Bab 40

475 38 6
                                    

"Jawab aku, Wanita Mandul." desis Samuel menakutkan. Semua bulu di tubuh Liliana menegak saking menyeramkannya laki-laki yang pernah dan mungkin masih dicintainya ini. Entahlah, Liliana mulai tidak yakin dengan perasaannya sendiri.

"Aku... Tadi aku tidur." Bibir Liliana bergetar saat mengucapkannya. Dia tidak pandai berdusta, hanya satu kata itu yang terlintas.

"Tidur?" Tawa Samuel meledak. "Aku bekerja seharian, kamu cuma menikmati hasil kerjaku dan tidur-tiduran? Berguna sekali ya keberadaanmu di dunia," sindir Samuel. Laki-laki itu melepas cengkeraman di dagu, menatap Liliana sembari menyerai lebar seolah ingin melahapnya sampai habis tak bersisa. Menyeramkan sekali

Liliana bergeming. Hinaan dari Samuel terlalu sering dia dengar. Mungkin dulu dia syok, tetapi lama kelamaan Liliana kebal. Ketika Samuel mendengus lalu bergerak menjauh, Liliana masih betah berdiri kaku di tempat yang sama.

Samuel duduk di ranjang. Menepuk-nepuk pahanya. "Kemarilah, Manis," katanya entah pada wanita penghibur itu atau pada istrinya.

Si wanita bule yang kelihatannya lebih agresif, menyambut panggilan Samuel. Wanita itu duduk di pangkuannya. Bibir mereka berdua saling menyambar. Tangan Samuel aktif menjelajah bahu mulus si wanita bule.

Wanita berparas oriental tidak mau kalah. Dia duduk di paha Samuel yang kosong, meraba dada laki-laki itu dengan berani, melepaskan dasi, melucuti kancing kemeja. Liliana dipaksa menonton pertunjukan yang memualkan. Dia ingin bergerak, tetapi tenaganya entah pergi ke mana.

"Sebentar, Sayang," Samuel meminta si wanita bule berhenti menggumuli lidahnya. Tatap ketakutan Liliana justru membuat kejantanannya menegang.

"Apa yang kamu lihat di situ, Liliana? Kemarilah," pinta Samuel pelan. Matanya merah. Liliana yakin suaminya tengah mabuk. Samuel bangkit, terhuyung-huyung berjalan menghampiri sang istri.

"Jangan, Sam," sahut Liliana memohon. Dia sudah tidak kuat dengan segala penindasan yang dilakukan suaminya.

"Kenapa jangan?" tanya Samuel sambil tersenyum sinis, matanya sesekali menutup karena pengaruh alkohol. "Aku ini suamimu, aku berhak atas semuanya." Samuel menunjuk Liliana dari ujung rambut sampai kaki lalu tertawa lebar. Jemarinya bergerak cepat, menjambak rambut Liliana dengan kasar.

"Enggak, Sam!" jerit Liliana kesakitan. "Aku memang istrimu, tapi bukan begini caranya suami memperlakukan istrinya." Liliana ikut memegangi kepalanya, rambutnya pasti banyak rontok setelah ini.

"Apanya yang enggak?" bentak Samuel tepat di telinga Liliana. "Kamu sadar enggak sih kalau kamu itu enggak berguna? Kamu nggak bekerja, nggak bisa kasih anak, kerjamu di rumah hanya tidur-tiduran, makan, menghabiskan uangku. Apa orang tuamu mendidikmu menjadi benalu?"

"Jangan bawa-bawa orang tuaku," lirih Liliana. Hatinya teramat sakit mendengar kata-kata Samuel yang tidak disaring. "Mereka enggak punya salah sama kamu, Sam," lanjut Liliana. Suaranya sudah parau karena menahan tangis, rasa panas menggerogoti tenggorokan dan kedua matanya

"Dasar bodoh! Orang tuamu itu sudah menjualmu. Menukar anak perempuannya, memberikan perusahaan yang sakit untuk aku urus karena tahu kamu enggak bisa apa-apa. Kalau kamu enggak bisa membantuku untuk urusan pekerjaan, dan enggak bisa kasih aku anak, setidaknya buatlah suamimu ini senang."

Masih dengan menjambak rambut Liliana, menyeretnya ke ranjang. Meski sempoyongan, tenaga Samuel masih cukup kuat membanting tubuh kurus itu di sana.

"Kamu terlalu kasar, Sayang," Wanita berparas oriental mengingatkan Samuel. Sebagai sesama wanita, dia merasa iba.

"Aku ini laki-laki, bukan banci." bentak Samuel sambil menepis jemari si wanita berparas oriental hingga wanita itu terjengkang beberapa langkah ke belakang. "Apa aku harus memperlakukannya seperti barang pecah belah?" tanya Samuel yang dijawab gelengan kepala oleh si wanita bermata monolid itu.

SWINGER CLUBTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang