"Yang perlu kita lihat bukan bagaimana buruknya masa lalu seseorang, tapi bagaimana ia mau dan berusaha berubah menjadi lebih baik"
°°°°°
"Di dunia ini, ada banyak orang yang baik. Namun, beberapa di antaranya sudah merasa cukup baik sehingga menolak untuk lebih paham lagi. Bahkan ada yang gengsi bertanya tentang agama yang jelas-jelas merupakan pedoman hidup."------
Satu bulan, ta'aruf Yudha dan Alifa berjalan lancar. Setiap satu minggu, Alifa menuliskan beberapa pertanyaan terkait Yudha yang ingin ia ketahui. Pertanyaan itu dititipkan pada Satria dan baru mendapat jawaban kira-kira 3 hari setelahnya. Begitupun sebaliknya. Meski tidak rutin satu kali seminggu, Yudha juga beberapa kali pernah mengirimkan pertanyaan. Yudha bilang, ia tidak perlu banyak bertanya soal Alifa. Ia sudah yakin gadis itu amat baik untuk dirinya.
Dari cerita Yudha terakhir kali yang diselipkan di antara jawabannya, Alifa akhirnya tahu bahwa alasan Yudha berpacaran adalah untuk mencari kenyamanan di luar keluarganya yang katanya berantakan. Alifa sendiri tidak paham maksudnya. Walau penasaran, Alifa belum berani untuk menanyakan hal itu lebih dalam. Apalagi, minggu ini, mereka tidak hanya akan bertukar surat lewat Satria, melainkan akan bertatap muka lantaran ayah Alifa meminta untuk bertemu di rumah mereka.
Jadilah sejak pagi, jantung Alifa sudah berdetak tak karuan. Tak terhitung berapa kali ia menggigit bibir bawahnya lantaran gugup. Di dalam kepalanya, ia sibuk mencemaskan apa yang akan terjadi nanti saat Yudha bertemu ayahnya.
Jujur saja, Alifa takut orang tua, terutama ayahnya tidak cukup puas dengan Yudha. Yudha memang telah berubah banyak sejak mereka pertama bertemu. Siapa sangka laki-laki yang gila pacaran itu bersedia menjalani ta'aruf seperti ini. Namun, Yudha tetaplah Yudha dengan segala masa lalunya. Alifa cemas jika orang tuanya tidak bisa menerima segala masa lalu laki-laki yang sudah terlanjur mendiami hatinya itu.
Tepat ketika jam menunjukkan pukul 10:00, Alifa mendengar bel rumahnya berbunyi dua kali. Tidak salah lagi. Pastilah Yudha yang datang. Sayangnya, Alifa tidak bisa langsung menyambut laki-laki itu. Di bawah, kedua orang tuanya tentu sudah menunggu di ruang tamu. Pertemuan kali ini bukan antara dirinya dan Yudha, melainkan antara Yudha dan kedua orang tuanya.
Dugaan Alifa sama sekali tidak meleset. Persis ketika Hana-ibu Alifa-membuka pintu, langsung terlihat Yudha yang berdiri dengan canggung seraya tersenyum sopan. Tanpa basa-basi, Yudha dipersilakan masuk dan duduk di ruang tamu.
Beberapa detik setelahnya, Hana segera pergi dari ruang tamu. Wanita berusia nyaris setengah abad itu izin mengambil minum dan beberapa camilan di dapur. Tentu saja Yudha tidak ditinggalkan sendiri. Persis di depannya, Arfan-ayah Alifa-sudah duduk sambil menatap lurus-lurus ke arahnya. Meski bibir Arfan melukiskan senyum, Yudha tetap saja merasa tidak nyaman akan tatapan itu.
"Kamu kelihatan tegang banget, Yudh. Santai ajalah. Ga akan om gigit, kok."
Tentu saja bagi Yudha kalimat itu tidak berpengaruh apa-apa. Bagaimana mungkin ia tidak tegang? Seumur-umur, ini pertama kalinya ia bertamu dengan status sebagai seorang "calon menantu". Meski sebelumnya pernah bertemu orang tua Lidya, Yudha tetap bisa bersikap santai dan tidak memikirkan apapun. Jauh berbeda dengan hari ini. Sedari tadi, kepalanya terasa penuh karena selalu mengingat tugasnya hari ini, yaitu untuk mendapatkan restu. Jika sempat berbuat salah, bisa-bisa hubungannya dengan Alifa berakhir begitu saja.
"Tujuan Om minta kamu datang hari ini bukan untuk tanya-tanya soal biodata kamu. Sedikit-banyaknya Om udah baca lewat CV Ta'aruf. Om cuma mau lebih tahu soal karakter kamu, agama, pola pikir. Om harap kamu ga keberatan."
KAMU SEDANG MEMBACA
Titik Terang [LENGKAP]
RomanceTentang keluarga dan pasangan. Tentang alur nyata kehidupan. Tentang berdamai dengan semua takdir menyakitkan. Tentang menerima, mencintai, dan saling menguatkan. Cerita tentang titik terang dalam hidup yang gelap dan diselimuti kebohongan.