"Semoga jika kita bertemu lagi, Mas Yudha bisa banyak bicara seperti satu tahun yang lalu"
------
BAB ini sengaja tidak dibuka dengan kata-kata mutiara/motivasi. Alasannya, biar unik saja 🙏🏻
------
Satu bulan setelah beberapa kali bertukar cerita dengan Satria, di sinilah Yudha sekarang. Ia berada dalam perjalanan menuju sebuah restoran yang tidak terlalu jauh dari kantor. Di sebelahnya, Satria menyetir dengan serius. Keduanya masih mengenakan kemeja, belum sempat berganti pakaian setelah jam pulang kantor sepuluh menit yang lalu.
Selama kurang lebih tiga puluh hari terakhir, Yudha sudah mengenal gadis yang akan ditemuinya sebentar lagi. Tentu saja bukan mengenal secara harfiah, melainkan mengenalnya melalui kalimat Satria dan bagaimana ia menggambarkan sepupunya itu.
Sungguh, jika semua kalimat Satria benar, Yudha rasanya ingin mundur saja. Bagaimana tidak? Menurut Yudha, sepupu Satria terlalu baik-terutama dari segi agama-ketimbang dirinya yang shalat lima waktu saja masih sering dilalaikan. Yudha merasa tidak pantas jika betul-betul bersanding dengan gadis itu. Makanya ia amat terkejut saat Satria bilang sepupunya juga ingin bertemu. Entah apa yang Satria bilang tentang dirinya hingga bisa membujuk perempuan itu.
Lazimnya, dalam sebuah pertemuan, terlebih untuk kasus Yudha yang sedikit spesial, ia tidak mungkin melupakannya. Namun, entah apa penjelasan yang tepat, kejadian satu tahun lalu itu seolah terhapus begitu saja dari ingatannya. Seharusnya, sejak awal, Yudha sudah sadar bahwa ada yang sedikit aneh. Misalnya tentang gadis itu yang ingin menemuinya, padahal menurut penjelasan Satria, sepupunya tidak pernah ingin "bertemu" dengan laki-laki yang belum meminta izin kepada orang tuanya untuk membicarakan soal pasangan hidup.
Benar saja. Persis ketika Yudha memasuki restoran, matanya langsung jatuh pada sebuah senyuman yang tahun lalu sempat mengusik hidupnya. Dan lihatlah! Yudha mematung. Laki-laki itu sama sekali tidak bergerak. Ia pelan-pelan menelan saliva saat gadis itu juga ikut menatap ke arahnya.
Tanpa bisa mengatur ekspresi terlebih dahulu, Yudha patah-patah mengikuti langkah Satria. Ia bahkan jelas terlihat canggung saat duduk persis di depan gadis itu. Satria tidak memerhatikan, begitupun dengan perempuan di hadapannya yang rupanya datang dengan kakak sepupunya yang tak lain adalah adik bungsu dari Satria. Ketiga orang itu malah sibuk saling menyapa, mengabaikan Yudha yang sedang sibuk menenangkan diri agar sedikit nyaman.
Sementara itu, Satria susah payah mendesis pelan untuk menarik perhatian Yudha. Bahkan laki-laki itu sedikit gelagapan saat dirinya menyikutnya pelan, seolah pikirannya beberapa detik lalu sedang ada di tempat lain.
"Kenalin diri kamu." bisik Satria sepekan mungkin.
Bukannya mengenalkan diri dengan percaya diri sebagaimana biasa, Yudha malah berdehem. Tanpa alasan ia benar-benar gugup. Bahkan tenggorokannya terasa amat kering. Setelah satu-dua kali kembali berdehem untuk mengatur suara, barulah Yudha melontarkan kalimat pertamanya.
"Saya...Atthallah Yudha Aldasfa, biasa dipanggil Yudha. Saya teman Mas Satria di kantor."
Rupanya perkenalan Yudha hanya sesingkat itu. Setelahnya, ia malah mengunci mulut. Padahal, biasanya Yudha akan bermetamorfosa menjadi pujangga yang pandai merangkai kata bila di depan perempuan yang diincarnya. Laki-laki itu bahkan menundukkan kepala, menghindari mengapa wajah perempuan yang sedari tadi membuatnya gugup.
"Nama saya Alifa, Alifa Khansara. Saya pikir Mas Yudha sudah lupa, sampai-sampai terlihat tidak nyaman begitu. Padahal di pertemuan terakhir, Mas Yudha ngebet sekali tanya-tanya nama saya. Sepertinya, Mas Yudha tidak menduga akan bertemu saya, ya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Titik Terang [LENGKAP]
RomanceTentang keluarga dan pasangan. Tentang alur nyata kehidupan. Tentang berdamai dengan semua takdir menyakitkan. Tentang menerima, mencintai, dan saling menguatkan. Cerita tentang titik terang dalam hidup yang gelap dan diselimuti kebohongan.