Menjelang dzuhur, Yudha sampai di rumah Alifa dengan mengendarai sepeda motor. Laki-laki itu membawa satu koper besar bersamanya. Keluarganya turut mengantar. Setelah berbasa-basi sebentar dengan orang tua Alifa, keluarga Yudha beranjak pulang dan meninggalkan Yudha di rumah istrinya yang cukup besar.
Yudha sudah pernah ke rumah ini sebelumnya, yaitu saat ta'aruf dan bertemu Arfan pertama kali. Tapi, kali ini rasanya berbeda. Memang tidak segugup saat itu, tapi tetap saja canggung.
"Alifa, ayo antar Yudha ke kamar." ucap Arfan yang kemudian berlalu dari ruang tamu, menyisakan Alifa dan Yudha berdua saja. Hana sudah dari tadi berlalu ke dapur. Katanya sedang memasak sesuatu.
Entah kenapa, rasanya cadangan oksigen di rumahnya menipis. Alifa merasa sedikit sesak. Jantungnya bertalu-talu. Belum lagi perutnya yang mulas karena gugup. Namun, dirinya jelas tidak mungkin membiarkan Yudha begitu saja di ruang tamu. Akhirnya Alifa bangkit dari posisi duduknya, lantas berucap dengan terbata-bata, "Ayo, Mas."
Menyadari Alifa yang gugup, Yudha tersenyum. Keinginannya untuk iseng tiba-tiba saja muncul. Tanpa aba-aba, Yudha sengaja menggenggam sebelah tangan Alifa. Lewat telapak tangannya, Yudha bisa merasakan gadis itu terperanjat sesaat. Namun, ia tetap mematung dan tidak berekspresi apa-apa.
Mendapati respon begitu, Yudha jadi sedikit merasa bersalah.
"Maaf, kamu ga nyaman, ya." ucap Yudha seraya menarik tangannya.
Cepat Alifa menahan tangan Yudha dan menggeleng secara bersamaan.
"Maaf, Mas. Tadi cuma kaget. Alifa belum terbiasa."
Kini, giliran Yudha yang terdiam. Aduh, kenapa jawaban Alifa barusan membuat perutnya geli?
Dua orang itu akhirnya beranjak menuju kamar Alifa yang ada di lantai atas dengan posisi tangan yang saling menggenggam.
Sementara itu, dari balik pintu kamar, Arfan malah tertawa kecil melihatnya. Aduh, kenapa putrinya terlihat sangat kaku.
---
Rumah Alifa cukup besar. Warnanya dominan putih dan krem. Kamar Alifa berada di lantai dua. Kamar itu juga bernuansa putih dengan tatanan barang yang rapi. Di dalamnya ada tempat tidur dan lemari yang cukup besar. Hal yang menarik perhatian Yudha adalah dua rak besar yang penuh dengan buku.
"Wah, kamu suka baca buku, ya?"
Alifa mengangguk. Ia menjelaskan bahwa dirinya sudah mengoleksi buku-buku sejak sekolah menengah. Sebagian besar bukunya adalah novel. Sebagian lagi buku kesehatan dan buku agama, termasuk di dalamnya fikih wanita, sirrah nabawiyah, dan kumpulan hadis.
Masih ada waktu satu jam sebelum dzuhur, Alifa memutuskan untuk membongkar barang-barang Yudha dan memindahkannya ke lemari.
Lemari di kamar Alifa adalah lemari dua pintu. Saat ia membuka salah satu pintunya, lemari itu kosong. Alifa jelas sudah mempersiapkannya untuk pakaian Yudha sejak kemarin.
Alifa mengerjakan pekerjaannya dengan telaten. Ia memastikan lipatan pakaian Yudha sudah rapi kemudian menyusunnya di dalam lemari. Bukannya membantu, Yudha malah duduk dan memerhatikan Alifa yang sibuk bekerja.
"Bisa ya, pake baju tidur aja kamu kelihatan cantik banget."
Demi mendengar kalimat itu, Alifa melotot ke arah Yudha. Memberikan tatapan peringatan.
"Bener kok. Mas ga modus sama sekali." ucap Yudha serius dan meyakinkan.
"Mas..." balas Alifa dengan nada protes. Dipuji terang-terangan begitu jelas membuatnya malu. Apalagi saat ini ia hanya mengenakan baju tidur dan jilbab instan. Cantik dari mananya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Titik Terang [LENGKAP]
Roman d'amourTentang keluarga dan pasangan. Tentang alur nyata kehidupan. Tentang berdamai dengan semua takdir menyakitkan. Tentang menerima, mencintai, dan saling menguatkan. Cerita tentang titik terang dalam hidup yang gelap dan diselimuti kebohongan.