"Kan Papa sudah bilang sama kamu, tolong gunakan kecantikan kamu untuk memikat anaknya om Hendra! Kamu lupa, mama kamu dapet darimana uang supaya kamu bisa mendapatkan gelar 'duta narkoba' kemaren?!"
Alini hanya diam menundukkan kepala. Tatapannya tertuju ke lantai. Ia lebih baik menatap lantai yang kotor karena belum di pel sejak tadi pagi, dibandingkan harus menatap wajah garang milik sang papa.
"Kalau orang tua lagi ngomong, liat wajahnya, Alini!" Itu suara Alana--- Mama Alini. Karena tak mendapat respon apapun dari Alini, Alana kembali berucap, "ALINI!"
Dengan kesal, Alini mendongakkan wajahnya dan tatapannya langsung bertemu dengan tatapan sang papa.
"Dengar yah, Al, gara-gara kamu melepaskan Andrian begitu saja toko sepatu Papa dan Mama kekurangan modal. Dan akhirnya, kita harus menjual dua toko sepatu sekaligus!"
Alini menghembuskan napasnya dengan perlahan. "Pa, Ma, ini takdir. Kalian nggak bisa mengatur takdir yang udah ditentukan sama tihan!"
"Tapi takdir kita nggak akan seperti ini kalau kamu nggak seenaknya, Alini!" sahut Alana.
"Maa, Mama tau, kan kalau Andrian sudah menikah? Harusnya dari situ Mama sama Papa udah tau kalau Andrian nggak baik untuk Alini!"
"Tapi kalian sudah dua tahun menjalani hubungan, Alini!" cetus Andre--- Papanya.
"Hubungan bertahun-tahun bukan berarti sampai ke jenjang pernikahan," jawab Alini.
"Tapi kalau kamu nggak seenaknya, pasti kita nggak akan kehilangan dua toko kita, Al!" Andre semakin emosi karena respon Alini yang terlihat sangat santai. Sedangkan Alini masih tetap biasa saja, dia bahkan sudah dekat dengan lelaki lain.
"Alini udah deket sama cowok lain, Pa, Ma. Dia juga model, kalau Papa dan Mama mau, Alini bisa manfaatin dia," tutur Alini membuat emosi Andre menurun, juga Alana yang menyunggingkan senyum.
"Kamu serius, Al?" Alana memegang tangan Alini. Alini hanya mengangguk sebagai jawaban. "Ya udah, kamu manfaatin dia aja!"
"Hem, tapi nggak instan yah, Ma. Karena ini yang sekarang, Alini masih butuh dia agar dunia entertainment Alini semakin maju. Mama sama Papa seneng, kan kalau tahun ini Alini mendapat gelar 'duta pendidikan'?"
"Seneng dong, Al. Pertahankan!" ujar Alana.
"Memang dia bisa membantu apa?" tanya Andre.
Alini menoleh kepada sang papa. "Mama dia salah satu jurinya, Pa."
Andre tersenyum sambil mengangguk. "Pintar sekali kamu. Papa tunggu kabar baiknya."
"Oke. Udah, nggak usah susah-susah dipikirin. Masalah toko sepatu, kan masih ada tiga toko lagi." ujar Alini.
"Tapi itu toko kecil, Al. Yakin bisa hidup tetap mewah dengan toko itu?" Wajah Alana berubah menjadi sedih.
"Kalau Alini bisa menang, cowok Alini akan membawa Alini ke Amerika. Alini jamin itu."
"Serius?" Alini mengangguk lagi. "Oke, semangat anak kesayangan. Semoga kamu bisa sukses!"
"Aamiin."
"Alini sekalian mau nyari adek Alini, Pa, Ma." Ucapan Alini mampu membuat keduanya terdiam. Dan hanya bisa saling pandang.
Di sisi lain, Afiga sudah memarkirkan motornya di depan rumah Alini. Ia melirik jam di pergelangan tangannya. 14:23. Dengan segera, Afiga melangkahkan kakinya menuju pintu rumah Alini. Lalu memencet bel. Tidak berapa lama, seorang pembantu rumah tangga membukakan pintu untuk Afiga.
"Cari siapa, Mas?" tanya pembantu itu dengan sangat sopan dan ramah.
"Alini," jawab Afiga.
"Oh ada di dalam, mari masuk."
KAMU SEDANG MEMBACA
My Little Princess
Teen FictionDistya Widutami, siswi baru di SMA 7 Harapan yang harus kehilangan mahkotanya karena direbut paksa oleh Afiga. Dia marah, sedih, takut, semua perasaannya campur aduk. Dan satu lagi, orang yang bertanggungjawab atas kehamilannya bukan pelaku sesungg...