"Hanya ada dua alternatif resmi dari Allah terkait rasa, berdo'a atau menikah. Pacaran itu alternatif illegal"
-----
Setelah beberapa detik hanya dilalui dengan hening dan tatapan, Alifa akhirnya menunduk. Menggigit bibir bawahnya seolah menahan malu entah karena apa. Yudha juga tak jauh berbeda. Menggaruk tengkuknya yang sama sekali tidak gatal. Ya. Dapat ditebak bahwa keduanya merasa canggung dalam pertemuan ini. Tapi, apa boleh buat. Toh, mereka tak sengaja bertemu.
"Boleh saya duduk di sini?" tanya Yudha sopan setelah tadi berdehem pelan untuk menarik perhatian gadis perawat yang sampai saat ini belum ia ketahui namanya ini.
Alifa sebenarnya ingin bilang tidak. Selain karena canggung, ia juga tidak ingin menimbulkan fitnah. Namun, demi melihat semua kursi yang penuh, akhirnya ia mengangguk pelan. Yah, setidaknya jaraknya dan laki-laki yang masih diingatnya bernama Yudha ini cukup aman. Semoga saja laki-laki di hadapannya ini adalah tipikal orang yang tidak suka bicara dan mengerti bahwa Alifa sungguh canggung, apalagi kalau mengingat soal pertemuan terakhir mereka dan sepotong surat itu.
Sayangnya, harapan Alifa harus hancur dalam satu detik sebab laki-laki di depannya baru saja melayangkan satu pertanyaan.
"Kamu masih ingat saya, kan?"
Aduh. Alifa ingin sekali menggeleng, lantas bertanya dengan tatapan bingung, kamu siapa?. Namun, mengingat ekspresi terkejutnya di awal tadi, sepertinya akan mudah sekali ketahuan kalau ia berbohong. Lagi, tanpa punya pilihan, Alifa hanya mengangguk. Tidak mengucapkan satu patah katapun sebagai penjelasan atau jawaban lainnya.
Pembicaraan mereka terhenti karena pelayan baru saja mengantarkan pesanan Yudha. Di satu sisi, Alifa sibuk melihat keluar jendela. Berharap bahwa sosok yang sedari tadi membuatnya menunggu akan segera datang dan menyelamatkannya dari moment awkward ini.
Lagi, semuanya tak berjalan sesuai harapan Alifa. Buktinya, setelah pelayan itu pergi, Yudha sudah melayangkan sebuah pernyataan yang mau tak mau membuat Alifa jadi menanggapinya dengan serius.
"Kamu tahu? Saya baru saja putus."
Alifa kaget. Tentu saja. Jangan-jangan ini ada hubungannya dengan surat yang ia berikan tempo hari. Meski di satu sisi ia bersyukur karena itu artinya Yudha sudah mengurangi perbuatan dosanya, tetapi Alifa juga tak mau dianggap sebagai perusak hubungan orang. Nanti dia malah dilabrak oleh pacar atau lebih tepatnya mantan pacar Yudha seperti di novel-novel. Membayangkannya saja sudah membuat Alifa bergidik ngeri.
Dalam hitungan detik, Alifa tak kunjung menemukan bahasa yang tepat untuk menanyakan apa alasan Yudha putus, ada kaitannya dengan dirinya atau tidak. Alifa tentu tak mau dianggap terlalu kepo atau sejenisnya. Namun, Yudha sudah bisa mengerti. Raut wajah Alifa yang kebingungan dan gelisah di saat bersamaan bisa menjelaskannya.
"Saya putus ga ada kaitannya sama kamu, kok."
Sesaat, raut wajah Alifa berubah. Terkejut dalam beberapa detik untuk kemudian beralih menjadi malu dengan pipi yang kian memanas.
Melihatnya, Yudha tiba-tiba saja tersenyum. Senyum tulus pertamanya di hari menyakitkan ini. Entahlah. Bersama gadis ini, Yudha seolah bisa melupakan satu-dua beban hidupnya.
"Kamu pernah patah hati, ga?" tanya Yudha tiba-tiba setelah meminum caramel macchiato pesanannya.
Untung saja Alifa sedang tidak meminum jus mangganya yang tinggal setengah. Kalau tidak, sudah pasti jus itu sudah menyembur dari dalam mulutnya. Bagaimana tidak? Pertanyaan yang dilontarkan Yudha terlalu mengejutkan. Ini baru pertemuan kedua mereka dan Yudha sudah menanyakan hal pribadi seperti itu? Yang benar saja?!
KAMU SEDANG MEMBACA
Titik Terang [LENGKAP]
RomansaTentang keluarga dan pasangan. Tentang alur nyata kehidupan. Tentang berdamai dengan semua takdir menyakitkan. Tentang menerima, mencintai, dan saling menguatkan. Cerita tentang titik terang dalam hidup yang gelap dan diselimuti kebohongan.