BAB 41 | Rumah Sakit

13 1 0
                                    

Yudha menginjak dalam-dalam pedal gas mobil yang ia kendarai. Tak terhitung berapa pelanggaran lalu lintas yang sudah Yudha lakukan. Namun, laki-laki itu sama sekali tidak peduli. Isi kepalanya berkecamuk membayangkan kondisi papanya saat ini.

Perjalanan yang seharusnya memakan waktu satu jam itu, berhasil Yudha tempuh dalam waktu tiga puluh lima menit saja.

Setelah memarkirkan mobil di pelataran rumah sakit, Yudha setengah berlari memasuki IGD. Langkahnya berhenti saat sudut matanya menangkap sosok wanita yang ia kenal tengah menunduk di ujung bed pasien.

"Maa..." panggil Yudha pelan.

Nia menoleh. Separuh dirinya kaget karena Yudha bisa datang secepat itu. Namun, kesedihannya lebih dominan. Persis ketika pandangan keduanya beradu, pertahanan Nia runtuh. Ia melangkah ke arah Yudha dan kemudian memeluk putra sulungnya itu.

Tangis yang Nia tahan sedari tadi akhirnya pecah.

Cukup lama Nia menangis hingga akhirnya ia bisa mengendalikan perasaannya. Dengan sisa tenaga yang ia punya, Nia melangkah, membawa Yudha menuju bed IGD dimana Ari terbaring setengah sadar.

Yudha akhirnya bisa melihat kondisi sosok pria yang sedari tadi ia khawatirkan. Ari terbaring dengan mata tertutup. Di tubuhnya terpasang selang oksigen dan selang infus. Napasnya terdengar berat dan pendek. Alis tuanya sedikit bertaut, seolah menahan sakit yang tidak terlihat.

Belum lama Yudha menatap Ari, seorang dokter datang mendekat. Menyadari bahwa mamanya mungkin cukup lelah untuk menerima informasi, Yudha maju untuk menggantikan.

"Kondisi bapak Ari cukup serius. Serangan jantung tadi terjadi akibat adanya sumbatan pada pembuluh darah jantung. Segera setelah nyerinya hilang, kita akan melakukan pemeriksaan untuk mengetahui lokasi dari sumbatannya. Setelah itu baru kita bisa menentukan tindakan selanjutnya."

"Pasien sudah diberikan anti nyeri. Mungkin dalam lima belas menit lagi, nyerinya sudah hilang. Nanti kita akan bawa pasien ke dalam ruangan khusus untuk menjalani pemeriksaan."

Yudha mengangguk, memahami keseluruhan informasi.

Sesuai ucapan dokter, lima belas menit kemudian, bed Ari digiring pergi. Meskipun Yudha dan Nia mengikuti kemana bed itu dibawa, tetapi langkah keduanya harus terhenti tepat di depan ruangan yang bertuliskan ruang radiologi. Pemeriksaan yang akan dilakukan kepada Ari adalah pemeriksaan menggunakan radiasi sehingga hanya orang tertentu yang bisa masuk. Alhasil, keduanya hanya bisa menunggu hasil di depan pintu yang kini telah tertutup.

Cukup lama Yudha dan Nia menunggu hingga akhirnya pintu itu terbuka. Dokter yang sama kembali muncul. Ia melangkah ke arah Yudha.

"Lokasi sumbatannya tidak bagus. Pasien harus segera dioperasi sesegera mungkin sebelum kondisi otot jantungnya lebih buruk lagi. Apa bapak setuju pasien dioperasi?"

Yudha mengangguk cepat. Sebagai orang awam, ia akan mempercayai penilaian dokter yang tentu lebih ahli di bidangnya.

"Baiklah. Pasien akan dibawa ke ICU lebih dulu untuk dilakukan persiapan operasi."

Persis di ujung kalimat itu, bed Ari keluar dari ruangan dan digiring pergi oleh beberapa orang perawat.

Yudha kembali pada Nia yang sedari tadi masih menatap penuh tanya.

"Ma, papa akan dioperasi."

Kalimat itu membuat Nia terkesiap. Bola matanya menyiratkan kekhawatiran yang pekat.

"Mama ga boleh khawatir. Kita serahin semua sama Allah. Dokter juga pasti punya alasan tersendiri kenapa papa harus dioperasi, Ma. Sekarang kita cuma bisa usaha supaya papa bisa sehat lagi." ucap Yudha dengan jelas sebelum mamanya sempat protes. Yudha tahu, Nia sebenarnya tidak terlalu setuju dengan keputusan untuk operasi itu. Nia terlalu takut. Tapi, di keadaan seperti ini, terlalu takut hanya akan membuang-buang waktu. Dokter bilang Ari harus segera dioperasi, itu artinya tidak boleh ditunda lagi.

Setelahnya, Yudha menandatangani surat persetujuan tindakan operasi yang diserahkan oleh salah seorang perawat.

Tidak ada lagi yang bisa Yudha dan Nia lakukan. Ari sudah ada di ruang ICU. Tidak ada keluarga pasien yang boleh masuk. Mereka hanya bisa menunggu di koridor rumah sakit yang cukup lengang.

Tiba-tiba saja Nia berdiri. Yudha yang kaget spontan bertanya, "Mama mau kemana?"

"Mama mau pulang. Zahra sama Annisa pasti ketakutan di rumah karena mama sama papa belum pulang seharian ini."

Benar. Ari mengalami serangan jantung saat ia masih di kantor, persis ketika pria itu selesai menunaikan shalat ashar. Teman sekantornya membawa Ari ke rumah sakit terdekat. Nia tahu beberapa menit kemudian dan langsung datang ke IGD setelahnya.

Mendengar hal itu, Yudha kemudian berdiri. Ia mendorong tubuh Nia yang lemas agar kembali duduk.

"Biar Yudha aja yang pulang, Ma. Yudha juga akan kabari Farhan supaya dia pulang dan menemani Zahra sama Annisa di rumah."

Tanpa kata, Nia mengangguk setuju.

Yudha menghela napas melihat reaksi itu. Ia kemudian merendahkan tubuhnya agar sejajar dengan Nia.

"Ma, mama ga boleh lemah. Papa pasti bakal baik-baik aja. Mama sekarang harus kuat supaya papa juga kuat melewati ini. Kita do'a bareng-bareng ya, Ma."

Nia terdiam, tetapi air matanya mengalir deras. Ia sungguh ketakutan. Meskipun hubungannya dan Ari tidak seperti hubungan suami istri yang lainnya, tetapi Nia sungguh mencintai Ari. Ia tidak pernah bisa membayangkan hidup tanpa Ari di sampingnya.

Yudha akhirnya mencoba menguatkan Nia dengan memeluk mamanya itu.

Setalah cukup tenang, Yudha akhirnya pergi.

Sembari berkendara pulang, Yudha menghubungi Farhan, menceritakan semua kejadian. Hal yang tentu saja membuat Farhan buru-buru berkemas dan pulang ke rumah.

Yudha juga sempat mengabari rekan kantornya yang sampai saat ini masih ada di bank kota sebelah. Ia meminta maaf karena membawa pergi mobil kantor sejauh ini. Beruntung rekannya mengerti kondisi Yudha. Ia mempersilahkan Yudha menggunakan mobil itu dan cuti sampai Ari sehat. Ia juga berjanji akan membicarakannya dengan atasan mereka nantinya.

Setelah itu, Yudha menginjak pedal gas dalam-dalam. Ia memacu mobilnya agar segera sampai di rumah. Lupa mengabari satu orang lagi yang tengah mengkhawatirkan dirinya dari jauh.

Alifa

-----

Assalamu'alaikum readers

Akhirnya update lagi

Ga tau mau bilang apa

Doain aja besok aku update lagi ya

Hehehe

See you besok, bismillah

Assalamualaikum

Titik Terang [LENGKAP]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang