BAB 39 | Berakhir

23 0 0
                                    

Sekali lagi, Alifa melempar pakaiannya ke atas kasur. Ia menghela napas sembari pantulan tubuhnya yang semakin membesar di depan cermin.

Terhitung nyaris sudah satu jam Alifa berdiri di sana. Setengah dari pakaiannya yang ada di lemari sudah bertebaran di atas kasur. Bahkan ada yang berserakan di lantai. Sayangnya, Alifa masih belum menemukan pakaian yang bisa memuaskan hatinya.

"Ya Allah Alifa, kamu ngapain?" seri Yudha yang baru saja keluar dari kamar mandi dengan ujung rambut yang masih basah.

Tentu saja Yudha kaget. Untuk pertama kalinya, ia melihat kamar ini berantakan dan itu karena ulah istrinya yang terkenal paling rapi selama ini.

"Bajunya ga ada yang bagus, Mas. Yang bagus malah ga muat. Aku gendut banget, ya, Mas?"

Hampir saja Alifa menangis di ujung kalimatnya. Mood Alifa selama hamil memang selalu naik-turun seperti roller coaster.

"Kenapa sih sayang? Hmm...baju kamu banyak gini, loh. Masa ga ada yang bagus?"

"Alifa kelihatan jelek, Mas. Jadi kelihatan gendut banget pake gamis gitu."

Tanpa kata, Yudha memeluk Alifa dari belakang. Posisi keduanya terlihat jelas di cermin sehingga Alifa juga bisa melihat pantulan bayangan tangan Yudha yang tengah memeluk perut buncitnya.

"Bagus dong, kamu gendut. Tandanya bayi kita juga tumbuh dengan sehat. Lagian siapa bilang sih, gendutnya kamu kelihatan jelek? Kamu tetap cantik, loh. Gapapa ya, sayang, ya. Masa hamil ini, walaupun berat dan kadang bikin kamu insecure, Mas mau kita tetap menikmatinya, supaya bayi kita juga tahu bahwa orangtuanya senang dengan kehadirannya. Oke?"

Setelahnya Alifa menghela napas pelan kemudian mengangguk sembari tersenyum. Yudha yang melihat reaksi itu mendaratkan kecupan pelan di pipi gembul istrinya.

"Nah, gitu dong. Kalau senyum, kamu tuh kelihatan seribu kali lebih cantik."

Mau tak mau, kalimat itu membuat senyum Alifa lebih lebar. Ia melihat kembali pakaiannya yang bertebaran hingga akhirnya menjatuhkan pilihannya pada sebuah gamis polos berwarna merah maroon.

Yudha juga melakukan hal yang sama. Ia membuka lemari pakaian dan mengambil salah satu baju casual nya yang berwarna senada dengan gamis istrinya.

Hari itu, keduanya berencana pergi ke suatu tempat. Alifa tidak tahu kemana tujuannya karena dari semalam, Yudha menolak untuk memberitahunya. Beruntung Alifa tidak merajuk. Wanita itu malah senang karena menganggap suaminya ingin memberikan sebuah kejutan.

Sejak dua pekan yang lalu, raut wajah Yudha yang beberapa bulan terakhir seperti "hidup segan mati tak mau" sudah hilang. Laki-laki itu sudah kembali ceria seperti biasa, meskipun sampai saat ini ia tak pernah menceritakan masalah yang mengganggu hidupnya pada Alifa.

Setelah bersiap-siap, keduanya akhirnya turun ke bawah. Yudha sudah menggenggam kunci mobil milik mertuanya. Ia meminjam kendaraan itu semalam lantaran akan sulit rasanya bagi Alifa untuk naik motor dalam keadaan perut buncit seperti itu. Apalagi motornya bukan motor biasa, melainkan motor gede yang bisa saja membuat Alifa tidak nyaman.

Persis ketika jam menunjukkan pukul 10.00, mobil yang dikendarai oleh Yudha meluncur mulus di jalan raya, membawa kedua orang itu ke suatu tempat.

"Sebenarnya aku ga mau nanya, Mas, tapi akhirnya penasaran juga. Kita mau kemana?" tanya Alifa akhirnya setelah mereka berkendara kurang lebih dua puluh menit.

"Mas mau kasih suprise, jadi nanti kamu lihat sendiri aja ya. Perjalanan kita sebenarnya ga jauh, cuma pasti bakalan macet karena ini weekend. Makanya nanti kamu tidur aja, atau kalau kamu mau ngemil juga boleh. Oke?"

Titik Terang [LENGKAP]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang