Bab 39

381 34 1
                                    

Liliana tahu Samuel menyuruh orang untuk menguntitnya. Maka dari itu dari rumah sakit beberapa hari yang lalu dia dan Benedict tidak langsung ke Polda, tetapi mampir dahulu ke kantor HAD Law Firm. Liliana bertukar pakaian dengan salah satu office girl. Benedict meminta pak satpam keluar dari pintu belakang, memboncengnya menuju Polda Metro Jaya.

Benedict yang tahu dia jadi incaran orang suruhan Samuel pun diantarkan office boy ke Polda Metro Jaya. Seharusnya rencana mereka berjalan mulus. Samuel pun seperti biasanya, tidak ada yang berubah. Liliana masih harus bersabar menahan segala penyiksaan yang dilakukan suaminya itu.

Hanya saja Liliana resah. Seminggu lebih laporan KDRT-nya sampai ke meja polisi, kenapa tidak ada langkah konkret yang polisi lakukan? Penanganan aparat penegak hukum di negara ini sangat lambat. Saking lambatnya sampai memberi kesempatan pada penjahat untuk kabur. Yah, sebobrok itulah kesatuan yang digadang-gadang sebagai pelindung masyarakat, penjaga ketertiban.

Setiap hari jantung Liliana harus berpacu menantikan kedatangan Samuel, menerka-nerka apa lagi rencana gila sang suami untuk menyusahkannya. Samuel bahkan tidak pernah berterima kasih dengam apa yang Liliana lakukan untuk membantunya saat tersandung kasus prostitusi. Meski banner promosi disebar, di titik keramaian bahkan ke pelosok-pelosok. Masyarakat sudah tahu isi kepala para aparat, hingga terkadang mencibir atau malah memanfaatkan keadaan, seperti layaknya para pengusaha, penguasa dan petinggi negeri.

Kesaksiannya membuat pihak kepolisian menurunkan SP3, Samuel dan Chika lolos dari jeratan penjara. Sebenarnya Liliana ingin mengabaikan permintaan Samuel. Toh dengan begitu dia akan lepas dari suaminya itu, tetapi dia juga kasihan pada Chika, wanita itu juga korban, sama sepertinya. Jiwa muda yang menggelegak membuat seseorang melupakan akal sehat, bahkan mungkin sengaja menampik dan mencari pembenaran. Liliana seperti melihat dirinya yang belia di dalam diri Chika. Karena pembenaran yang selalu dia lakukan, kini dia berakhir di dalam neraka yang diciptakan oleh monster bernama Samuel Lungguno, yang tak lain adalah suaminya sendiri.

Liliana keluar kamar, gelap. Asisten rumah tangga tidak ada yang berkeliaran di jam malam. Berbeda denga petugas keamanan, di balik tirai Liliana mengintip. Setidaknya ada dua atau tiga satpam berpakaian hitam di luar sana. Semuanya karyawan baru, dia baru bertemu saat kembali ke rumah. Jujur saja, Siti dan Batiar tidak pernah bisa dihubungi. Apakah mereka baik-baik saja? Liliana gamang untuk mencoba menghubungi kerabat keduanya.

Pikiran Liliana semakin kalut saat memasuki ruang kerja Samuel. Aura mencekam menguar meski penghuninya tidak ada di sini. Liliana bergidik membayangkan yang tidak-tidak. Apakah Siti dan Batiar dibunuh lalu disembunyikan di ruang penyimpanan dokumen? Kakinya gemetar melangkah mendekati kursi kerja lalu berjongkok disamping kolong meja. Liliana menggeser tuas di lantai, suara bip berdenting sekali. Liliana tersekat kekhawatiran, dia celingukan, matanya berotasi ke setiap detail ruangan, dari sudut hingga plafon sekarang memastikan apakah ada CCTV yang terbenam di dinding.

Fokus Liliana kembali ke lantai, kedua alisnya mengerut. Petak-petak itu bergeming, tidak bergeser seperti saat Liliana mencuri dokumen itu. Ah, embusan napas terhela begitu saja. Kenapa dia bodoh sekali? Tentu saja Samuel akan mengganti akses ke ruang rahasianya. Pengalaman selalu menjadi guru yang baik. Seperti halnya Liliana sekarang. Belasan tahun bersama, kenapa baru sekarang dia mengambil sikap atas ketidak berdayaannya?

Sudut mata Liliana mengeindera benda berkilau di rak tinggi di belakang kursi. Ceroboh sekali Samuel, sembarangan menyimpan salah satu benda berharganya. Satu sudut di bibir Liliana naik, jemarinya gegas menarik gagang benda tersebut lantas memasukkannya ke saku piama kemudian menoleh ke kanan lalu ke kiri. Dia bangkit dari duduknya, berlari kecil meninggalkan ruangan itu.

Kamar, satu-satunya tempat untuk Liliana, dia duduk di kursi meja rias lalu memasukkannya pistol Samuel ke laci. Sekarang pukul sebelas malam, tetapi suaminya itu belum pulang. Laki-laki itu pasti sedang berpesta, minum-minum, dikelilingi banyak orang, pria dan wanita. Semuanya menyalurkan rasa keingin tahuan pada hasrat primitif binatang, bertukar pasangan, bercinta dengan berbagai macam gaya bahkan yang tidak mampu diterima oleh nalar manusia. Liliana bangkit. Berjalan mengelilingi kamar yang besar. Perasaannya gelisah tak terkatakan.

Liliana mengambil ponsel, mengetik chat pada Benedict. Ponsel jadul pemberian Benedict luluh lantak dihempas ke dinding saat Samuel menemukan benda tidak bersalah itu.

[Liliana 23.03: Kenapa belum ada panggilan dari polisi untuk Samuel?]

Liliana membaca ulang. Tidak. Apakah sopan menghubungi pengacara jam segini? Mungkin Benedict memaklumi sebab bagi pengacara, pekerjaan mereka tidak mengenal waktu.

Akan tetapi bukan itu yang Liliana khawatirkan. Benedict memperingatkan untuk tidak menggunakan ponsel jika ingin menghubungi. Selama beberapa hari ini Liliana menggunakan cara konvensional untuk berkirim pesan pada Benedict, menggunakan surat tertulis yang dikirimkan asisten rumah tangga ke kantor Benedict. Ponsel rentan disadap. Mereka tidak ingin mengulang kesalahan yang sama seperti saat Samuel berhasil menemukan Liliana akibat percakapan Benedict dengan Chika.

Maka Liliana urung mengirimkan pesan pada Benedict. Dia harus menanggung kegelisahan seorang diri. Tidak ada orang yang bisa diajak berdiskusi, bertukar pikiran. Liliana terduduk di tepi ranjang sembari menghela napas lelah.

Suara mesin mobil memasuki garasi rumah. Liliana bangkit, tergopoh-gopoh berlari kecil mendekati jendela. Samuel membawa dua perempuan keluar dari mobil. Pakaian mereka sama-sama minimalis. Suara cekikikannya mengganggu, serasa menusuk-nusuk gendang telinga. Mau apa lagi Samuel? Setelah membawa rombongan teman pria, kali ini wanita? Jesus Christ, Liliana mendongak sembari memejamkan mata. Menenangkan napasnya yang bergerak cepat, semakin tidak teratur.

Samuel dan dua wanita penghibur sewaaannya masuk ke ruang depan. Derap langkah keduanya terdengar menaiki anak tangga. Liliana bergerak cepat mengambil pistol dari laci yang kemudian dia sembunyikan di saku piama. Liliana berdiri di sudut, menjauhi ranjang.

"Liliana!" teriak Samuel. Dari suaranya, sepertinya laki-laki itu masih di tangga dan sedikit mabuk.

Lutut Liliana gemetar. Mungkin sekarang lah satu-satunya kesempatan untuk meloloskan diri dari Samuel. Tetapi bagaimana? Liliana dikurung di rumah setelah nekat kabur. Hanya asisten rumah tangganya yang berbaik hati mau bekerja sama dengannya mengirimkan surat untuk Benedict. Namun tetap saja tidak mengizinkan Liliana keluar rumah. Samuel tidak membiarkan dia kabur lagi.

"Liliana!"

Samuel menggedor pintu, sementara Liliana bergeming beberapa langkah di baliknya. Dia memeluk diri sendiri yang seperti berkelonjotan diterkam ketakutan. Kenapa Samuel tidak langsung membukanya? Hanya mereka berdua yang tahu password ruangan ini.

Pintu kamar terbuka. Samuel masuk diapit dua wanita. Yang menggelayut di bahu kanan Samuel bergaun bodycon putih. Tampang bulenya jelas. Bermata biru. Liliana tidak tahu asal negara wanita penghibur itu. Baginya semua bule sama saja. Wanita yang memeluk lengan kiri Samuel bertampang Asia Timur. Mungkin China, Jepang, atau Korea. Dia bergaun berbahu terbuka warna putih tulang. Hanya saja tidak sependek dan seketat bodycon wanita bule itu. Keduanya terperangah saat mengindera Liliana. Apakah tampangnya benar-benar tidak enak dipandang sampai para wanita pun enggan menatap?

"Kamu di situ rupanya," desis Samuel kemudian mendengkus kasar, dia melepaskan belitan dua wanita di lengan dan bahunya. Tatapan mata liar Samuel bertumbuk dengan tatap ketakutan Liliana. Laki-laki itu maju, bergerak sempoyongan mendekati, jemari kukuh laki-laki itu mencengkeram dagu Liliana.

"Kenapa kamu nggak jawab panggilanku, wanita mandul?"

***

Komen yang banyak yuk.

Yang mau baca lebih cepat, silakan ke Karyakarsa Belladonnatossici. Sudah tamat di sana.

Love,
💋 Bella - WidiSyah 💋

SWINGER CLUBTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang