BAB 5

7.2K 197 12
                                    

Benedict mengarahkan remote AC, manyetel suhu 20 derajat celcius untuk mendinginkan tubuhnya yang panas. Hubungan ranjang selalu menjadi cara paling menyenangkan untuk membakar kalori. Dibandingkan menghabiskan waktu di atas mesin treadmill, Benedict seribu kali lebih menyukai berhubungan seks.

Liliana tergolek telentang dengan mata terpejam. Setelah pertemuan dan perpisahan tak terduga beberapa bulan yang lalu, Benedict tak pernah berharap dapat melihat wajah Liliana. Pikirannya tersita oleh pekerjaan sehingga melewatkan kesempatan untuk mencari tahu Liliana Dermawan Lunggono.

Mengherankan jika ayahnya lupa menceritakan bahwa Daud Lunggono memiliki menantu. Benedict mencoba mengingat apakah sang ayah pernah menyebut nama Liliana, tetapi dari sekian banyak keping ingatan, Benedict gagal memunculkan hari di mana ayahnya bercerita tentang menantu Daud Lunggono. 

Benedict beranjak dari ranjang ke kamar mandi. Hotel ini menunjukkan kelasnya dari material bangunan yang digunakan. Marmer dengan gradasi warna cokelat dan putih. Peralatan mandinya lengkap. Sikat gigi, pasta gigi, sabun, sampo, dan handuk. Dua handuk putih besar terlipat rapi di rak yang dipaku di sebelah cermin besar. Benedict membasahinya dengan air hangat lalu memerasnya.

Beberapa saat sebelum keluar dari kamar mandi, mata Benedict teralihkan pada bath tub. Jika bangun nanti, bersediakah Liliana diajak mandi berdua di sini? Benedict menggeleng seraya meraba pipinya. Sebuah tamparan khayalan mendarat di sana. Dia yakin bertukar pasangan ini bukan ide Liliana. Bukan tidak mungkin wanita itu akan murka jika tahu tubuhnya disentuh pria lain. 

Apakah Liliana puas? Benedict tidak tahu, sebab dia sangat puas. Ototnya rileks, lumer bagaikan terlepas dari tulang. Masalah yang menyasaki kepalanya luruh bersamaan dengan tersemburnya cairan kepuasan. Benedict memastikan partner-nya puas kecuali Chika. Dia akan mencari tahu apakah Liliana merasakan hal yang sama tanpa mendapatkan tamparan. 

Perlahan, sedapat mungkin tanpa suara, Benedict keluar dari kamar mandi membawa dua handuk, satu hangat dan basah, satu lagi kering. Disekanya tubuh Liliana. Wajahnya yang tertidur pulas, lehernya yang jenjang, lalu bahunya yang dihiasi tonjolan tulang. Benedict berhenti tepat pada jejak merah bibirnya. Dia mengisap kuat tadi. Birahi terkadang mengikis akal sehatnya. Benedict lupa pada fakta bahwa Liliana adalah istri dari anak sahabat baik ayahnya. Bekas ciuman itu tidak hilang sekalipun Benedict telah menggosoknya sekuat tenaga. Kulit Liliana memerah. Benedict berhenti menggosok, khawatir akan membuatnya lecet.

Benedict lanjut menyeka sepasang bukit kembar Liliana, perutnya, lalu area segitiga yang menjadi sumber kenikmatannya. Cairan Benedict terasa lengket. Hati-hati dia menyentuhkan handuk ke sana, kemudian mengeringkannya. Selama itu, Liliana tak bergerak. 

Papan cucian. Ucapan kurang ajar dari Samuel terngiang di telinga Benedict. Hei, bukankah Samuel mengenal Chika? Jika mereka sungguh dekat, seharusnya Chika bercerita berapa banyak model yang menginginkan lekuk tubuh seperti Liliana. Punggung sempit, perut datar, payudaranya agak minimalis, tapi itulah gunanya profesi dokter bedah kecantikan. Benedict pernah terlibat cinta satu malam dengan model dan semuanya memiliki bentuk tubuh mirip Liliana. Jadi apanya yang papan cucian? Besok pagi Benedict akan mengantar Samuel ke dokter mata. 

Benedict menyelimuti tubuh Liliana yang telah bersih dan kering. Dilemparnya handuk-handuk tadi hingga tersangkut di sandaran kursi. Mata Benedict terasa berat, tetapi setiap kali terpejam, ada sesuatu tak kasat mata yang memaksanya terjaga. 

Liliana damai dalam lelap. Ada orang-orang hiperaktif yang berputar-putar saat tidur. Ada pula yang mengorok sampai mengganggu teman tidurnya. Liliana benar-benar tenang. Benedict menelungkup, menopang tubuh dengan sikunya untuk memandangi wajah tirus itu. 

"Hei, aku pengen meluk kamu," bisik Benedict. Namun dia segera sadar dengan siapa dirinya berhadapan. 

Benedict mengurungkan niat meskipun dia yakin di kamar sebelah Benedict bukan cuma memeluk Chika, tapi pastinya melakukan hal lebih parah. Benedict masa bodoh tubuh tunangannya diacak-acak laki-laki lain. Hanya laki-laki yang memiliki cinta lah yang peduli pada keadaan tunangannya. 

SWINGER CLUBTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang