Dua bulan setelah pernikahan
Yudha memacu motornya di jalan raya yang terhitung lengang. Saat ini jam sudah menunjukkan pukul 22.00. Hari ini pekerjaannya selesai lebih malam. Biasanya di jam segini, dia sudah bisa beristirahat dengan nyaman di kasur. Sayangnya, perjalanan menuju rumah Alifa yang kini juga menjadi rumahnya masih tersisa 40 km lagi. Itu artinya, ia butuh waktu sekitar kurang lebih satu jam untuk sampai di sana.
Beginilah rutinitas Yudha setiap minggu. Persis ketika pekerjaannya di pekan itu selesai, Yudha akan segera menempuh jarak puluhan kilo atau persisnya selama empat jam untuk bisa menemui Alifa selama tiga hari. Jika pekerjaannya selesai lebih cepat, Yudha akan menggunakan angkutan umum untuk perjalanannya, jauh lebih nyaman dan menghemat tenaga. Sebaliknya, saat pekerjaannya selesai terlambat seperti hari ini, ia harus rela berkendara sendirian di tengah jalan saat kota-kota sudah hampir terlelap.
Persis pukul 22.45
Yudha menghentikan motornya di garasi rumah yang masih terbuka. Ia kemudian menutup pintu garasi demi keamanan kendaraan dan berlalu menuju pintu depan rumah.
Dua kali menekan bel, pintu rumah terbuka. Bukan istrinya yang menyambut, melainkan ibu mertuanya.
Yudha menyalami Hana yang sepertinya juga sudah siap untuk tidur. Ia meminta maaf lantaran pulang terlalu malam sehingga seisi rumah harus menunggunya pulang.
"Gapapa. Kamu pasti capek. Mandi dulu baru tidur, ya."
"Iya, bu. Hm...Alifa di mana, bu?"
"Dia di kamar. Seharian ini Alifa sering di kamar. Kelihatannya dia lagi ga enak badan."
Kalimat terakhir dari ibu mertuanya membuat perasaan Yudha jadi tidak enak. Ia kemudian buru-buru ke lantai atas setelah pamit untuk istirahat kepada ibu mertuanya.
Ketika Yudha membuka pintu, ia langsung bisa melihat Alifa yang ada di atas kasur. Istrinya itu tengah tertidur lelap. Demi melihat pemandangan itu, Yudha menghela napas lega. Sepertinya kondisi Alifa cukup baik-baik saja.
Yudha segera berlalu ke dalam kamar mandi. Ia ingin cepat-cepat membersihkan diri dan kemudian beristirahat lantaran tubuhnya sudah terlalu lelah.
Setelah selesai bersih-bersih, Yudha akhirnya bisa membaringkan diri di atas kasur. Seperti kebiasaannya, ia memeluk Alifa sebelum akhirnya memejamkan mata. Bagi Yudha, tidur terlelapnya adalah ketika bisa memeluk istrinya dan mencium aroma tubuh gadis itu dari dekat.
Baru saja Yudha hampir tertidur ketika ia tiba-tiba merasakan Alifa bergerak tidak nyaman dalam pelukannya. Tidak sampai di sana, Alifa mendadak duduk dengan ekspresi wajah yang terlihat buruk.
"Kenapa sayang?" tanya Yudha yang akhirnya ikut bangkit dari posisinya.
Bukannya menjawab, Alifa malah menutup mulutnya, menahan isi perutnya yang terasa ingin keluar. Setelahnya, wanita itu buru-buru turun dari tempat tidur dan berjalan bergegas menuju kamar mandi. Sesampainya di sana, Alifa muntah, mengeluarkan salivanya.
Yudha menyusul beberapa detik setelahnya. Ia mengurut tengkuk dan punggung Alifa, membantu gadis itu untuk merasa lebih baik.
"Kamu demam, Sayang? Kenapa bisa muntah begini."
Sayangnya Alifa belum bisa menjawab. Rasa mual masih memenuhi isi perutnya. Ia terus muntah, meskipun tidak ada isi perutnya yang keluar.
Kira-kira tujuh menit, Alifa akhirnya mulai berhenti. Ia berkumur-kumur untuk menghilangkan rasa pahit di mulutnya.
Setelah merasa cukup tenang, Alifa berbalik. Ia otomatis berhadapan dengan Yudha. Detik berikutnya, Alifa kembali merasa mual dan mengeluarkan salivanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Titik Terang [LENGKAP]
RomanceTentang keluarga dan pasangan. Tentang alur nyata kehidupan. Tentang berdamai dengan semua takdir menyakitkan. Tentang menerima, mencintai, dan saling menguatkan. Cerita tentang titik terang dalam hidup yang gelap dan diselimuti kebohongan.