BAB 9 | Pertengkaran

55 6 4
                                    

Sesuatu yang kamu anggap baik, belum tentu baik bagimu. Sebaliknya, sesuatu yang kamu anggap buruk, belum tentu buruk bagimu. Allah mengetahui sedangkan kamu tidak mengetahui

-Q.S Al-baqarah : 216

---

Derit pintu kamar terbuka. Membuat Farhan yang tengah sibuk dengan game di ponselnya menoleh. Kembali acuh saat melihat Yudha yang muncul dengan tampang kusut masuk ke dalam kamarnya.

Farhan sudah menduga bahwa kakak kandungnya itu akan mengungsi ke kamarnya untuk sementara waktu, hingga perempuan yang tidak Farhan ketahui namanya itu angkat kaki dari rumahnya atau lebih tepatnya dari kamar Yudha.

Sebenarnya, kedatangan Farhan adalah karena Annisa. Gadis itu menelfonnya beberapa menit yang lalu. Melaporkan kedatangan seorang perempuan yang terus menanyai keberadaan Yudha sambil menangis.

Tentu saja Farhan langsung pulang. Masa bodoh dengan tugasnya. Kedua adik kecilnya yang ada di rumah jelas lebih mengkhawatirkan.

Entahlah. Farhan tidak tahu alasannya. Ia enggan bertanya pada perempuan itu. Setelah menghabiskan beberapa menit untuk mengusirnya, Farhan akhirnya mempersilahkan perempuan itu masuk dan menyuruhnya menunggu di kamar Yudha.

"Jadi, Uda kesini pengen tidur doang atau pengen cerita? Telinga gue masih nyala nih, kalau dibutuhkan." pancing Farhan akhirnya setelah keduanya tenggelam dalam hening.

Yudha melirik sekelas. Terkekeh pelan. Namun, tak kunjung menjawab pertanyaan adiknya. Pembicaraan barusan hanya terputar di otaknya, tanpa bisa ia bagi pada siapapun

-----

Flashback on--

"Ya Tuhan. Sayang, kamu kenapa?" tanya Yudha seraya melangkah mendekat. Mengambil posisi persis di samping Lidya yang masih tersedu.

Bukannya menjawab, Lidya malah memeluk Yudha tanpa izin. Menumpahkan tangisnya dalam pelukan laki-laki itu. Membuat Yudha hanya bisa balas menenangkan dengan mengelus punggungnya lembut.

"Kenapa? Kamu bisa cerita, Lid."

Di luar dugaan, jawaban Lidya sukses membuat tubuh Yudha sempurna mematung.

"Nikahi aku sekarang, Yudh."

Ddduuaaarrr!!!

Sungguh, demi apapun, kabar itu memang bagai petir di telinga Yudha. Kepalanya spontan berdenyut. Semua luka di wajahnya bekas kecelakaan kemarin seolah sakit secara bersamaan. Berbagai spekulasi negatif lainnya langsung muncul di pemikirannya. Benarkah Lidya perempuan yang seperti itu?

"Mama dan papa menjodohkanku dengan seseorang yang ga aku kenal, Yudh. Aku ga mau. Kamu tau kan, aku cuma pengen nikah sama kamu."

Penjelasan barusan memang berhasil mematahkan pemikiran negatif Yudha. Namun, ia jelas bingung. Bagaimana ia harus bersikap?

"Tapi Sayang, aku ga bisa nikahin kamu sekarang. Kamu tahu kalau aku belum jadi pegawai tetap. Aku bisa saja di PHK sewaktu-waktu. Bagaimana nasib kita nanti? Aku ga mau ngeliat kamu hidup susah." balas Yudha hati-hati.

"Kamu cinta sama aku, kan, Yudh?"

Pertanyaan pamungkas! Yudha jelas mencintai gadis di hadapannya. Namun, alasannya tadi juga benar. Ia masih harus siap secara material untuk menikah. Lagipula, ia juga belum memiliki ide bagaimana harus menceritakan semua ini pada kedua orangtuanya. Papa jelas akan menolak mentah-mentah karena ia tidak menyukai hubungan mereka. Namun, melihat Lidya bersanding dengan yang lain juga bukan ide yang bagus. Mungkin saja ia bisa bunuh diri nantinya.

Setelah hening yang cukup lama, Yudha akhirnya menghela napas panjang. Menatap mata Lidya yang masih berkaca-kaca.

"Kasih aku waktu ya, Sayang. Aku akan usahakan yang terbaik untuk kita berdua." ujar Yudha seraya mengelus rambut Lidya yang tertutup hijab. Tersenyum sebisanya.

"Kamu bakalan omongin ini ke orang tua kamu, kan, Yang?"

Yudha hanya mengangguk. Melepas pelukan mereka, lantas beranjak keluar.

-----

Flashback off--

"Aelah, Da. Gue keluar deh, kalau gitu. Ngeliat lo diam gitu bikin gue takut kalau lo kesurupan."

Yudha mengambil bantal. Melempar saudara kandungnya itu atas ucapannya barusan. Namun, Farhan sudah lebh dulu menghilang. Membuat bantal yang tadi dilempar Yudha hanya mengenai daun pintu yang hampir tertutup.

Farhan memang memiliki kepribadian yang jauh berbeda dengannya. Laki-laki yang lebih muda lima tahun darinya itu memang lebih cerewet dan terbuka. Ia juga ramah dan ceria. Meski terkadang menyebalkan, Yudha tetap menyayangi Farhan karena laki-laki itu adalah satu-satunya saudara kandung yang ia punya.

Baru saja ingin berpikir serius mengenai masalah hubungannya dengan Lidya, Yudha dikagetkan dengan bunyi pecahan kaca yang tiba-tiba menyambangi pendengarannya. Spontan membuatnya bergegas berdiri dan keluar kamar untuk melihat apa yang terjadi.

Hitungan detik, amarah dalam diri Yudha naik ke tingkat atas. Ia tak peduli dengan kondisi mamanya yang tersungkur dan menangis dalam pelukan Farhan. Ia hanya tak terima dengan keadaan Lidya yang berkaca-kaca dengan bajunya yang dipenuhi tumpahan kopi.

"Kalian apa-apaan sih?" bentak Yudha marah. Tak peduli dengan jahitan di bibirnya yang terasa lepas dan berdarah. Ia lekas memeluk Lidya. Melayangkan tatapan menuntut penuh amarah pada Nia dan Farhan.

Mendapati Nia dibentak seperti itu, tentu saja membuat Farhan naik darah. Jika Yudha masih belum terima dengan keberadaan Nia, maka Farhan-lah yang sangat menyayangi wanita itu. Ia sadar diri bahwa jika bukan karena mamanya, ia tidak akan pernah ada di rumah ini lagi.

"Lo ga berhak bentak mama, Da. Salahin cewek lo yang sinting itu." balas Farhan sarkas.

Tanpa tedeng aling-aling, Yudha melayangkan bogem mentahnya tepat di rahang Farhan. Membuat Nia menangis. Menahan sebelah lengan Farhan. Terisak memintanya berhenti.

Meski begitu ingin memukul kakak kandungnya ini sekarang, Farhan berusaha menahan diri. Bukan karena wajah Yudha yang masih penuh perban karena kecelakaan. Ia bisa saja melepas semua perban itu dan memukul Yudha habis-habisan untuk meluapkan kekesalannya. Namun, karena Farhan iba dengan Nia yang terus terisak dan memohon padanya untuk berhenti.

Farhan mengepal tangannya kuat-kuat. Merasakan bekas pukulan Yudha yang mulai berdenyut.

"Lo lebih memilih cewek lo dengan pelet darah haid-nya dibanding mama yang udah biayain hidup lo sampe sekarang?! LO BENAR-BENAR GA PUNYA OTAK!!"

Akhirnya Farhan beranjak pergi bersama Nia, meninggalkan Yudha dengan emosi dan pemikirannya.

-----

Assalamualaikum readerss..

Gimana part ini?
Udah mirip sinetron kan, ya? Wkwkwk

Aku cuma ingin menceritakan real story-nya. Kalau mirip sinetron dikit, maafkan ya..

O iya, puasa kalian lancar semua kan? Semoga pada lancar dan ibadahnya juga terjaga.

Kita udah masuk penghujung ramadhan nih, guys! Ayo tingkatkan ibadah kita. Semoga kita diridhoi Allah untuk dapat malam lailatul qadar. Aamiiiin.

Jangan lupa main-main ke sebelah, guys! Mana tau kalian bisa jatuh cinta pada tiga belas sahabat itu.

Last, jangan lupa vomment, guys!
See you in the next chapter.

Titik Terang [LENGKAP]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang