukan pelaku sesungg...