Liliana dibangunkan aroma sedap, perpaduan mentega, bawang putih, dan keju. Hari baru terbangun di kamar yang baru dengan suasana baru.
Suasana baru. Bukan hidup semacam ini yang dulu dia cita-citakan. Impian Liliana sederhana. Joy menganggapnya polos, pengkhayal, perasa. Liliana tak pernah mengharapkan hal muluk seperti rumah megah atau harta triliunan. Menikah dengan pria yang dicintai, dikaruniai anak yang lucu-lucu, bangun setiap pagi di pelukan suami, mengabdikan diri seluruhnya untuk keluarga, mencurahkan hidup hanya demi orang tercinta, lalu hidup bahagia selamanya. Persis seperti kisah romansa yang dia baca di novel.
Entah siapa yang harus disalahkan dalam kegagalan Liliana mewujudkan mimpi sederhananya. Apakah salahnya memilih orang yang ternyata tak layak dicintai? Apakah Liliana terkena karma karena dulu menjebak Samuel melakukan dosa? Apakah salah Liliana karena pemberontakan pada perintah orang tua? Liliana benar-benar tidak tahu, yang jelas perkawinannya berantakan.
Wartawan tabloid wanita atau majalah bisnis yang mewawancarai Liliana dan Benedict selalu mengungkap kekaguman atas rumah tangga yang jauh dari gosip buruk. Tetap mesra meski tanpa kehadiran buah hati. Mereka tertipu tampilan luar, terpedaya dengan 'kebaikan' Samuel. Semua hanya polesan. Liliana muak hidup penuh sandiwara. Dia ingin bebas. Dia bosan dijadikan boneka. Kesadaran perlahan membuka mata Liliana. Hanya diri sendiri yang mampu menolong. Jangan pernah menyandarkan kebahagiaan pada suami, orang tua atau siapa pun. Inilah yang Liliana lakukan, menolong dirinya sendiri.
Semalam Liliana berada di ranjang laki-laki lain yang bukan suaminya. Apakah dia dapat dikatakan berselingkuh karena tidur bersama Benedict? Sungguh, mereka hanya tidur bukan melakukan sesuatu yang bersifat seksual. Benedict memang menciumnya. Lembut dan bergairah pada saat yang sama. Akan tetapi hal tersebut tak lantas mendorong mereka melakukan hal yang lebih jauh. Liliana belum siap. Dia lelah jiwa dan raga. Delapan tahun pernikahan tidak memberikan kepuasan seksual padanya sama sekali. Liliana hanya merasakan keterpaksaan dan ketakutan. Agaknya Benedict tahu itu sehingga tidak memaksakan apa-apa. Biarlah semuanya mengalir apa adanya.
"Good morning." Benedict masuk membawa nampan kayu berkaki. Ketika Benedict mendekat, Liliana tahu isinya adalah sandwich dan jus jeruk.
Benedict tampak berbeda jika menanggalkan kemeja dan jas formalnya. Kesan serius saat Liliana bertemu dengannya di Swinger Club telah pudar.
Benedict meletakkan nampan di atas pangkuan Liliana. Ini seperti adegan di novel romantis, di mana pemeran utama perempuan dihujani perhatian dan perlakuan manis yang kemudian menumbuhkan benih cinta. Hati Liliana berbunga-bunga. Sejenak dia lupa bahwa laki-laki dalam balutan kaus oblong putih dipadukan celana bermuda cokelat itu bukanlah suaminya.
Penyejuk udara dimatikan, berikutnya jendela dibuka. Sinar matahari pukul 6 muncul malu-malu. Ombak laut memanjakan telinga bagaikan simfoni alami.
"Kapan-kapan aku akan mengajakmu jalan sepanjang pantai. Kamu mau kan?" tanya Benedict. Namun yang ditanya tak menanggapi.
Karena tidak mendapatkan jawaban, Benedict berbalik badan.
"Kenapa senyum-senyum?" Benedict mendapati Liliana menatapnya penuh minat.
Terlalu malu menjawab setelah tertangkap basah mencuri pandang, Liliana menunduk untuk menggigit sandwich berisi daging ayam, timun, tomat dan keju. Rotinya sendiri dipanaskan dengan bawang putih serta daun parsley. Saus madu lemonnya mencipta perpaduan harmonis.
"Kamu dengar nggak tadi aku tanya apa?"
"Apa?" tanya Liliana setelah menelan potongan sandwich.
"Kapan-kapan aku akan mengajakmu jalan sepanjang pantai. Kamu mau kan?" ulang Benedict.
KAMU SEDANG MEMBACA
SWINGER CLUB
RomanceLiliana Dermawan dan Benedict Andes bertemu di Swinger Club. Liliana dipaksa Samuel, suaminya untuk melakukan hubungan terlarang dengan Ben, sementara itu Samuel berhubungan dengan Chika, tunangan Ben. Pertemuan singkat pada malam itu tidak selesai...