BAB 4 | Tanpa Alasan

42 9 3
                                    

"Ingatlah bahwa di dalam jasad itu ada segumpal daging. Jika ia baik, maka baik pula seluruh jasad. Jika ia rusak, maka rusak pula seluruh jasad. Ketahuilah bahwa ia adalah hati (jantung)" (HR. Bukhari no. 52 dan Muslim no. 1599).

-----

Suara merdu milik Zahra sukses memaksa Yudha bangun dari tidurnya. Meski suara adik bungsunya yang tengah melantunkan Al-qur'an secara tilawah itu sama sekali tidak mengganggu--malah sangat indah dan mengayun lembut--Yudha tetap saja terbangun dalam keadaan pusing yang tidak terperikan. Hanya sempat duduk beberapa detik di pinggir tempat tidur untuk menetralkan rasa pusing di kepalanya sebelum akhirnya berakhir dengan memuntahkan semua isi perutnya di kamar mandi.

Tubuh Yudha terasa sangat lemas. Laki-laki itu bahkan kesulitan membawa tubuhnya dari kamar mandi menuju kasur. Dua tahun berhenti meminum alkohol sepertinya membuat tubuhnya tidak tahan ketika ia menghabiskan setengah botol miras tadi malam. Mendeteksinya sebagai benda asing hingga membuatnya mengeluarkan isi perutnya pagi-pagi begini.

Yudha mengalihkan pandangan pada jam dinding yang rupanya masih menunjukkan pukul 04:10. Laki-laki itu menghela napas. Sudah ia duga. Zahra memang selalu membaca Al-qur'an secara tilawah pada jam-jam segini. Jam-jam dimana kedua orang tuanya melaksanakan sholat tahjjud. Sudah pasti gadis kecil itu mengikutinya.

Jika kalian berpikir bahwa Yudha adalah laki-laki yang sma sekali tidak paham agama,maka kalian salah besar. Laki-laki itu bahkan pernah mengenyam pendidikan selama tiga tahun di pondok pesantren. Hanya saja, bagian terpenting dari dirinya yang telah dikendalikan orang lain membuat laki-laki itu bermetamorfosa menjadi sosok yang sekarang.

Karena kepalanya masih begitu pusing ditambah dengan rasa kantuk yang masih menguasai sebagian dirinya, Yudha kembali merebahkan diri di atas kasur. Bersembunyi di bawah selimut favoritnya dan memutuskan untuk melanjutkan tidur.

Sayangnya, Yudha sama sekali tidak tersentil dengan fakta bahwa Zahra yang masih berumur 5 tahun saja sudah rutin melaksanakan sholat tahajjud. Sementara dirinya yang sudah berumur 22 tahun malah sangat tidak peduli dengan yang namanya sholat. Wajib saja ditinggal apalagi sunnah.

---

Entah pukul berapa tepatnya, mata Yudha akhirnya perlahan terbuka. Menandakan bahwa laki-laki itu sudah bangun dari tidur nyenyak yang tentu saja membuatnya meninggalkan shalat shubuhnya-lagi.

Setelah menguliat sebentar untuk meregangkan ototnya yang terasa sedikit kaku, Yudha bangkit dari tempat tidurnya. Berniat menuju kamar mandi untuk sekedar mencuci muka dan menggosok giginya. Soal mandi, ia bisa melakukannya nanti-nanti. Lagipula, ia sama sekali tidak memiliki rencana untuk pergi keluar yang membuatnya harus mandi pagi-pagi hari ini.

Persis ketika Yudha keluar dari kamar mandi, bau teh yang cukup pekat menyambangi penciumannya. Membuat pandangannya seketika jatuh pada nampan yang diatasnya terdapat secangkir teh dan dua buah gorengan yang terletak di meja belajarnya.

Tanpa pikir panjang, Yudha segera melangkah mendekat. Meraih cangkir yang berisikan teh dan segera menyesapnya pelan-pelan seraya duduk di pinggir tempat tidurnya.

Kening Yudha berkerut kala matanya menangkap sebuah kertas yang sengaja diselipkan di bawah piring yang berisi dua gorengan. Hal itu membuat Yudha segera meletakkan cangkir tehnya. Menarik kertas kecil itu lantas membaca tulisan yang ada di sana.

Mama dengar tadi pagi kamu muntah-muntah. Ini mama buatin teh hangat. Gorengannya jangan lupa dimakan. Habis itu, minum obatnya biar perut kamu enakan. Kalau kamu mau, jangan lupa gabung ke meja makan. Mama buat nasi goreng kesukaan kamu.

Tanpa alasan yang jelas, tubuh Yudha mendadak membeku. Refleks, otaknya memutar kejadian semalam yang hanya mampu diingatnya secara samar.

----

Pintu yang sedari tadi ditatapnya dengan mata sayu akhirnya terbuka. Seorang perempuan dengan rambut yang diikat asal-asalan muncul dengan wajah setengah takut. Namun, ketika pandangan keduanya bertemu, wajah setengah takut itu berubah khawatir sepenuhnya. Menyiratkan tanda tanya tentang apa yang terjadi dengan putranya.

Tanpa merasa perlu menyapa, berterima kasih, atau malah meminta maaf karena sudah membuat mamanya terbangun pukul 2 pagi seperti sekarang, Yudha berjalan masuk tanpa mengucapkan apa-apa. Mengabaikan wajah khawatir di hadapannya secara terang-terangan.

"Yudha, kamu gapapa kan, Nak?"

"Ga usah banyak nanya." jawab Yudha dengan suara serak.

Seketika, Nia--mama Yudha--paham bahwa anak sulungnya sedang mabuk. Terbukti dari bau alkohol yang tercium pekat kala Yudha menjawab pertanyaannya. Namun, naluri seorang ibu tetap tidak akan bisa diam melihat anaknya dengan keadaan seperti itu. Dengan alasan itulah, Nia melangkah mendekat. Menahan sebelah lengan Yudha agar berhenti melangkah.

"Kamu yakin gapapa? Atau perlu mama buatin teh hangat?"

Di luar dugaan, Yudha menepis kencang cekalan tangan Nia di lengannya. Membuat wanita itu hampir saja kehilangan keseimbangan. Menatap lekat-lekat wajah yang tanpa alasan yang jelas, menempati urutan pertama daftar orang yang dia benci.

"Ga usah sok peduli. Lo cuma perayu suami orang yang buat papa gue lupa sama istrinya yang baru saja meninggal!"

Dan tanpa menoleh lagi, Yudha melanjutkan langkah. Sama sekali tidak peduli dengan isak tangis mamanya yang samar menyambangi pendengarannya.

---

Setelah berhasil mengenyahkan semua rasa bersalah dan perasaan tak nyaman, sekaligus mengedepankan ego, Yudha akhirnya memberanikan diri keluar kamar. Posisi kamarnya yang memang tak terlalu jauh membuat sosoknya langsung terlihat oleh keluarganya yang masih menyantap sarapan pagi. Terbukti dari Zahra yang tiba-tiba saja riang memanggil dirinya.

"Uda!"

Gadis kecil itu melambaikan tangan seolah menyapa teman lama. Dan tanpa ada yang tahu, detik itu juga Yudha merasa segenap perasaannya lebih baik.

Laki-laki itu segera bergabung ke ruang makan. Mengambil tempat persis di sebelah Zahra. Membuat gadis berumur enam tahun itu tersenyum lebar.

"Uda kok baru keluar kamar, sih? Uda baru bangun tidur ya? Pasti Uda belum mandi? Iiihh.. Uda jorok!"

Yudha membalas celotehan itu dengan mencubit pelan hidung Zahra. Membuat gadis itu balik melototkan matanya pertanda tidak suka. Bersiap mengeluarkan amukan panjang kali lebar miliknya.

Namun, semua itu batal kala Nia menyodorkan sepiring nasi goreng hangat ke arah Yudha sambil tersenyum pada putri kecilnya

"Jangan ganggu Uda dulu, Sayang. Uda juga mau makan kayak Zahra."

Dan saat melihat senyum tulus masih terpatri di wajah Nia, bukan malah merasa baik, perasaan Yudha malah semakin kesal tanpa alasan.

-----

Assalamualaikum readers..
Jumpa lagi di tengah SFH yang diperpanjang karena corona

Enjoy part ini ya..
Semoga kamu yang SFH dan WFH ga auto stress kayak aku

Part selanjtnya insyaa Allah udah masuk konflik.

Mari kita sama-sama berdoa semoga virus corona ini akan hilang sebelum Ramadhan. Aamiiiin.

Jangan lupa berda'wah😊😊

Titik Terang [LENGKAP]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang