BAB 29 | Mitsaaqan Ghalizhaa (2)

23 2 0
                                    

Akad nikah selesai pukul 10.30 pagi. Resepsi baru diadakan setelah dzuhur di salah satu gedung yang jaraknya tidak terlalu jauh dari rumah Alifa. Ia sendiri yang merancangnya begitu . Alasannya tentu saja supaya shalat dzuhurnya terjaga. Kalian tau, salah satu ketakutan yang sering menghantui Alifa sebelum dirinya menikah adalah ia takut bahwa pernikahan ini akan membuatnya meninggalkan shalat. Namun, ternyata selalu ada jalan keluarnya, salah satunya adalah merancang waktu yang tepat untuk akad dan resepsi.

Pada waktu itu, Yudha dan keluarga memutuskan untuk kembali ke rumah neneknya yang juga ada di kota ini. Itulah kenapa saat akad tadi, perjalanan mereka menuju rumah Alifa hanya memakan waktu sepuluh menit. Sebenarnya, Alifa sudah menawarkan untuk istirahat di rumahnya saja. Namun, Yudha menolak karena rumah Alifa ramai oleh keluarga dan tetangga yang berdatangan. Hal yang jelas membuat Yudha sedikit kurang nyaman.

Setelah melepas semua pernak-pernik akad yang melekat di badannya, Alifa merebahkan badannya di atas kasur. Sebenarnya, kamar ini sudah dihias untuk kamar pengantin. Itu artinya, malam ini dirinya tidak akan tidur sendiri. Aduh, memikirkan hal itu membuat Alifa jadi malu sendiri.

Untuk mengalihkan pikirannya, Alifa memutuskan untuk bermain ponsel. Sedari tadi, ponselnya berdenting-denting memberitahukan pesan yang masuk. Alifa menebak itu pasti dari teman-temannya yang mengucapkan atas pernikahannya hari ini.

Tebakan Alifa tepat. Ada puluhan pesan yang masuk. Alifa bahkan menghabiskan waktu nyaris 30 menit untuk membalas semua pesan-pesan itu. Sampailah di pesan terakhir yang belum Alifa buka. Pesan itu berasal dari nomor yang tidak dikenal dan baru masuk sekitar 10 menit yang lalu. Penasaran, Alifa membukanya. 

Assalamu'alaikum, cantik. Lagi istirahat ya?

Isi pesan itu membuat alis Alifa berkerut. Kenapa pesannya seolah menggoda begitu? Alifa juga tidak kenal dengan nomor itu. Mereka bahkan tidak ada di grup yang sama satupun. Darimana orang ini mengetahui nomor ponselnya?

Alifa akhirnya mengetikkan balasan sambil bertanya-tanya di dalam hatinya.

Wa'alaikumussalam. Maaf, anda siapa?

Tidak menunggu lama, balasan dari nomor yang sama muncul.

Siapa ya? Coba tebak

Alifa kesal. Ia merasa dipermainkan lewat kata-kata itu. Memang apa pentingnya orang ini?

Kalau tidak ada kepentingan, jangan chat saya lagi.

Hampir saja Alifa memblokir nomor itu ketika sebuah panggilan video masuk. Panggilan itu berasal dari nomor yang sama dengan nomor yang sedari tadi seolah sedang iseng kepadanya. Emosi Alifa yang tadinya bisa ia abaikan, kini mulai naik ke ubun-ubun. Dengan kesal, Alifa menolak panggilan video itu dan menuliskan balasan. 

Tolong jangan keterlaluan. Silahkan sampaikan apa yang anda butuhkan. Kalau tidak, nomor anda akan saya blokir.

Yah, sayang. Masa nomor suami sendiri kamu blokir, sih.

Balasan itu sukses menyusutkan semua emosi Alifa. Berganti dengan rasa geli di perutnya seolah ada kupu-kupu terbang di sana. Suami? Jangan bilang...

Ini kamu, Mas?

Kenapa dipanggil Mas setelah nikah, rasanya jadi beda ya? Berasa panggilan sayang dari kamu.

Blush! Pipi Alifa memerah sempurna. Ia kehilangan kata-kata untuk membalas pesan itu.

Sementara di rumahnya, Yudha tersenyum geli. Aduh, kenapa istrinya jadi sangat menggemaskan seperti ini?

---

Titik Terang [LENGKAP]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang